KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja indeks saham berbasis lingkungan, IDX ESG Leaders dan SRI-KEHATI tercatat lesu sejak awal tahun 2021. Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), hingga penutupan perdagangan Jumat (19/2), IDX ESG Leaders melemah 1,94%
year to date (ytd). Sementara, indeks SRI-KEHATI cenderung bergerak menguat tetapi tidak signifikan 0,69% ytd. Analis Jasa Utama Capital Sekuritas Chris Apriliony mengungkapkan, lesunya kinerja kedua indeks itu tidak terlepas dari harga saham-saham yang secara umum sudah meningkat tajam di akhir tahun lalu.
"Wajar saja secara jangka pendek saham-saham tersebut cenderung sideways terlebih dahulu. Ditambah juga, musim rilis laporan keuangan di mana kinerja dari beberapa perusahaan di indeks tersebut kebanyakan diprediksi cenderung turun dibandingkan tahun sebelumnya," jelas Chris ketika dihubungi Kontan.co.id, Minggu (21/2). Tidak jauh berbeda, Analis Binaartha Sekuritas M. Nafan Aji Gusta Utama mengungkapkan, pergerakan indeks yang lesu dipicu oleh mulai minimnya dampak January Effect. Oleh karena itu, pergerakan saham-sahamnya cenderung konsolidasi. Di sisi lain, saat ini pasar tengah memasuki periode pembagian dividen. Investor cenderung
wait and see terhadap emiten yang akan membagikan dividen, serta mempertimbangkan besaran yield yang akan diterima. Investor juga menanti laporan keuangan emiten sepanjang taun 2020 yang diprediksi akan melorot.
Baca Juga: Sempat loyo, penerbitan produk reksadana dinilai akan lebih ramai tahun ini Walau begitu, Nafan melihat kinerja emiten-emiten akan lebih baik ke depannya. Hal ini seiring dengan berbagai upaya yang dilakukan pemerintah untuk menciptakan kondisi ekonomi yang lebih kondusif. "Di kuartal II, paling cepat, kinerja emiten mulai pulih. Perusahaan akan ekspansif juga," jelasnya kepada Kontan.co.id, Minggu (21/2). Ia melihat beberapa saham dalam indeks tersebut masih menarik untuk diakumulasi. Misalnya BBCA dengan target harga Rp 37.600 dan Rp 39.050, BBNI dengan target harga Rp 7.950, BBTN dengan target harga Rp 2.110, Rp 2.180, dan Rp 2860, serta BMRI dengan target harga Rp 7.550, Rp 7.850, dan Rp 8.050. Selain saham perbankan, ia juga menjagokan HMSP dengan target harga Rp 2.550, INDF dengan target harga Rp 7.000, INTP dengan target harga Rp 19.625, KLBF dengan target harga Rp 1.980, TLKM dengan target harga Rp 4.330 dan 4540, UNTR dengan target harga Rp 30.250 dan Rp 34.500, serta UNVR dengan target harga Rp 10.175. Chris juga melihat beberapa saham masih menarik ke depan, khususnya saham-saham yang tertopang regulasi pemerintah. Misalnya, ASII yang terbantu oleh kebijakan bebas uang muka atau down payment (DP) 0% dan relaksasi Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) hingga 0%. Di sisi lain, kinerja ASII akan tertopang Avanza Hybird yang akan dirilis tahun ini. Selain itu, emiten properti SMRA juga akan diuntungkan dengan tren suku bunga rendah dan kebijakan DP 0%.
Terhadap ASII, Chris menyarankan
buy on weakness di area Rp 5.500 dengan target harga Rp 7.500. Sementara untuk SMRA disarankan buy dengan target harga Rp 1.100. Selain kedua saham itu, Chris juga menjagokan TOWR dan BMRI. Kendati rilis laporan keuangan BMRI mencatatkan penurunan laba bersih cukup signifikan, kinerjanya diprediksi akan lebih baik di tahun ini sehingga saham BMRI akan lebih atraktif. Sementara untuk TOWR, Chris melihat valuasinya cenderung murah dibandingkan dengan emiten tower lainnya seperti TBIG. Ia menyarankan buy TOWR dengan target harga Rp 1.200 dan buy on weakness BMRI di area Rp 6.200 dengan target harga Rp 8.000.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi