KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Emiten LQ45 tercatat memiliki performa yang kurang baik di pasar saham. Selama sepekan, terjadi penurunan kinerja harga saham sebesar 0,62%, sedangkan sepanjang tahun 2024, indeks tersebut melemah sebesar 8,53%. Lalu, bagaimana strategi investasi dari emiten-emiten yang tergabung dalam indeks LQ45? Untuk melihat hal ini, kita dapat melihat melalui realisasi belanja modal atau
capital expenditure (capex) yang diumumkan oleh masing-masing perusahaan. Berdasarkan realisasi capex di kuartal I-2024 dari perusahaan yang telah merilis kinerjanya, emiten dari sektor energi dan bahan baku masih mengalami peningkatan dalam merealisasikan capex.
Baca Juga: Harga Nikel Naik, Ini Emiten yang Paling Diuntungkan Contohnya, pertumbuhan yang dialami emiten PT Surya Esa Perkasa Tbk (
ESSA) sebesar 617%
year on year (yoy), PT AKR Corporindo Tbk (
AKRA) sebesar 234% yoy, PT Medco Energi Internasional Tbk (
MEDC) 73% yoy, dan PT Bukit Asam Tbk (
PTBA) 192% yoy. Sedangkan, untuk emiten di sektor telekomunikasi, industri, perbankan, ritel, dan konsumer didominasi oleh pelambatan realisasi pertumbuhan capex di kuartal I-2024. Head Customer Literation and Education PT Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi, melihat bahwa emiten dalam indeks LQ45 cenderung melambat dalam realisasi capex tahun ini. Dia juga memperkirakan perlambatan tersebut akan berlangsung hingga akhir tahun ini. Menurutnya, hal ini disebabkan oleh faktor ketidakpastian pertumbuhan ekonomi global di tengah potensi suku bunga yang akan tertahan pada level tinggi untuk waktu yang lebih lama. Hal ini dinilai memberikan sentimen negatif pada emiten untuk cenderung menyesuaikan realisasi capex di tahun ini.
Baca Juga: Harga Nikel Uptrend, Cermati Rekomendasi Analis pada Saham: INCO, NCKL dan ANTM Selanjutnya, emiten yang mengandalkan pembiayaan untuk capex di tahun ini akan cenderung melambat dengan potensi biaya dana yang harus ditanggung jauh lebih besar dengan suku bunga saat ini. Emiten cenderung akan memanfaatkan persediaan kas yang ada, sehingga jika tidak memiliki persediaan yang cukup, maka dapat menyebabkan ekspansi yang dilakukan di tahun ini cenderung melambat dibanding tahun sebelumnya. Di sisi lain, emiten di sektor energi dan bahan baku cenderung banyak merealisasikan peningkatan capex di kuartal I-2024. Ditambah lagi, di tengah normalisasi harga komoditas yang juga dapat memperkuat posisi pasar dan efisiensi, serta persiapan pemulihan harga ke depannya.
Baca Juga: Akan Bayar Dividen Di Atas Rp 2 T, Saham Blue Chip Ini Layak Dibeli? Head of Business Development Division Henan Putihrai Asset Management (HPAM), Reza Fahmi, menyebut terdapat dua sentimen yang mampu mempengaruhi ekspansi emiten LQ45, yaitu pemulihan ekonomi dan sektor bisnis baru. Berkaca pada tahun 2023, pemulihan ekonomi dalam negeri menjadi pendorong utama bagi para emiten LQ45 untuk berekspansi di tahun 2023.
Dalam hal sektor bisnis baru, dia memberikan contoh seperti Astra International yang berencana berinvestasi di sektor bisnis baru. Hal ini dapat menjadi kontributor yang baik bagi bisnis dan menjadi mesin pertumbuhan jangka panjang perusahaan. Adapun dari aspek strategi, sebagai contoh, XL Axiata menyebut akan terus mengalokasikan capex untuk pembangunan infrastruktur jaringan dan digitalisasi. Kemudian, Telkom Indonesia berencana untuk mempertahankan alokasi capex sekitar 22%–25% dari pendapatan pada tahun ini. Secara garis besar, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta, memaparkan bahwa rata-rata emiten berhati-hati dalam menerapkan strategi ekspansi bisnisnya. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan keberlanjutan perusahaan.
Baca Juga: IHSG Berpotensi Konsolidasi pada Akhir Mei, Begini Trading Plan dari Ajaib Sekuritas Editor: Noverius Laoli