KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tiga BUMN tambang yakni PT Aneka Tambang Tbk (
ANTM), PT Bukit Asam Tbk (
PTBA), serta PT Timah Tbk (
TINS) telah merilis laporan kinerja keuangannya hingga semester I-2019.
ANTM misalnya, yang merilis laporan keuangan Selasa (1/10) membukukan kenaikan pendapatan sebesar 22% menjadi Rp 14,42 triliun. Komoditas emas masih menopang kinerja ANTM sepanjang semester I-2019. Volume penjualan emas
ANTM tercatat naik 14% dengan kontribusi sebesar Rp 9,61 triliun atau 67% dari total pendapatan ANTM.
Meski demikian, laba bersih ANTM hanya tumbuh 6,1% menjadi Rp 365,75 miliar. Hal ini ditengarai akibat naiknya beberapa beban-beban
ANTM seperti beban pokok penjualan yang naik 25,01%. Sementara TINS pendapatannya meroket hingga 120% secara
year-on-year (yoy) menjadi Rp 9,65 triliun di semester I-2019. Laba bersih TINS juga terkerek naik 20,66% menjadi Rp 205,29 miliar. Namun, nasib berbeda dialami oleh PTBA. Emiten yang bergerak di bidang tambang batubara ini harus menelan pil pahit akibat kinerja yang menurun sepanjang paruh pertama 2019. Pendapatan PTBA naik tipis 1,14% menjadi Rp 19,61 triliun di semester I-2019. Meski demikian, laba PTBA justru merosot tajam. Tercatat, laba bersih PTBA semester I-2019 sebesar Rp 2,01 triliun atau anjlok 24,44% dibanding periode yang sama tahun lalu. Meski demikian, “Dengan kondisi penurunan harga batubara saat ini, capaian ini sudah yang terbaik yang bisa dicapai PTBA,” ungkap Sekretaris Perusahaan PTBA Suherman saat dihubungi Kontan.co.id beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Pasca rilis kinerja semester I 2019, ini rekomendasi saham Aneka Tambang (ANTM) Analis OSO Sekuritas Sukarno Alatas menilai PTBA menjadi emiten tambang pelat merah yang paling berpotensi untuk tertekan akibat penurunan harga batubara. Sukarno bilang, hingga saat ini harga batubara telah merosot hingga 31,71% secara
year-to-date (ytd). Hal ini berpotensi menyebabkan kinerja PTBA akan memburuk di tahun ini. Hal yang sama berlaku untuk TINS. Meski kinerja semester ini moncer, TINS masih dibayangi oleh penurunan harga timah. “Harga timah secara ytd telah turun 16,56%,” ujar Sukarno saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (2/10). Meski demikian, Sukarno memprediksi harga timah akan kembali naik. Ia juga menilai langkah TINS untuk mengurangi volume ekspor timah secara bertahap akan berdampak baik bagi harga timah untuk jangka panjang. Namun menurutnya untuk saat ini pengurangan ekspor timah berpotensi mengganggu kinerja TINS. Untuk diketahui, TINS berencana untuk mengurangi volume ekspor timah guna memperbaiki harga timah yang semakin merosot. Namun, rencana ini bakal dievaluasi kembali jika harga timah sudah membaik. Di lain sisi, ANTM dinilai sebagai emiten tambang plat merah yang paling bersinar. Secara harga, komoditas emas menunjukkan tren pertumbuhan positif. Namun Sukarno menyarankan agar investor tetap berhati-hati karena harga emas saat ini cenderung terkoreksi. Analis Samuel Sekuritas Dessy Lapagu mengatakan dari sisi global harga emas
spot yang sedang melemah berpotensi untuk menekan emiten-emiten emas, termasuk ANTM.
Baca Juga: Laba Anjlok Terjegal Penurunan Harga Batubara, Ini Strategi Bukit Asam (PTBA) Dessy bilang, hasil kinerja ANTM sepanjang semester I-2019 sudah sesuai dengan ekspektasi. “Kami mempertimbangkan kondisi harga komoditas global dengan performa harga emas tahun ini yang cukup leading,” ujar Dessy kepada Kontan.co.id, kemarin. Sukarno merekomendasikan untuk
wait and see terhadap saham
PTBA,
TINS, dan
ANTM. Sementara Dessy merekomendasikan
buy saham ANTM dengan target harga Rp 1.250 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi