Kinerja Indeks Saham Blue Chip LQ45 hingga IDX30 Belum Bisa Menyalip Laju IHSG



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) telah melakukan kocok ulang pada sejumlah indeks saham, yang akan berlaku efektif mulai besok, 1 Agustus 2024. Rebalancing juga mencakup indeks yang identik dengan saham blue chip dan punya kapitalisasi pasar besar (big caps).

Dalam evaluasi mayor untuk periode konstituen 1 Agustus - 31 Oktober 2024 ini, IDX30 tidak mengalami perubahan anggota. Sementara di indeks LQ45 ada satu saham yang mengalami rotasi. PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) yang terpental, digeser oleh PT Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR).

Sedangkan di IDX80, ada dua saham yang tergusur, yakni PT Adi Sarana Armada Tbk (ASSA) dan PT PP (Persero) Tbk (PTPP). Keduanya digantikan oleh PT Cisarua Mountain Dairy Tbk (CMRY) dan PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO).


Ketiga indeks tersebut termasuk yang sering menjadi rujukan pelaku pasar dalam memilah saham untuk investasi. Tapi, investor  mesti tetap jeli lantaran performa indeks saham tak selalu mentereng, atau paling tidak bisa mengungguli pasar.

Baca Juga: Intip Rekomendasi Saham Pilihan dari MNC Sekuritas untuk Hari Ini (31/7)

Tengok saja kinerja LQ45, IDX30 dan IDX80 bahkan selalu di bawah performa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Setidaknya dalam tiga tahun terakhir sejak tahun 2021 hingga tahun berjalan (year to date) saat ini.

Pada 2021, setahun setelah pandemi Covid-19 mulai mewabah, IHSG terbang setinggi 10,08%. Namun laju LQ45, IDX30 dan IDX80 masih di area negatif, dengan mencatatkan kinerja masing-masing -0,37%, -1,03% dan -2,58%.

Setahun kemudian, IHSG mampu melejit 4,09% sepanjang 2022. Sedangkan LQ45 hanya bisa tumbuh tipis 0,62%. Masih lebih baik ketimbang IDX30 dan IDX80 yang masih mengalami minus 1,80% dan 0,68%.

Berlanjut ke tahun 2023, IHSG mengakumulasi kenaikan 6,16%. Kali ini performa LQ45, IDX30 dan IDX80 sudah sejalan di zona positif. Dengan penguatan masing-masing 3,56%, 1,45% dan 1,81%.

Sementara secara year to date menjelang akhir bulan Juli, Selasa (30/7), performa IHSG yang kembali merosot masih lebih baik ketimbang tiga indeks tersebut. IHSG mengalami minus 0,43%. Sedangkan LQ45, IDX30 dan IDX80 anjlok sedalam 6,16%, 8,53% dan 4,05%.

Mayoritas performa indeks saham di BEI juga berada di zona negatif. Beberapa yang mampu mengungguli IHSG adalah IDX Value30 dengan lonjakan 4,39%, IDX ESG Leaders menguat 2,90% serta indeks paling anyar di BEI, IDX Cyclicals Economy 30 yang mencatat kenaikan 1,22% sejak efektif pada 15 Juli 2024.

Baca Juga: Begini Rekomendasi Saham ARTO, MAPI, dan BNGA untuk Perdagangan Hari Ini (31/7)

Head of Equities Investment Berdikari Manajemen Investasi Agung Ramadoni mengamati performa IHSG bisa lebih apik ketimbang indeks saham lain merupakan hal yang wajar. Sebab, seringkali laju IHSG terdorong oleh lonjakan harga saham yang berada di luar indeks tertentu, termasuk saham baru.

Contohnya saham dari Grup Barito milik taipan Prajogo Pangestu, terutama PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN). Hanya saja, Agung mengingatkan valuasi saham pendorong IHSG tersebut acapkali sudah tidak murah lagi. "Sehingga IHSG kurang relevan jika dijadikan benchmark dalam memilih investasi saham," kata Agung kepada Kontan.co.id, Selasa (30/7).

Tergantung Momentum

Head of Research Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan sepakat, keunggulan IHSG dibandingkan sejumlah indeks wajar terjadi, apalagi di tengah sedang besarnya risiko ketidakpastian. Saat momentum ini, IHSG masih bisa ditopang oleh saham-saham lapis kedua dan lapis ketiga. 

Direktur Reliance Sekuritas Indonesia Reza Priyambada mengamini, momentum menjadi faktor penting. Sebab, kinerja sejumlah indeks juga akan ditentukan oleh rotasi sektor. Reza mencontohkan IDX30 yang bobotnya dominan dari saham big caps perbankan, komoditas dan energi.

Jika pada suatu periode saham di sektor tersebut merosot, maka performa indeks akan terseret turun, begitu sebaliknya. Pengamat Pasar Modal & Founder WH-Project William Hartanto menambahkan, pada momentum tertentu seperti saat terjadi window dressing, kinerja indeks LQ45 biasanya bisa menyalip IHSG.

"Biasanya LQ45 lebih cocok untuk mencari saham-saham pilihan. Walaupun kinerjanya bisa kalah dengan IHSG, namun pada kondisi tertentu bisa jauh mengalahkan IHSG," kata William.

Founder Stocknow.id Hendra Wardana menyampaikan, indeks saham seperti LQ45 dan  IDX80 masih relevan sebagai rujukan untuk memilih saham berdasarkan kriteria investor. Terutama untuk memilah saham yang punya likuiditas tinggi, fundamental kuat, dan prospek pertumbuhan menarik.

Hendra mengingatkan perlunya diversifikasi portofolio untuk mengurangi risiko, misalnya dengan memasukkan saham-saham dari berbagai sektor dan kategori. "Analisis fundamental dan teknikal juga akan membantu menilai kesehatan keuangan perusahaan serta menentukan titik masuk dan keluar yang optimal," kata Hendra.

Baca Juga: Bursa Asia Bervariasi di Pagi Ini (31/7), Pasar Menanti Kebijakan Suku Bunga BoJ

Valdy sepakat, keberadaan indeks dapat membantu nasabah ritel dalam melakukan penyaringan terhadap saham-saham di BEI. Selain itu, cukup banyak produk mutual fund yang menggunakan acuan indeks.

Dus, keberadaan indeks-indeks tersebut masih sangat diperlukan oleh manager investasi atau investor institusi. Dalam penyusunan trading plan, Valdy mengingatkan pelaku pasar tetap mesti melengkapi dengan analisa fundamental.

Senada, Senior Research Analyst Lotus Andalan Sekuritas Fath Aliansyah melihat indeks saham seperti LQ45 dan IDX30 layak sebagai acuan bagi investor ritel maupun institusi. Catatan Fath, investor perlu lebih cermat menilai saham konstituen indeks, terutama yang baru keluar dan masuk.

Apalagi, potensi profit taking pada saham yang baru masuk isangat terbuka pada H-1 atau saat tanggal efektif. Terutama pada indeks yang banyak menjadi acuan seperti LQ45. Sebagai rekomendasi, Fath merekomendasikan saham PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) yang masuk ke dalam konstituen LQ45 dan IDX80.

Sementara Hendra melirik saham anyar penghuni LQ45 yakni JSMR dan CMRY di IDX80. Sedangkan William menyarankan buy saham PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), PT AKR Corporindo Tbk (AKRA), PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS).

 
ADRO Chart by TradingView

Di luar indeks utama, William menyarankan pelaku pasar untuk mencermati saham kelapa sawit (CPO) yang pekan lalu baru memulai penguatan. Di tengah posisi IHSG yang masih menguji level support psikologis 7.200, William menyarankan pelaku pasar lebih selektif memilih saham di dalam maupun di luar indeks utama.

"Di saat IHSG melemah akan ada saham-saham alternatif yang bisa menguat untuk jangka pendek. Hanya saja biasanya terlalu cepat pergerakannya, perlu waktu yang tepat untuk menjadi rekomendasi," tandas William.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari