JAKARTA. Kinerja emiten sektor perkebunan mulai menunjukkan perbaikan. Dari 11 emiten perkebunan yang telah melaporkan keuangan per kuartal pertama 2016, enam emiten mencetak pertumbuhan pendapatan. Dari keenam emiten, hanya tiga emiten yang labanya membaik. PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP), PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (SMAR) dan PT Provident Agro Tbk (PALM) adalah tiga emiten yang mencetak perbaikan dari sisi pendapatan dan laba bersih. Bahkan, SMAR membalikkan kondisi kuartal pertama tahun lalu yang masih rugi Rp 78,29 miliar menjadi laba Rp 462,33 miliar.
Di sisi lain, pendapatan PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) turun 6,66% menjadi Rp 3,02 triliun. Tapi, laba emiten kebun Grup Astra ini justru melonjak 133,70% menjadi Rp 422,74 miliar. Baik laba SMAR maupun AALI sebenarnya terdorong oleh keuntungan selisih kurs. SMAR mencatat laba selisih kurs Rp 388,45 miliar. Pada kuartal pertama 2015, SMAR mencetak kerugian selisih kurs Rp 358,95 miliar. AALI mencatat laba selisih kurs Rp 245,16 miliar, juga berkebalikan dari periode yang sama tahun lalu dengan kerugian kurs Rp 246,33 miliar. Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri, mengatakan, AALI memang efektif melakukan efisiensi, sehingga labanya cenderung naik bila dibandingkan dengan kompetitor. Kinerja emiten perkebunan diperkirakan akan semakin subur pada kuartal II tahun ini. Pemicu peningkatan ini adalah kenaikan harga komoditas CPO. Menurut dia, saat ini harga CPO yang berada di sekitar level RM 2.600 per ton menjadi awal baik bagi emiten perkebunan. Sebelumnya harga komoditas CPO berkisar RM 2.300. Inilah yang menyebabkan kinerja emiten perkebunan tertekan dan menyusut tahun lalu bila dibandingkan dengan 2014. "Di sisi emiten, ini harus benar-benar dimanfaatkan, karena ini momentum meningkatkan kinerja setelah tahun lalu tertekan," kata Hans, Jumat (29/4). PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT) dan PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJT) merupakan dua emiten perkebunan yang terhitung jeblok. Pendapatan kedua emiten ini melorot hingga dua digit. Kedua emiten ini pun justru mencetak kerugian. Padahal, BWPT dan ANJT masih bisa untung pada kuartal pertama tahun lalu. PT Gozco Plantation Tbk (GZCO) juga terhitung jeblok. Dengan pertumbuhan pendapatan hingga 31,77%, kerugian emiten ini membengkak 493%. GZCO mencatat beban pokok penjualan 33,48% lebih tinggi ketimbang pendapatan. Inilah sumber jebloknya bottom line GZCO. Hans menambahkan, moratorium mengenai pembatasan izin pembukaan lahan baru turut meniupkan angin segar bagi emiten. Sebab, harga produk CPO akan terkendali dan tidak membuat oversupply yang berdampak pada penurunan harga. Apalagi saat ini di Malaysia, harga CPO sudah pulih dan mulai berlaku pajak sehingga harga CPO internasional juga terangkat naik. Christian Saortua, Analis Minna Padi Investama, mengatakan, tiga bulan pertama 2016, kenaikan harga CPO turut andil meningkatkan pendapatan perusahaan. Tapi, kontribusi kenaikan harga ini belum signifikan.
Produksi yang relatif turun di beberapa emiten perkebunan turut menahan kinerja beberapa emiten. Penguatan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS juga berdampak bagi kinerja. Terlebih, bagi emiten yang banyak mengekspor, sehingga dampaknya akan cukup signifikan. Christian bilang, ekspor umumnya memiliki porsi setengah dari produksi. Dia melihat, kinerja paling baik ditunjukkan AALI yang berhasil melakukan efisiensi. "AALI paling aman secara laporan keuangan," kata Christian. Christian merekomendasikan saham-saham AALI, SSMS, dan DSNG. Sedangkan Hans merekomendasikan saham-saham LSIP, SGRO, dan SIMP. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie