KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja indeks iShares MSCI Indonesia ETF (EIDO) tercatat masih landai. Hal ini disebabkan oleh pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Head of Research STAR Asset Management (STAR AM) David Arie Hartono mellihat, kinerja indeks EIDO sejak awal tahun 2024 cenderung bergerak stabil di kuartal I dengan total kenaikan sebesar 0,9%. Penurunan pada indeks EIDO baru mulai terjadi di kuartal II, sehingga secara keseluruhan indeks EIDO mengalami penurunan net asset value (NAV) sebesar 17,7% sejak awal tahun 2024. “Kinerja indeks EIDO pada Kamis (20/6) berhasil naik 0,60%. Namun, indeks EIDO sudah turun 14,37% ytd per 17 Juni 2024,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (20/6).
Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy melihat, penurunan kinerja indeks EIDO disebabkan oleh permasalahan makroekonomi Indonesia, pelemahan rupiah, serta keluarnya dana asing dari bursa domestik.
Baca Juga: Menilik Kinerja Emiten Konstituen Indeks EIDO Saat ini ada sekitar 80 saham di dalam indeks EIDO. Saham-saham yang jadi pemberat kinerja indeks EIDO adalah saham perbankan berkapitalisasi pasar besar. Sebab, bank big caps mengalami penurunan kinerja saham sejak awal tahun. Menurut Budi, produk reksadana ETF ini menjadi alternatif investor asing di saham-saham Indonesia. Investor asing yang ingin berinvestasi pada saham-saham di Indonesia tidak perlu membeli satu atau dua saham, tetapi bisa melalui EIDO. “EIDO ini menjadi salah satu indikator investor asing berminat saham-saham di Indonesia. EIDO ini produk ETF yang terdapat di luar negeri yang instrumennya saham-saham di Indonesia. Indeks ini sudah ada sejak tahun 2010,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (20/6). Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani melihat, kinerja indeks EIDO selaran dengan kinerja Indeks Morgan Stanley Capital International (MSCI) Indonesia IMI 25/50. Emiten konstituen EIDO merupakan saham dengan kapitalisasi pasar yang besar. “Kinerjanya pun mirip dengan indeks LQ45, karena beberapa konstituennya sama. Hari ini kinerja EIDO naik karena indeks LQ45 kinerjanya juga naik,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (20/6). Head of Business Development Division Henan Putihrai Asset Management (HPAM) Reza Fahmi melihat, kinerja emiten anggota EIDO asal Indonesia masih beragam. Sejumlah emiten berfundamental kuat dan mendapat sentimen positif dari investor terpantau menjadi penopang kinerja indeks EIDO, seperti PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM). “Emiten yang mengalami penurunan kinerja akibat tekanan eksternal atau internal pun menjadi pemberat indeks, seperti kinerja PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) yang melemah terkena dampak dari kebijakan suku bunga dan likuiditas,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (20/6). Di tahun 2024, kinerja indeks EIDO akan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Penurunan kinerja IHSG dan pelemahan rupiah dapat memberikan tekanan tambahan pada kinerja indeks EIDO. Namun, jika kondisi ekonomi global stabil dan ada kebijakan domestik yang mendukung pertumbuhan makroekonomi, kinerja indeks EIDO akan membaik. Prospek kinerja masing-masing emiten konstituen juga akan sangat bergantung pada kemampuan mereka untuk beradaptasi dengan kondisi pasar dan memanfaatkan peluang yang ada.
Baca Juga: Emiten Ramai Menjaring Dana dari Rights Issue & Private Placement di Akhir Semester I “Sentimen positif kinerja para emiten itu bisa datang dari kebijakan pemerintah yang mendukung investasi dan stabilitas ekonomi. Sementara, sentimen negatif dapat berasal dari ketidakpastian global dan fluktuasi mata uang,” paparnya. Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Muhammad Nafan Aji Gusta Utama menilai, kinerja indeks EIDO tergolong sideways secara major. Namun, indeks ini masih punya peluang untuk bertumbuh dalam jangka panjang. “Salah satu alasan potensi pertumbuhan indeks EIDO adalah konstituennya yang terdiri dari saham-saham berkapitalisasi pasar besar, likuid, dan berkinerja baik,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (20/6). Faktor yang mempengaruhi kinerja indeks EIDO di tahun 2024 sangat beragam. Pertama, Morgan Stanley yang menurunkan peringkat saham-saham di Indonesia menjadi underweight dalam alokasi pasar Asia dan pasar negara berkembang per 10 Juni 2024 lalu. Kedua, dinamika politik domestik yang masih dalam transisi pemerintahan. Ketiga, kebijakan terkait pasar saham Indonesia, khususnya soal mekanisme full call auctions (FCA) yang membuat investor lebih prudent.
Terakhir, pelemahan rupiah, yang mana saat ini sudah menyentuh Rp 16.430 per dolar AS. Namun, kalau Bank Indonesia (BI) konsisten menjalankan strategi triple intervention, rupiah akan kembali ke level di bawah Rp 16.000 per dolar AS. “Jika nanti ekonomi domestik sudah lebih stabil dan rupiah menguat, aliran dana asing akan masuk ke bursa domestik. Alhasil, prospeknya (indeks EIDO) masih bagus,” tuturnya. Nafan merekomendasikan
accumulative buy untuk
BBCA dan
BSDE dengan target harga terdekat masing-masing Rp 9.600 per saham dan Rp 975 per saham. Rekomendasi buy on weakness untuk
MDKA dengan target harga terdekat Rp 2.470 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi