Kinerja Emiten Tekstil Diprediksi Masih Turun, Berikut Rekomendasi Sahamnya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten industri tekstil diprediksi masih belum mengalami kenaikan pada tahun 2024. Hal itu karena adanya sejumlah kendala, salah satunya seperti turunnya penjualan sehingga berdampak pada kinerja.

Equity Analyst Kiwoom Sekuritas Indonesia, Abdul Azis mengatakan, secara keseluruhan kinerja emiten tekstil masih mengalami penurunan kinerja baik secara top line ataupun bottom line pada tahun 2023.  

Menurut Azis, turunnya penjualan dan tingginya beban membuat beberapa emiten tekstil mengalami kerugian yang cukup besar seperti PT Indo-Rama Synthetics Tbk. (INDR), PT Sri Rezeki Isman Tbk. (SRIL) dan PT Asia Pacific Fibers Tbk. (POLY). 


Baca Juga: Utilisasi Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Turun, Ini Kata Emiten TPT

Namun, dia menyebutkan bahwa beberapa perusahaan juga masih ada yang mencatat kinerja laba seperti PT Trisula Textile Industries Tbk. (BELL) dan PT Trisula International Tbk. (TRIS). 

“Hal tersebut didorong oleh pendapatan lainnya seperti pendapatan komisi, pendapatan sewa, dan pendapatan keuangan,” ujar Azis kepada Kontan.co.id, Senin (15/1). 

Lebih lanjut, dia mengatakan adanya hajatan pemilu Calon Presiden dan Wakil Presiden di tahun ini juga masih belum bisa mendorong kinerja emiten tekstil karena masih banyaknya tantangan, seperti persaingan yang semakin banyak, yang diakibatkan dari import produk tekstil. 

Untuk itu, Azis belum bisa merekomendasi saham-saham tekstil lantaran valuasinya yang masih cenderung mahal dan pergerakan sahamnya memiliki volatilitas yang tinggi.

“Tapi kami merekomendasikan TRIS untuk trading jangka pendek dengan target harga Rp 212-Rp 214 per saham, dan support Rp 200-Rp 202 per saham,” kata dia. 

Emiten tekstil dan garmen, PT Trisula International Tbk (TRIS) menyatakan utilisasi pabrik tekstil TRIS saat ini sekitar 75% di mana masih di atas rata-rata industri.

Sementara itu, Sekretaris Perusahaan Trisula International Kresna Wilendrata mengatakan saat ini utilisasi perusahaan masih turun, salah satu penyebabnya yaitu karena menurunnya ekspor ke Amerika Serikat (AS) dan Eropa.

"Karena tercatat sampai sekarang pasar TRIS paling besar berada di AS dan Australia," kata Kresna kepada Kontan.co.id, Senin (15/1).

Baca Juga: Industri TPT Diperkirakan Masih Lesu Hingga Tahun 2024

Sedangkan diberitakan sebelumnya, Anak usaha TRIS, PT Trisula Textile Industries Tbk (BELL) menyatakan utilisasi kapasitas pabrik saat ini sekitar 75%. 

Presiden Direktur BELL Karsogno Wongso Djaja mengatakan, BELL akan berfokus pada segmen pasar menengah atas untuk produk ritelnya melalui brand JOBB dan Jack Nicklaus (JN) dengan bahan yang berkualitas tinggi.

"Kami juga melakukan peningkatan produktivitas dan efisiensi dengan pembelian mesin-mesin baru dan modern untuk menopang level produksi seiring sudah kembali normal aktivitas ekonomi untuk dapat memenuhi permintaan pasar," kata Karsogno kepada Kontan.co.id, Selasa (9/1).

Selaras dengan hal tersebut, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia Nafan Aji Gusta memperkirakan prospek kinerja emiten tekstil rata-rata mengalami performa yang menurun di tahun 2024. Hal tersebut dilihat dari sisi pertumbuhan dan pendapatan yang masih buruk. 

“Apalagi sehubungan dengan adanya faktor dari perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok, lalu juga faktor meningkatnya oversupply, dan faktor berkaitan dengan menurunnya tingkat demand,” ujar Nafan kepada Kontan.co.id, Senin (15/1). 

Nafan mengatakan, pertumbuhan emiten tekstil sudah mengalami penurunan kinerja sejak tahun 2022 dan 2023 lalu. Dia menilai, adanya hajatan pemilu pada tahun ini juga tidak dapat meningkatkan performa kinerja mereka karena pemilu 2024 program kampanyenya lebih mengarah pada digitilasasi, seperti memanfaatkan media sosial dan influencer, dibandingkan memanfaatkan tekstil untuk pembuatan baju atau baliho. 

“Memang untuk pemilu di tahun ini euforia dalam memanfaatkan industri tekstil tidak semasif dibandingkan di tahun 2012, 2014, 2016, yang butuh banyak baliho atau kaos partai ya,” kata Nafan. 

Baca Juga: Kinerja Industri TPT Diprediksi Masih Suram

Dengan begitu, dia mengatakan bahwa hal tersebut tentu mempengaruhi pergerakan harga saham emiten tekstil yang tidak begitu likuid. Namun setidaknya mereka bisa membuat laba bersih dengan menerapkan efisiensi bisnis maupun penjualan aset, yang tujuannya agar menyehatkan cashflow. 

“Karena memang ini sebenarnya cara agar perusahaan tekstil bisa tetap sustainable, mereka juga harus bisa beradaptasi, misalnya membuat tekstil yang memang menarik minat pasar, mengikuti fashion, dan lainnya,” kata Nafan. 

Nafan pun tidak memberikan rekomendasi saham untuk emiten tekstil karena sahamnya tidak likuid dan pergerakan sahamnya memiliki volatilitas yang tinggi, “Not rated, itu juga tidak ada target harganya,” pungkasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .