KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) telah melakukan kocok ulang pada sejumlah indeks saham, yang akan berlaku efektif mulai besok, 1 Agustus 2024. Rebalancing juga mencakup indeks yang identik dengan saham blue chip dan punya kapitalisasi pasar besar (big caps). Dalam evaluasi mayor untuk periode konstituen 1 Agustus - 31 Oktober 2024 ini, IDX30 tidak mengalami perubahan anggota. Sementara di indeks LQ45 ada satu saham yang mengalami rotasi. PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) yang terpental, digeser oleh PT Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR). Sedangkan di IDX80, ada dua saham yang tergusur, yakni PT Adi Sarana Armada Tbk (ASSA) dan PT PP (Persero) Tbk (PTPP). Keduanya digantikan oleh PT Cisarua Mountain Dairy Tbk (CMRY) dan PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO).
Tergantung Momentum
Head of Research Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan sepakat, keunggulan IHSG dibandingkan sejumlah indeks wajar terjadi, apalagi di tengah sedang besarnya risiko ketidakpastian. Saat momentum ini, IHSG masih bisa ditopang oleh saham-saham lapis kedua dan lapis ketiga. Direktur Reliance Sekuritas Indonesia Reza Priyambada mengamini, momentum menjadi faktor penting. Sebab, kinerja sejumlah indeks juga akan ditentukan oleh rotasi sektor. Reza mencontohkan IDX30 yang bobotnya dominan dari saham big caps perbankan, komoditas dan energi. Jika pada suatu periode saham di sektor tersebut merosot, maka performa indeks akan terseret turun, begitu sebaliknya. Pengamat Pasar Modal & Founder WH-Project William Hartanto menambahkan, pada momentum tertentu seperti saat terjadi window dressing, kinerja indeks LQ45 biasanya bisa menyalip IHSG. "Biasanya LQ45 lebih cocok untuk mencari saham-saham pilihan. Walaupun kinerjanya bisa kalah dengan IHSG, namun pada kondisi tertentu bisa jauh mengalahkan IHSG," kata William. Founder Stocknow.id Hendra Wardana menyampaikan, indeks saham seperti LQ45 dan IDX80 masih relevan sebagai rujukan untuk memilih saham berdasarkan kriteria investor. Terutama untuk memilah saham yang punya likuiditas tinggi, fundamental kuat, dan prospek pertumbuhan menarik. Hendra mengingatkan perlunya diversifikasi portofolio untuk mengurangi risiko, misalnya dengan memasukkan saham-saham dari berbagai sektor dan kategori. "Analisis fundamental dan teknikal juga akan membantu menilai kesehatan keuangan perusahaan serta menentukan titik masuk dan keluar yang optimal," kata Hendra. Baca Juga: Bursa Asia Bervariasi di Pagi Ini (31/7), Pasar Menanti Kebijakan Suku Bunga BoJ Valdy sepakat, keberadaan indeks dapat membantu nasabah ritel dalam melakukan penyaringan terhadap saham-saham di BEI. Selain itu, cukup banyak produk mutual fund yang menggunakan acuan indeks. Dus, keberadaan indeks-indeks tersebut masih sangat diperlukan oleh manager investasi atau investor institusi. Dalam penyusunan trading plan, Valdy mengingatkan pelaku pasar tetap mesti melengkapi dengan analisa fundamental. Senada, Senior Research Analyst Lotus Andalan Sekuritas Fath Aliansyah melihat indeks saham seperti LQ45 dan IDX30 layak sebagai acuan bagi investor ritel maupun institusi. Catatan Fath, investor perlu lebih cermat menilai saham konstituen indeks, terutama yang baru keluar dan masuk. Apalagi, potensi profit taking pada saham yang baru masuk isangat terbuka pada H-1 atau saat tanggal efektif. Terutama pada indeks yang banyak menjadi acuan seperti LQ45. Sebagai rekomendasi, Fath merekomendasikan saham PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) yang masuk ke dalam konstituen LQ45 dan IDX80. Sementara Hendra melirik saham anyar penghuni LQ45 yakni JSMR dan CMRY di IDX80. Sedangkan William menyarankan buy saham PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), PT AKR Corporindo Tbk (AKRA), PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS).ADRO Chart by TradingView