Kinerja Garuda bobol lagi



JAKARTA. Pertahanan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk bobol lagi. Pendapatan mereka pada semester I-2016 kembali turun, sama seperti kuartal I-2016. Malahan, bottom line kali ini memerah.

Pendapatan Garuda Indonesia pada semester I 2016 turun 4,14% menjadi US$ 1,76 miliar. Sementara bottom line tercatat rugi US$ 63,19 juta. Padahal pada semester I-2015 untung US$ 29,29 juta. Sementara pada kuartal I-2016, bottom line Garuda Indonesia turun tapi tak sampai merah.

Laba mereka susut dari US$ 12,42 juta pada kuartal I-2015, menjadi US$ 834.775 pada kuartal I-2016. Selain pendapatan turun, pada semester I-2016, keuangan Garuda Indonesia tertekan beban. Beban usaha perusahaan berkode GIAA di Bursa Efek Indonesia itu naik 1,12% menjadi US$ 1,81 miliar.


Pada periode ini, emiten berkode saham GIAA ini juga menanggung rugi bersih asosiasi alias konsolidasi dan beban keuangan lebih besar. Rugi bersih asoisasi naik 56,11% jadi US$ 353.244 sedangkan beban keuangan naik 26,78% jadi US$ 43,55 juta.

Padahal catatan penerbangan Garuda Indonesia naik. Jumlah penumpang naik 4,4% menjadi sekitar 16,59 juta penumpang. Perinciannya, 11,42 juta penumpang Garuda Indonesia dan 5,17 juta penumpang Citilink. Sementara frekuensi penerbangan tumbuh 9,3% menjadi 133.800 penerbangan. Begitu pula dengan availability seat kilometer (ASK) yang meningkat 13,4%.

"Meskipun ada beberapa peningkatan, tak bisa menutup kerugian perusahaan," ujar Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk M. Arif Wibowo di Jakarta Senin (1/8).

Manajemen Garuda Indonesia menyebut, penyebab utama kinerja turun adalah pertumbuhan ekonomi di beberapa negara yang jadi rute terbang maskapai ini yang jauh dari ekspektasi.

Alhasil, tingkat keterisian penumpang pesawat wide body dengan rute Eropa, Jepang dan Korea Selatan, kurang memuaskan. Misalnya rute penerbangan ke Sydney mencatatkan penurunan pendapatan hingga 16%, lalu ke Singapura turun 10%, juga Tokyo yang mendulang porsi penghasilan paling besar juga turun sekitar 3%.

Porsi penghasilan penerbangan dari dan ke Tokyo porsinya sekitar 43% dari total penghasilan rute internasional GIAA.

Kejar efisiensi

Apesnya, Citilink juga tertekan. "Tahun ini yang juga menjadi tantangan bagi Citilink adalah price war yang sangat ketat," kata Arif.

Namun, GIAA menilai penurunan kinerja paruh pertama tahun ini masih wajar. Mereka yakin bisa memperbaiki kinerja hingga akhir tahun ini. Garuda Indonesia akan melanjutkan efisiensi. Jika tahun lalu mereka mengklaim telah menekan biaya US$ 200 juta, target tahun ini US$ 250 juta. "Strategi kami bukan hanya topline tapi efisiensi berkelanjutan," terang Arif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie