KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten produsen semen masih berat hingga kuartal III 2024. Sejumlah emiten mencatatkan penurunan pendapatan di tengah lesunya industri properti, tingginya suku bunga, dan kondisi
oversupply di pasar semen domestik. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (
INTP) mencatatkan pendapatan neto Rp 13,32 triliun per kuartal III 2024. Raihan ini naik 3,03% secara tahunan alias
year on year (yoy) dari Rp 12,92 triliun per kuartal III 2023. Laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk alias laba bersih pun menjadi sebesar Rp 1,05 triliun per 30 September 2024. Angka ini turun 16,67% yoy dari Rp 1,26 triliun pada periode sama tahun lalu.
PT Semen Indonesia Tbk (
SMGR) mencatatkan pendapatan sebesar Rp 26,29 triliun per kuartal III 2024, ini turun 4,93% yoy dari Rp 27,66 triliun per kuartal III 2023. Laba bersih SMGR pun tercatat menjadi Rp 719,72 miliar, turun 58% yoy dari Rp 1,71 triliun pada periode sama tahun lalu. PT Cemindo Gemilang Tbk (
CMNT) mencatatkan rugi Rp 176,7 miliar per kuartal III 2024. Ini berbanding terbalik dari pendapatan operasi lain sebesar Rp 3,20 miliar di periode sama tahun lalu.
Baca Juga: Cemindo Gemilang (CMNT) Catat Rugi Rp 176,7 Miliar per Kuartal III 2024 Sementara, CMNT mengantongi pendapatan neto dari kontrak dengan pelanggan sebesar Rp 6,49 triliun per kuartal III 2024. Meskipun naik 37% secara kuartalan, tetapi raihan ini turun 5,34% yoy. Manajemen CMNT mengatakan, Cemindo mencatatkan peningkatan volume penjualan secara kuartalan, dengan penjualan semen kantong meningkat 42%. Ini terutama didorong oleh permintaan di pasar regional Sumatra. Di Vietnam, di mana anak perusahaan beroperasi, pasar semen domestik mulai menunjukkan tanda pemulihan. Namun, badai topan yang melanda Vietnam pada bulan September lalu memperlambat aktivitas konstruksi dan properti. “Sehingga, konsumsi pasar domestik cenderung stagnan hingga September 2024 dibandingkan periode yang sama tahun lalu,” ujar manajemen dalam keterbukaan informasi di lama Bursa Efek Indonesia (BEI). Kata manajemen CMNT, industri semen domestik tengah menunjukkan pemulihan, dengan volume penjualan semen nasional di Indonesia meningkat sebesar 31% pada kuartal III dibandingkan kuartal sebelumnya. Pertumbuhan ini terutama didorong oleh peningkatan permintaan semen kantong dan curah, khususnya di Pulau Sumatra dan Jawa. “Secara keseluruhan, pasar domestik mencatat kenaikan moderat sebesar 0,82% hingga September 2024 dibandingkan periode yang sama tahun lalu,” tutur manajemen. Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Miftahul Khaer mengatakan, kinerja emiten semen secara umum memang cukup tertekan per kuartal III 2024, baik dari sisi pendapatan maupun laba. Salah satu faktor penurunan itu dikontribusikan oleh kondisi industri semen domestik yang belum mengalami perbaikan signifikan dalam sembilan bulan pertama tahun 2024. “Hal tersebut pun berdampak pada penurunan volume penjualan, terutama pada segmen semen kantong,” ujarnya kepada Kontan, Senin (4/10). Meskipun begitu, ada peluang perbaikan kinerja di periode mendatang yang cukup cerah ke depan, salah satunya dari kebijakan Presiden Prabowo Subianto di segmen properti, yaitu program pembangunan 3 juta rumah.
Baca Juga: Banyak Blue Chip, Ini Saham Pilihan Di Indeks Kompas100 untuk Akhir Tahun 2024 Program tersebut bisa menjadi katalis positif bagi sektor semen, karena berpotensi untuk meningkatkan peningkatan produk di periode mendatang. Selain itu, katalis keberlanjutan pembangunan IKN di masa pemerintah yang baru juga menjadi harapan untuk meningkatkan permintaan dan sekaligus mengurangi kondisi oversupply di industri ini. “Secara tidak langsung pun pelonggaran level suku bunga bank sentral bisa berdampak positif pada sektor semen nasional melalui sektor properti,” tuturnya. Melansir RTI, saham para emiten semen tengah mengalami penurunan sejak awal tahun ini alias year to date (YTD). Kinerja saham INTP turun 26,86% YTD, SMGR turun 43,59% YTD, dan CMNT turun 13,39% YTD. Menurut Khaer, penurunan saham para emiten tersebut mencerminkan kinerja operasional mereka. Selain itu, pada awal tahun sentimen untuk industri semen domestik juga masih kurang begitu kuat untuk mendorong pergerakan harga sahamnya. “Secara valuasi pun saham saham SMGR dan INTP masih kurang menawarkan value yang begitu menarik dan tergolong fair,” ungkapnya. Alhasil, Khaer masih menyematkan rekomendasi
wait and see untuk INTP dan SMGR. Head of Investment Nawasena Abhipraya Investama, Kiswoyo Adi Joe mengatakan, selain karena
oversupply pasar semen domestik, penurunan kinerja para emiten dibebani oleh masih tingginya harga batubara. “Tertekannya kinerja emiten disebabkan oleh industri semen yang masih
oversupply, sehingga penjualan tidak maksimal,” ujarnya kepada Kontan, Senin (4/11). Kinerja para emiten semen diproyeksikan masih tak terlalu bergairah ke depan. Bahkan, program pembangunan tiga juta rumah dari pemerintahan baru tidak akan begitu berpengaruh ke kinerja para emiten. “Memang, permintaan bisa meningkat. Tetapi, jika pesanan semen itu disertai dengan permintaan potongan harga, peningkatan penjualannya tidak akan begitu tinggi ke depan,” tuturnya.
Di sisi lain, pemotongan suku bunga bank sentral bisa menjadi sedikit angin segar bagi para emiten semen. Pemotongan suku bunga The Fed memang belum pasti dilanjutkan. Tetapi jika calon presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memenangkan Pilpres 2024, suku bunga The Fed diproyeksikan akan turun hingga tahun 2025. “Namun, dampak pemotongan suku bunga itu baru akan dirasakan ke kinerja emiten semen di akhir tahun depan,” ungkapnya. Kiswoyo pun merekomendasikan
buy on weakness untuk INTP dan SMGR dengan target harga di awal tahun 2025 yang lebih rendah dari harga sekarang.
Untuk INTP, investor bisa masuk di level Rp 6.800 - Rp 6.500 per saham. Sementara, untuk SMGR, investor bisa masuk di level Rp 3.500 - Rp 3.000 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari