Kinerja emiten ikut menyumbang penurunan IHSG sepanjang Mei



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penurunan curam Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selama bulan Mei 2019 tak dapat dilepaskan dari kinerja keuangan emiten selama kuartal I 2019. Sementara efek perang dagang hanya merupakan efek lanjutan dari akhir tahun lalu yang tak kunjung rampung.

“Saham-saham dari emiten utama seperti properti, agrikultur hingga tambang tidak terlalu bagus selama kuartal I,” kata Direktur Avere Investama Teguh Hidayat ketika dihubungi Kontan, Jumat (10/5).

Menurut Teguh, wajar bila kurang bagusnya kinerja emiten mendorong para investor untuk keluar lebih dahulu dari bursa dan membuat IHSG memerah Kondisi tersebut membuat Teguh mengingat momen di tahun 2015 lalu ketika harga indeks menghujam hingga level 5.000. Meski begitu kondisi tersebut tidak bisa disamakan dengan kondisi kini.


Teguh bilang, pada waktu itu kondisi makro ekonomi Indonesia memang sedang dalam keadaan tidak baik. “Waktu itu semua saham anjlok. Kalau saya amati beda dengan sekarang yang anjlok hanya yang besar seperti ASII, HMSP, BBRI, BMRI, BBCA dan lain-lain. Sedangkan yang menengah dan kecil bagus-bagus saja,” kata Teguh.

Hal tersebut berbeda dengan kondisi saat ini. “Kondisi ekonomi makro kita masih baik dengan inflasi yang stabil di level rendah, hingga tingkat pengangguran yang diklaim pemerintah paling rendah sepanjang sejarah,” jelasnya. Sehingga Teguh menilai turunnya kapitalisasi pasar indeks kali ini lebih merupakan fase.

Dia menyebut, bila indeks sudah menyentuh level terendah di sekitar 6.000 maka setelahnya potensi rebound dapat terjadi. 

Sinyal tantangan

Teguh memberikan pandangan lain mengenai kinerja emiten yang ia sebut kurang baik sepanjang kuartal I lalu. Menurut dia, kinerja emiten yang tertekan di kuartal pertama merupakan transisi ekonomi. “Aktivitas ekonomi kita sedang mengalami transisi dari ekonomi konvensional menuju digital,” kata Teguh.

Dalam jangka panjang, hal ini menurutnya membuat perusahaan-perusahaan dengan aktivitas perniagaan konvensional rawan terdisrupsi hingga akhirnya memengaruhi harga saham perusahaan serta indeks secara keseluruhan. “Bisa kita lihat dari emiten yang listing di bursa, hanya sedikit yang bisa menyesuaikan transisi ekonomi ini,” kata Teguh.

Dia menyebut emiten seperti perbankan, ritel, hingga penyedia layanan telekomunikasi adalah emiten-emiten yang dengan segera dapat melakukan penyesuaian dan merasakan nikmat transisi ekonomi tersebut. Sedangkan emiten-emiten yang tidak berhubungan langsung dengan kebutuhan primer masyarakat disinyalir bisa mengalami perlambatan kinerja. “Apalagi struktur ekonomi kita masih ditopang oleh aktivitas konsumsi. Bukan ekspor apalagi investasi,” kata Teguh.

Untuk itu ia juga berharap perusahaan rintisan berbasis penyedia jasa layanan digital dapat segera listing di bursa. Bila hal tersebut terealisasi maka kecil kemungkinan indeks akan terpapar sentimen dan transisi aktivitas ekonomi tersebut. “Itu akan sangat membantu dan mendorong lebih lagi indeks domestik kita,” pungkas Teguh.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati