JAKARTA. PT Express Transindo Utama Tbk merasa terpukul pasca pemerintah kembali memperbolehkan operasi ride sharing applications atawa transportasi berbasis aplikasi. Perusahaan jasa taksi dengan bendera Express tersebut merasa terganggu dengan kehadiran moda transportasi tersebut. Express Transindo menyoal tentang tarif murah dari para pelaku transportasi berbasis aplikasi. Pelaku transportasi berbasis aplikasi yang mereka maksud tak cuma roda empat seperti Uber Taxi, melainkan juga pelaku transportasi berbasis aplikasi roda dua, seperti GoJek dan GrabBike. Tarif murah tersebut merupakan wujud persaingan tak sehat. "Mainnya serang harga, ya enggak
fair, pengemudi taksi yang kasihan," keluh Merry Angraini, Sekretaris Perusahaan PT Express Transindo Utama Tbk, kepada KONTAN, Jumat (18/12).
Manajemen Express Transindo membeberkan, tarif murah bisa terjadi karena para pelaku transportasi berbasis aplikasi tak membayar pajak. Para pelaku transportasi berbasis aplikasi juga tak membayar sejumlah beban yang umumnya perusahaan angkutan umum keluarkan. Mengintip laporan keuangan Express Transindo pada kuartal III-2015, terdapat 10 beban langsung yang mereka bayarkan. Enam di antaranya: Pertama, penyusutan armada dan peralatan senilai Rp 200,84 miliar. Kedua, gaji dan tunjangan Rp 94,58 miliar. Ketiga, beban perbaikan, pemeliharaan dan suku cadang Rp 56,45 miliar. Keempat, bahan bakar Rp 54,09 miliar. Kelima, beban KIR dan perizinan operasi armada sebesar Rp 12,87 miliar. Dan, keenam, asuransi Rp 10,04 miliar. Total beban langsung Express Transindo pada kuartal III-2015 tersebut setara dengan 67,29% dari total pendapatannya, yakni Rp 721,41 miliar. Porsi beban langsung terhadap pendapatan tersebut melonjak ketimbang posisinya pada kuartal III-2014, yakni 56,43%. Pada kuartal III-2014, beban langsung dan pendapatan tercatat Rp 361,24 miliar dan Rp 640,15 miliar. Pendapatan susut Selain kalah saing dari sisi tarif, Express Transindo mati kutu menghadapi konsumen. Perusahaan berkode TAXI di Bursa Efek Indonesia tersebut menuding, jumlah konsumen mereka berkurang pasca kehadiran transportasi berbasis aplikasi. Pada akhirnya, pendapatan Express Transindo ikut menyusut. Hanya, perusahaan itu tak menggambarkan besar penyusutan pendapatan yang dimaksud. Yang pasti, Express Transindo tak bisa menyalahkan pilihan konsumen memakai moda transportasi dengan tarif lebih murah. "Yah, masyarakat kalau ditawarkan jasa yang lebih murah, pasti pilih yang lebih murah, tidak bisa disalahkan," ujar Merry. Meski mengeluhkan keberadaan pelaku transportasi berbasis aplikasi, Express Transindo bukannya tidak memanfaatkan aplikasi sejenis. Manajemen perusahaan itu pernah bilang, terdapat pengemudi taksi mereka yang menggunakan aplikasi Grab Taxi.
Namun dengan alasan hubungan dengan para sopir memakai sistem kemitraan, Express Transindo mengaku, aplikasi itu tidak berdampak bagi pendapatan perusahan. Karena itu, Express Transindo berencana meluncurkan sistem teknologi pemesanan taksi anyar sendiri pada Januari 2016. Mereka menggandeng salah satu perusahaan jasa telekomunikasi. Direktur Keuangan PT Express Transindo Utama Tbk David Santosa berharap, sistem tersebut bisa meningkatkan kontrol atas biaya dan aktivitas kendaraan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia