Kinerja Emiten LQ45 Membaik di 2021, Begini Rekomendasi Sahamnya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setidaknya ada 23 emiten anggota Indeks LQ45 telah melaporkan kinerja keuangan tahun 2021. Dari jumlah tersebut, mayoritas emiten mencatat perbaikan kinerja.

Kinerja lima emiten sektor perbankan kompak meningkat. PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) kompak membukukan laba bersih tahun lalu.

BBNI  mencatat laba bersih sebesar Rp 10,89 triliun sepanjang tahun lalu. Angka ini melesat 232,2% secara tahunan atau year-on-year (yoy). BMRI berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp 28,03 triliun, tumbuh 66,8% secara tahunan. Sedangkan BBCA membukukan laba bersih sebesar Rp 31,4 triliun atau meningkat 15,8% secara tahunan.


Baca Juga: Menangkap Peluang Pada Pasar Saham di Tengah Konflik Rusia-Ukraina

Emiten telekomunikasi yang telah merilis kinerja keuangan, yakni PT XL Axiata Tbk (EXCL) juga melaporkan adanya peningkatan laba bersih. Tahun lalu, EXCL membukukan laba bersih Rp 1,28 triliun atau  tumbuh 246,6% secara tahunan.

Analis Fundamental B-Trade Raditya Krisna Pradana menilai, perbaikan kinerja emiten perbankan besar selaras dengan pemulihan ekonomi nasional yang sedang terjadi. Hal ini didukung oleh sejumlah kebijakan dan stimulus yang diberikan oleh pemerintah, sehingga dapat menggairahkan roda perekonomian di dalam negeri dan berimbas positif ke kinerja perbankan.

Sedangkan kinerja EXCL tidak terlepas dari efek peningkatan kualitas jaringan dan program digitalisasi sebagai upaya menciptakan customer experience dan value bagi pelanggan.

Baca Juga: IHSG Diproyeksi Menguat Pekan Depan, Berikut Sentimen Pendorongnya

Namun, tidak semua konstituen Indeks LQ45 mencetak kinerja memuaskan. Emiten karya yakni PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) mencatatkan laba bersih yang menurun 36,6% menjadi sebesar Rp 117,66 miliar pada 2021. Ada pula PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) yang laba bersihnya turun hingga 27,33% menjadi Rp 2,02 triliun.

Raditya menilai, terkontraksinya kinerja WIKA dan SMGR tidak terlepas dari dampak tingginya angka positif  Covid-19, baik gelombang varian delta di pertengahan tahun maupun varian omicron di pengujung tahun 2021.

Namun untuk tahun ini, Raditya menilai WIKA dan SMGR berpotensi mencatat perbaikan kinerja karena terdapat proyek ibu kota negara (IKN). Adanya proyek IKN berpotensi meningkatkan permintaan produk dan layanan dari WIKA dan SMGR.

Baca Juga: Rekomendasi Saham dan Proyeksi IHSG, Senin (21/3)

Kinerja emiten perbankan juga diproyeksikan masih berpeluang naik tahun ini. Salah satu pendorongnya yakni rencana kenaikan suku bunga oleh Bank Sentral Amerika Serikat (AS), yakni The Fed, yang sudah dimulai pada bulan Maret 2022.

The Fed berencana meningkatkan suku bunga sebanyak tiga kali sampai empat kali pada tahun ini yang bertujuan untuk meredam inflasi AS yang tinggi. Dari katalis tersebut, kemungkinan Bank Indonesia (BI) juga akan meningkatkan suku bunga acuan pada tahun ini.

Apabila suku bunga acuan naik, maka suku bunga simpanan dan kredit akan berpotensi naik juga. “Hal ini menyebabkan masyarakat mulai melirik deposito untuk alternatif investasi, sehingga banyak orang kembali memasukkan/menyimpan uang di bank.  Tentunya hal ini menjadi katalis positif bagi perbankan,” terang Raditya kepada Kontan.co.id, Minggu (20/3).

Kinerja emiten berbasis komoditas juga berpotensi masih menguat di tahun ini selama Rusia dan Ukraina belum menemukan titik temu untuk berdamai. Di tengah tingginya permintaan, memanasnya hubungan geopolitik Rusia dan Ukraina membuat pasokan komoditas terganggu. Kondisi ini yang menyebabkan kenaikan signifikan harga komoditas akhir-akhir ini.

Baca Juga: Begini Jurus Bank Digital untuk Tingkatkan Jumlah Simpanan

Rekomendasi saham

Senada, analis Panin Sekuritas Timothy Wijaya menilai kinerja emiten tambang batubara seperti PT Adaro Energy Tbk (ADRO) akan solid tahun ini. Timothy menilai, harga batubara sepanjang tahun 2022 dapat terus bertahan di level US$ 160 per ton seiring dengan konflik yang terjadi di Ukraina. Berdasarkan asumsi ini, laba bersih ADRO pada 2022 diestimasikan meningkat menjadi US$ 1,20 miliar, naik dari estimasi sebelumnya di level US$ 476 juta.

Outlook ADRO juga dipoles oleh potensi pengembangan usaha di bidang energi terbarukan serta posisi neraca yang sehat. Timothy merekomendasikan beli saham ADRO dengan target harga Rp 3.400.

Timothy juga mempertahankan outlook positif untuk ITMG. Namun ITMG memiliki target produksi dan penjualan yang cenderung stagnan (flat) dibandingkan peers, sehingga perkembangan pendapatan di tahun ini berpotensi lebih rendah. Timothy merekomendasikan beli saham ITMG dengan target harga Rp 32.500 per saham.

Baca Juga: Lama Tak Terdengar, Begini Kelanjutan Kasus CEO Jouska

Sementara untuk PTBA, prospeknya ditunjang oleh potensi pengembangan usaha strategis seperti PLTU Sumsel 8 dan pengembangan angkutan infrastruktur kereta api dan Pelabuhan Kramasan serta Perajen. Pengembangan infrastruktur kereta api ini akan berdampak terhadap potensi penurunan biaya angkut kereta yang saat ini porsinya 26% dari total biaya.

“Namun patut diketahui, PTBA memiliki pangsa pasar domestik yang dominan dengan harga batubara acuan (HBA) yang relatif lebih rendah dari harga batubara acuan global,” terang Timothy. Untuk saham PTBA direkomendasikan beli dengan target harga Rp 4.100.

Sementara itu, terdapat sejumlah saham yang punya prospek bagus namun valuasinya masih menarik yang direkomendasikan oleh Raditya, yakni BBTN dengan target harga Rp 1.970, BBNI dengan target harga 8.700, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dengan target harga 2.800, dan ASII dengan target harga Rp 6.900.

Di sisi lain, menurut Raditya emiten yang masih akan tertekan kinerjanya tahun ini adalah emiten rokok. “Emiten-emiten rokok kami proyeksikan masih terdampak kenaikan harga cukai dua tahun terakhir,” pungkas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati