KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham-saham barang konsumen primer masih mencatatkan kinerja yang kurang bagus pada tahun ini. Hal tersebut terlihat dari IDX Sector Consumer Non-Cylicals (IDX Sektor Barang Konsumen Primer) yang tercatat minus 16,48% secara
year to date (ytd) sampai dengan Senin (20/12). Saham-saham berkapitalisasi besar yang menjadi anggota indeks ini juga menunjukkan kinerja serupa. Sebagai contoh, pada periode yang sama, harga saham PT Unilever Indonesia Tbk (
UNVR) merosot 43,67% ytd menjadi Rp 4.140 per saham, PT HM Sampoerna Tbk (
HMSP) turun 35,97% ke Rp 970, PT Mayora Indah Tbk (
MYOR) minus 30,93% menjadi Rp 2.010, dan PT Gudang Garam Tbk (
GGRM) terkoreksi 24,28% ke Rp 31.100 per saham. Selama lima hari perdagangan terakhir, indeks ini juga masih terkoreksi 0,16%. Begitu juga dengan empat saham yang disebutkan di atas. Padahal, biasanya, saham-saham barang konsumer primer mencatatkan kinerja positif pada bulan Desember.
Baca Juga: Antisipasi Tren Kenaikan Suku Bunga, Susun Lagi Stategi Investasi Anda Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Okie Ardiastama menilai, kinerja negatif dari saham-saham di dalam indeks tersebut disebabkan oleh daya beli masyarakat yang masih rendah sepanjang tahun 2021. Hal ini turut memengaruhi pertumbuhan kinerja emiten, khususnya yang berfokus pada penjualan domestik. Sebagai gambaran, sepanjang sembilan bulan pertama 2021, laba bersih Unilever Indonesia tercatat turun 19,52% secara tahunan menjadi Rp 4,37 triliun. Begitu juga dengan laba bersih HMSP yang merosot 19,68%
year on year menjadi Rp 5,55 triliun. Analis Phillip Sekuritas Helen juga berpendapat, penurunan saham barang konsumer primer disebabkan oleh kinerja para emiten yang masih tertekan. Perubahan kebijakan seperti kenaikan tarif cukai rokok juga menjadi sentimen pemberat indeks ini. Rotasi sektor ketika pemulihan ekonomi juga menjadi faktor penahan lainnya. "Pelaku pasar keluar dari saham yang bersifat defensif dan pindah ke saham yang dianggap diuntungkan dengan pemulihan ekonomi," ucap Helen saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (20/12).
Baca Juga: Begini Prospek Pasar LCGC Jika PPnBM Diterapkan di Tahun Depan Untuk tahun 2022, Okie memprediksi, daya beli masyarakat dapat lebih baik dibandingkan tahun ini. Akan tetapi, perbaikan daya beli tersebut tidak dapat merata pada setiap emiten. "Secara sektoral pemulihan ekonomi bakal distimulasi oleh sektor-sektor yang berkaitan dengan kebutuhan primer terutama kebutuhan pangan dan kesehatan," kata Okie. Di samping itu, pelaku pasar juga akan mencermati kebijakan dari pemerintah yang bakal turut memberikan dampak pada kinerja emiten, seperti kenaikan tarif cukai rokok maupun pengenaan cukai minuman berpemanis. Kenaikan harga
crude palm oil (CPO) yang merupakan bahan baku industri
fast moving consumer goods (FMCG) juga menjadi tantangan pada emiten seperti UNVR dan MYOR. Oleh sebab itu, menurut Helen, perbaikan kinerja emiten tersebut kemungkinan baru akan terjadi dalam jangka panjang. Untuk UNVR dan MYOR, investor bisa memanfaatkan momentum koreksi harga untuk masuk, sedangkan bagi HMSP dan GGRM, Helen masih memasang rekomendasi
wait and see.
Baca Juga: Andalkan Setoran PPN Saat Pandemi Terkendali Sementara itu, untuk saat ini, Okie masih akan mencermati kinerja para produsen rokok dan FMCG. Okie pun masih memasang rekomendasi netral untuk UNVR, MYOR, HMSP, dan GGRM. Sebaliknya, Okie lebih tertarik dengan produsen CPO yang juga tergolong dalam sektor ini. "Kami cukup memperhatikan sentimen pada emiten perkebunan dimana kinerja dari harga komoditas sawit masih memiliki kenaikan setidaknya untuk semester I 2022," tutur Okie.
Saham yang menarik diantaranya adalah PT Astra Agro Lestari Tbk (
AALI), PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (
LSIP), dan PT Salim Ivomas Pratama Tbk (
SIMP). Okie juga masih melihat prospek bagus pada PT Indofood Sukses Makmur Tbk (
INDF) dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (
ICBP). Pasalnya, penjualan keduanya di sepanjang tahun 2021 cukup kuat sehingga dapat memacu pertumbuhan yang lebih kuat lagi pada 2022. Okie memasang target harga untuk AALI di Rp 11.625 per saham, LSIP Rp 1.475, SIMP Rp 520, INDF Rp 7.425, dan ICBP Rp 12.275 per saham.
Baca Juga: Exit Strategy di Balik Kenaikan Cukai Rokok Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati