Kinerja GIAA masih tertekan biaya investasi



JAKARTA. PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) terus memperluas pasar. Pekan lalu, GIAA telah menandatangani kerjasama code share dengan maskapai Myanmar yakni Myanmar Airways International.

Direktur Pemasaran dan Penjualan GIAA, Erik Meijer mengatakan, kerjasama ini bisa memperkuat jaringan perusahaan ke Asia Tenggara. "Myanmar merupakan pasar potensial bagi Indonesia, melalui kerjasama ini kami memberikan lebih banyak pilihan penerbangan untuk meningkatkan arus penumpang di kedua negara," ujar dia dalam rilis beberapa hari lalu.

Atas kerjasama ini diharapkan dapat meningkatkan aktivitas perdagangan dan pariwisata di kedua negara. Namun sayangnya, kedua belah pihak masih menunggu persetujuan dari pemerintah dan akan terealisasi bulan ini.


Para analis pun menilai, penambahan rute memang akan mengangkat kinerja GIAA. Tapi Kiswoyo Adi Joe, Managing Partner Investa Saran Mandiri kurang yakin dengan jumlah peminat pada rute Indonesia-Myanmar. Pasalnya, lokasi pariwisata di wilayah tersebut belum banyak dikenal. "Pasti akan berdampak baik, namun masalahnya ada pasarnya atau tidak, kalau sepi ya percuma," terang dia.

Apalagi menurut Reza Priyambada, Kepala Riset Woori Korindo Securities, perusahaan penerbangan pelat merah tersebut dibebani kerugian. Hingga kuartal III-2014, GIAA menderita rugi bersih US$ 219,54 juta, naik 14 kali lipat dari US$ 15,01 juta secara year-on-year (yoy). Namun, pendapatan GIAA naik 4,08% menjadi US$ 2,81 miliar.

Butuh dana besar

Emiten ini merugi lantaran, ekspansi bisnis membutuhkan belanja modal cukup besar. Analis Credit Suisse, Timothy Ross dalam riset 14 November 2014 mengatakan, GIAA akan menambah 10 pesawat airbus baru. Ekspansi tersebut berasal dari dana pinjaman US$ 810 juta berjangka 10-12 tahun. Sementara 10 pesawat baru akan sampai di tanah air pada 2016 hingga 2018.

Tak hanya itu, Timothy mencatat, pada 2017-2023 GIAA akan mendatangkan kembali 50 pesawat baru. Dimana kebutuhan investasinya US$ 4,9 miliar. Meski terhimpit utang besar, Kiswoyo bilang, GIAA dapat meminimalisir dengan membuat rute baru yang berpotensi meraup penumpang dengan jumlah besar. "Jika GIAA dapat mendapat penumpang 80% dalam satu pesawat, maka dua-tiga tahun utang akan mulai berkurang," ujar dia. Sayang, saat ini, rata-rata penumpang GIAA dalam satu pesawat hanya terisi 70%.

Para analis menilai, GIAA masih akan sulit memperbaiki kinerja hingga akhir tahun ini. Namun, GIAA bisa meraup pendapatan lebih di akhir tahun karena musim liburan. "Biasanya akhir tahun penumpang GIAA dalam satu pesawat penuh 90% ," jelas dia.

GIAA juga bisa memanfaatkan anak usahanya, Citilink. Sebab hingga kuartal III-2014 penumpang Citilink melesat 39,3% menjadi 5,3 juta penumpang. Namun dengan kondisi bisnis yang masih tertekan, Kiswoyo dan Reza merekomendasikan hold pada saham GIAA dengan target harga masing-masing di Rp 560 dan Rp 500. Sedangkan Timothy menyarankan, underperform dengan target Rp 430. Senin (1/12) harga GIAA naik 10,20% ke Rp 540 per saham.     

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Avanty Nurdiana