KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Prospek kinerja PT Harum Energy Tbk (
HRUM) akan disetir oleh pergerakan harga batubara. Di sisi lain, ekspansi pada usaha nikel diharapkan segera membuahkan hasil untuk menyokong pendapatan HRUM. Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas mengatakan, prospek kinerja HRUM akan mengikuti pergerakan harga batubara. Dengan proyeksi harga komoditas energi tersebut bakal turun, maka diperkirakan harga jual batubara akan ikut turun. Begitu pula dengan proyeksi harga nikel yang diramal bakal lemah tahun ini. Faktor kelebihan pasokan
(oversupply) karena produksi tinggi merupakan salah satu alasan proyeksi penurunan harga kedua komoditas itu.
“Proyeksi harga batubara masih akan cenderung bergerak
volatile dengan pelemahan, begitu juga dengan harga nikel,” imbuh Sukarno kepada Kontan.co.id, Senin (8/7).
Baca Juga: Diversifikasi, Harum Energy (HRUM) Incar Produksi Bijih Nikel Sebelum Akhir 2024 Namun demikian, Sukarno menilai, adanya potensi kenaikan pendapatan HRUM tahun ini, sejalan dengan langkah Harum Energy yang baru saja memperbesar porsi kepemilikannya di Westrong Metal Industry (WMI) menjadi 80.7% dari awalnya hanya 20%. Dengan demikian, nanti laporan keuangannya akan dikonsolidasikan di HRUM. Akuisisi HRUM terhadap WMI dianggap bisa jadi salah satu strategi untuk Harum Energy bertransisi menjadi perusahaan nikel besar. WMI memiliki potensi untuk meningkatkan volume penjualan dan produksi nikel HRUM secara signifikan. Analis Mirae Asset Sekuritas Rizkia Darmawan mengungkapkan, pihaknya masih cukup optimistis dengan transisi HRUM menjadi pemain nikel besar di Indonesia. Namun, untuk saat ini, pengaruh bisnis nikel terhadap keuangan dan profitabilitas HRUM masih dapat berfluktuasi seiring dengan komisi yang diberikan perusahaan dan peningkatan produksi. Pembaruan besar terkini di segmen nikel HRUM salah satunya WMI yang memasuki produksi komersial pada bulan Maret 2024. WMI memproduksi 2.486 ton dan menjual 1.744 ton nikel matte bermutu tinggi dengan harga jual rata-rata (ASP) sebesar USD 13.686 per ton (diskon sekitar 27% dari tolok ukur LME).
Baca Juga: Harum Energy (HRUM) Targetkan Mulai Produksi Bijih Nikel Sebelum Akhir Tahun Ini Sementara itu, Blue Sparking Energy (BSE) masih dalam pengembangan, dengan pengiriman peralatan besar diharapkan pada kuartal IV-2024. Serta, produksi perdana bijih nikel Anak perusahaan pertambangan nikel milik HRUM yakni PT Position (POS), masih dalam tahap pengeboran tahun ini. Rizkia memaparkan, pendapatan HRUM sebesar US$266 juta mengalami koreksi -6%
quarter on quarter (QoQ) menjadi US$ 266 juta pada kuartal pertama 2024. Penurunan ini terutama disebabkan oleh rendahnya harga jual nikel, di saat kinerja segmen batubara kuat. Penurunan harga jual rata-rata atau
average selling price (ASP) nikel sebesar 10,4% QoQ, dari US$12,765 per ton menjadi US$11.439 per ton pada kuartal I-2024. Di segmen batubara, kinerja segmen batubara kuat namun hanya mengalami sedikit peningkatan dalam ASP dan peningkatan produksi. Secara keseluruhan, Rizkia berujar, HRUM mencatatkan pendapatan sebesar US$165 juta pendapatan dari segmen batu bara. Sementara nikel menyumbang US$97 juta kepada total pendapatan HRUM di kuartal pertama 2024.
Baca Juga: Bangun Smelter Nikel, HRUM Kucurkan Pinjaman Hingga Rp 9,49 triliun ke Anak Usaha Dari sisi biaya, HRUM mengalami penurunan biaya tunai produksi batubara per ton sebesar 26,6% QoQ, sementara biaya tunai nikel sedikit menurun sebesar 4,3% QoQ. EBITDA gabungan HRUM mencapai US$ 92 juta, dengan margin EBITDA konsolidasi sebesar 26%. “Kami tetap memilih HRUM karena transisinya menjadi pemain nikel utama di Indonesia dan valuasinya yang relatif ringan dibandingkan dengan pemain nikel Indonesia lainnya,” tutur Rizkia dalam riset 14 Juni 2024. Rizkia mempertahankan rekomendasi Beli untuk HRUM dengan target harga Rp1.860 per saham. Sedangkan, Rizkia merekomendasikan
neutral atau
hold untuk HRUM dengan target harga sebesar Rp 1.280 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati