KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten plastik sepanjang semester pertama 2023 kurang memuaskan. Mayoritas emiten membukukan penurunan laba bersih di enam bulan pertama 2023. Misalkan, PT Sinergi Inti Plastindo Tbk (ESIP) yang penjualan bersihnya turun 13,57% menjadi senilai Rp 28,52 miliar per semester I-2023. Akibatnya, laba tahun berjalan ESIP merosot 86,8%, dari semula sebesar Rp 1,8 miliar menjadi Rp 239,92 juta. PT Panca Budi Idaman Tbk (PBID) membukukan laba bersih Rp 167,37 miliar sepanjang semester I-2023. Realisasi ini menurun 22,15% dari laba bersih yang dibukukan pada semester I-2022 yang mencapai Rp 215,02 miliar.
Penurunan laba bersih ini sejalan dengan penurunan pendapatan. Emiten produsen plastik kemasan ini membukukan pendapatan senilai Rp 2,34 triliun, menurun 6,37% dari pendapatan di periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 2.50 triliun.
Baca Juga: Kinerja Champion Pacific Indonesia (IGAR) Tertekan di Semester I-2023, Ini Alasannya Direktur & Corporate Secretary PBID Lukman Hakim menyebut, penurunan penjualan terjadi pada kuartal kedua 2023, dimana pada periode ini banyak terjadi hari libur dan cuti Bersama. Banyaknya hari libur yang terjadi pada kuartal kedua turut mempengaruhi omzet PBID. Di sisi lain, sejumlah beban dan biaya (cost) tetap berjalan. Kinerja keuangan PT Champion Pacific Indonesia Tbk (IGAR) juga mengalami koreksi sepanjang semester I-2023. Hal ini tercermin dari menurunnya pos laba bersih dan pendapatan sepanjang enam bulan pertama 2023 Emiten produsen plastik ini mengemas laba bersih senilai Rp 22,25 miliar sepanjang semester I-2023, menurun 40,89% dari laba di periode semester I-2022 yang mencapai Rp 37,65 miliar. Turunnya laba bersih sejalan dengan penurunan pendapatan, dimana pendapatan IGAR pada semester I-2023 sebesar Rp 458,24 miliar, menurun 14,82% dari pendapatan di periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp 538,02 miliar. Direktur Utama Champion Pacific Indonesia Antonius Muhartoyo mengatakan, ada sejumlah faktor yang membuat kinerja IGAR menurun. Pertama, bisnis farmasi yang surut dan cenderung kembali seperti kondisi tahun 2018. “Sekarang ini stok bahan baku dan bahan jadi di produsen obat masih melimpah, sehingga porsi (pasar kemasan di sektor ini) sedikit,” kata Antonius kepada Kontan.co.id, Senin (14/8). Memang, pendapatan IGAR yang berasal dari penjualan kemasan industri farmasi mengalami penurunan. Padahal, pendapatan dari sektor ini menjadi kontributor terbesar, yakni senilai Rp 399,26 miliar atau 87% dari pendapatan IGAR. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, pendapatan dari segmen farmasi menurun 15,31%, dimana pada semester I-2022, pendapatan dari segmen ini mencapai Rp 471,45 miliar. Kedua, selain melemahnya permintaan dari farmasi, Antonius menilai perang Rusia dan Ukraina menyebabkan ada kepanikan di dunia industri kemasan, yang menyebabkan adanya kekhawatiran terkait pasokan bahan baku dan bahan jadi. Dus, berkaca pada kinerja semester pertama 2023, Antonius pesimistis target kinerja tahun 2023 akan tercapai. Sebelumnya, manajemen IGAR mengincar pertumbuhan pendapatan usaha dan laba bersih sebesar 6% pada 2023.
Baca Juga: Pendapatan dan Laba Bersih Champion Pacific (IGAR) Kompak Terkoreksi pada Semester I Meski demikian, IGAR terus mendorong dan meningkatkan produk pangsa non farmasi pada sisa tahun ini. Di sisi lain, dia juga meyakini prospek industri farmasi masih akan positif ke depan. “Kelihatannya sesudah bulan Agustus ini bisnis farmasi akan mulai bergerak naik,” sambung dia.
Berbeda, PBID masih optimistis target yang dipasang tahun ini akan tercapai. Sebelumnya Manajemen menargetkan penjualan tumbuh di kisaran 10% pada 2023, dengan laba bersih diharapkan tumbuh 8% sampai 10%. Menurut Lukman, salah satu sentimen pendorong permintaan adalah naiknya demand plastik menjelang tahun politik. Selain itu, permintaan plastik dari industri makanan juga masih kencang. PBID juga telah menyiapkan sejumlah strategi guna menggenjot penjualan tahun ini. “Strategi ke depannya diantaranya ekspansi pasar ke Jawa Timur & Indonesia Timur, meningkatkan kualitas produk dan layanan, meningkatkan inovasi produk, diversifikasi produk, efisiensi biaya operasional, dan meningkatkan brand value,” kata Lukman. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi