KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja keuangan mayoritas emiten milik taipan Prajogo Pangestu menyusut pada kuartal I-2024. Top line dan bottom line tiga emiten di bawah naungan Grup Barito kompak merosot, bahkan ada yang berbalik menanggung kerugian. Pendapatan sang induk, PT Barito Pacific Tbk (
BRPT) turun 4,93% menjadi US$ 618,59 juta selama tiga bulan pertama 2024. Secara bottom line, BRPT meraih laba bersih US$ 8,85 juta atau anjlok 61,98% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (
Year on Year/YoY). Penurunan kinerja BRPT ini tak lepas dari penyusutan dua anak usahanya, yakni PT Chandra Asri Pacific Tbk (
TPIA) dan PT Barito Renewables Energy Tbk (
BREN). Pada kuartal I-2024, TPIA berbalik menderita rugi bersih senilai US$ 33,12 juta ketika pendapatan menyusut 6,05% menjadi US$ 471,91 juta.
BREN turut mengalami penurunan kinerja dengan level yang lebih tipis. Sampai dengan Maret 2024, BREN membukukan pendapatan US$ 145,41 juta dengan meraih laba bersih US$ 28,83 juta. Menurun masing-masing 1,13% dan 1,40% (YoY).
Baca Juga: Ini Penyebab Cuan Petrindo (CUAN) Melejit 381% pada Kuartal I 2024 Direktur Utama BRPT Agus Salim Pangestu mengungkapkan hasil kinerja kuartal I-2024 menunjukkan fluktuasi yang terjadi di sektor petrokimia global. Meningkatnya ketegangan geopolitik memperburuk situasi, sehingga melemahkan sentimen. Barito Group pun akan terus mewaspadai volatilitas tersebut. "Kami memprioritaskan kehati-hatian sambil menjaga ketahanan finansial untuk meraih peluang pertumbuhan baru," kata Agus dalam keterbukaan informasi, Selasa (30/4). Penghasilan BRPT didominasi oleh bisnis petrokimia yang berkontribusi sekitar 76,3% terhadap total pendapatan kuartal I-2024. Adapun, penurunan kinerja petrokimia pada TPIA dipengaruhi oleh gangguan supply-demand eksternal yang menyebabkan penurunan volume penjualan. Volume penjualan TPIA pada kuartal I-2024 sebesar 394.5 kilo ton, menurun sebanyak 69.8 kilo ton dibandingkan kuartal I-2023. Pada saat yang sama, beban pokok pendapatan TPIA naik akibat kenaikan rata-rata harga bahan baku yaitu Naphtha dari US$ 651 per ton menjadi US$ 682 per ton. Berbeda dari Grup Barito, emiten milik Prajogo Pangestu lainnya, PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (
CUAN) justru mengalami lonjakan kinerja. Pendapatan CUAN melejit 161,28% (YoY) menjadi US$ 86,33 juta. Sedangkan laba bersih CUAN terbang 381,18% menjadi US$ 30,17 juta.
Baca Juga: Market Cap Barito Renewables (BREN) Melonjak Kala Laba Merosot pada Kuartal I-2024 Lompatan kinerja itu tak lepas dari aksi akuisisi yang gencar dilakukan CUAN. Salah satunya dengan mengambilalih pengendalian saham PT Petrosea Tbk (
PTRO). Pada kuartal I-2024, pendapatan PTRO naik 21,87% menjadi US$ 156,25 juta. Namun, laba bersihnya ambles 94,57% (YoY) menjadi US$ 163.000.
Harga Saham Tetap Menanjak
Meski kinerja keuangan merosot, tapi gerak saham emiten Prajogo Pangestu masih menanjak. Contohnya BREN yang bahkan menyalip PT Bank Central Asia Tbk (
BBCA) sebagai emiten dengan kapitalisasi pasar (market cap) terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Market cap BREN menyentuh Rp 1.321 triliun hingga Kamis (2/5). Harga saham BREN pun mencapai level tertinggi usai melonjak 7,05% ke Rp 9.875 per saham. Selain BREN, ada TPIA yang memiliki market cap Rp 677 triliun, terbesar kelima di BEI. Meski merugi, TPIA masih mampu menguat 3,30% ke level Rp 7.825 per saham. Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani menilai tren naik harga saham emiten milik Prajogo Pangestu seperti BREN dan TPIA kemungkinan dipicu oleh sentimen positif dari kabar ekspansi dan akuisisi yang dilakukannya. Terlebih bagi BREN yang terdorong oleh prospek jangka panjang energi terbarukan. Hanya saja, Arjun menyoroti bahwa lonjakan harga saham BREN dan TPIA sejauh ini belum mencerminkan performa fundamentalnya. Sehingga pelaku pasar perlu mewaspadai aksi spekulasi yang mungkin mengiringi pergerakan saham tersebut.
Analis Stocknow.id Abdul Haq Alfaruqy mengamati secara bisnis emiten milik Prajogo Pangestu masih berpeluang untuk memperbaiki kinerja di sisa tahun ini. Terutama emiten yang terkait langsung dengan komoditas seperti CUAN jika momentum penguatan harga batubara global kembali terjadi. Meski begitu, secara valuasi saham-saham Prajogo Pangestu sudah terbilang mahal. Abdul Haq mencontohkan CUAN yang memiliki Price to Earning Ratio (PER) 43 kali, jauh di atas rata-rata industri di 9,8 kali. Kemudian BREN dengan PER 697 kali, sedangkan rata-rata industri hanya 161 kali.
Walau mayoritas sudah overvalued, tapi masih ada peluang jika ingin memanfaatkan momentum di saham-saham Prajogo Pangestu. Seperti pada saham BRPT, Abdul Haq menyarankan buy on weakness di harga Rp 960 - Rp 965 untuk target harga Rp 1.050. Selanjutnya, trading buy PTRO dengan target Rp 6.250 - Rp 7.000. Secara teknikal, Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana menyarankan trading buy BRPT (support Rp 930 dan target harga Rp 1.100 - Rp 1.150) dan BREN (support Rp 9.350, target harga Rp 9.950 - Rp 10.000). Kemudian, speculative buy saham TPIA dengan support Rp 7.750 dan target harga Rp 8.400 - Rp 8.600. Selain itu, Herditya menyematkan rekomendasi buy on weakness saham CUAN dan PTRO. Cermati support Rp 6.775 dan target harga Rp 8.175 - Rp 8.400 untuk saham CUAN, dan support Rp 5.750 untuk target harga Rp 6.250 - Rp 6.400 per saham pada PTRO. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari