Kinerja Emiten Farmasi Dinilai Masih Stabil di Tengah Fluktuasi Rupiah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hingga saat ini nilai tukar rupiah masih terus mengalami fluktuasi. Hal itu akan memberikan dampak yang signifikan pada perusahaan yang memiliki basis impor, seperti sektor farmasi.

Senin (24/6), rupiah spot ditutup di level Rp 16.394 per dolar Amerika Serikat (AS). Meski begitu pada Jumat pekan lalu masih mengalami pelemahan. Rupiah Jisdor ditutup pada posisi Rp 16.458 per dolar AS (21/6), melemah sekitar 0,51% secara mingguan dan 0,23% secara harian.

Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus melihat fluktuasi rupiah, khususnya rupiah yang sempat mengalami pelemahan berkepanjangan, tentu akan memberikan tekanan kepada perusahaan yang memang memiliki basis impor. Hal itu karena akan menaikkan harga beli bahan baku. 


Baca Juga: Kalbe Farma (KLBF) Optimistis Penjualan Tumbuh Hingga 7% di Tengah Fluktuasi Rupiah

"Yang tentu saja nanti akan berujung kepada naiknya harga produk," jelas Nico pada Kontan, Senin (24/6).

Meski begitu, Nico mengatakan tentu juga harus memperhatikan strategi dan mitigasi yang dilakukan oleh para emiten farmasi tersebut, mulai dari mencari alternatif bahan baku atau bisa juga dengan hedging kurs. 

Sejauh ini menurut Nico, jika melihat prospek emiten farmasi, meskipun secara situasi dan kondisi global masih kurang baik, namun sektor kesehatan akan selalu berjalan meskipun secara perlahan. 

"Karena masyarakat akan tetap membutuhkan pelayanan kesehatan sehingga tidak begitu berpengaruh terhadap situasi dan kondisi volatilitas yang ada di pasar," ujarnya.

Sektor farmasi menurut Nico merupakan salah satu sektor yang memang defensif, di mana memang pergerakannya cenderung terbatas, namun selalu dibutuhkan dan menjadi salah satu sektor dari lima sektor yang masuk ke dalam fokus RAPBN 2024. 

Meskipun ada tekanan dari sisi pelemahan rupiah, di tahun ini Nico berharap bahwa kebutuhan masyarakat akan kesehatan akan menjaga daya tariknya. Ia menyebutkan sektor kesehatan merupakan sektor untuk jangka menengah hingga panjang. 

Baca Juga: Sri Mulyani Ungkap Dampak Pelemahan Rupiah ke Beban Subsidi Energi

"Dan biasanya, sektor kesehatan juga akan mengalami kenaikan apabila situasi dan kondisi kurang kondusif bagi pasar secara keseluruhan," ucapnya.

Fixed Income dan Macro Strategist Mega Capital Sekuritas Lionel Priyadi juga berpendapat meski pelemahan rupiah berpotensi membuat COGS farmasi akan lebih mahal, namun sektor farmasi ini mencatat permintaan yang cukup stabil dari konsumen pasca-Covid.

"Hal itu disebabkan meningkatnya kesadaran konsumen terhadap kebutuhan menjaga kesehatan," jelas Lionel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .