Kinerja emiten sektor konsumer berpeluang meningkat sepanjang 2019



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah sentimen positif membuat emiten-emiten sektor konsumer berpeluang mencetak kinerja lebih baik sepanjang tahun 2019 berjalan.

Salah satunya adalah kenaikan anggaran untuk bantuan sosial (bansos) dalam APBN dari 36 triliun di 2018 menjadi Rp 50 triliun di tahun ini.

Analis Danareksa Sekuritas, Natalia Sutanto menyampaikan, kenaikan anggaran bansos di atas kertas akan mendorong konsumsi di masyarakat. Terlebih lagi, anggaran tersebut diprioritaskan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah.


 “Daya beli masyarakat otomatis akan meningkat sehingga kelak akan berdampak positif bagi pendapatan emiten konsumer,” ujarnya, Jumat (11/1).

Sinyal terhadap besarnya permintaan produk-produk konsumsi juga terlihat dari meningkatnya persepsi konsumen. Ini terbukti dari kenaikan indeks keyakinan konsumen (IKK) di bulan Desember 2018 yang berada di level 127,0. Angka ini lebih tinggi dari bulan sebelumnya sebesar 122,7.

Analis BNI Sekuritas, William Siregar menambahkan, penurunan harga jual BBM juga bisa membantu kinerja emiten-emiten konsumer.

Seperti yang diketahui, awal bulan ini Pertamina menurunkan harga jual sejumlah BBM, contohnya Pertalite yang turun dari Rp 7.800 per liter menjadi Rp 7.650 per liter.

Menurut William, penurunan harga jual BBM paling tidak akan mengurangi beban biaya produksi dan distribusi produk dari para pemain di sektor konsumer.

“Penurunan harga BBM akan menjaga daya beli masyarakat karena harga barang-barang konsumsi juga menjadi lebih stabil,” katanya, akhir pekan lalu.

Tren penguatan rupiah di awal tahun 2019 juga bisa menopang kinerja emiten konsumer, khususnya emiten yang memiliki beban impor bahan baku cukup besar.

Ambil contoh PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) yang memiliki kebutuhan impor gandum untuk pembuatan produk mie instan.

Meski demikian, William berharap ke depannya rupiah akan tetap bergerak di titik keseimbangannya. Dalam hal ini, mata uang garuda tidak menguat terlalu tajam dalam waktu singkat. Begitu pula sebaliknya.

Sebab, penguatan rupiah yang terlalu tajam juga dapat mendatangkan dampak negatif bagi emiten-emiten yang berorientasi ekspor. Misalnya PT Mayora Indah Tbk (MYOR) yang mana sekitar 45% pendapatannya berasal dari penjualan ekspor.

Isu perlambatan ekonomi global pun diyakini belum akan menekan kinerja emiten-emiten sektor konsumer dalam waktu dekat.

Ini mengingat sektor konsumer sudah dikenal sebagai sektor defensif yang arah pertumbuhan kinerjanya tidak dipengaruhi secara langsung oleh kondisi ekonomi global.

William bilang, sejauh ini sentimen perlambatan ekonomi global baru akan berdampak signifikan pada sektor perbankan, properti, atau barang konsumsi tahan lama seperti otomotif.

Untuk sementara, dampak terburuk dari sentimen tersebut pertumbuhan kinerja emiten sektor konsumer akan kembali stagnan.

“Tapi kinerja emiten konsumer tidak akan sampai ke tahap melemah walau ada isu perlambatan ekonomi dunia,” terang dia.

William sendiri memilih PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) sebagai emiten konsumer yang punya peluang kinerja paling positif di tahun ini. Ia merekomendasikan beli saham emiten tersebut dengan target Rp 9.500 per saham.

Senada, Natalia juga memfavoritkan INDF mengingat valuasi sahamnya terbilang murah bila dibandingkan dengan emiten-emiten lain di sektor serupa. Ia merekomendasikan beli saham INDF dengan target Rp 8.200 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto