Kinerja Indocement menukik meski penjualan naik



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bisnis semen di Indonesia masih tertekan. Tak heran, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) masih mencetak kinerja yang kurang oke sepanjang tiga bulan pertama tahun ini.

Memang, pendapatan produsen semen ini masih meningkat, meski tipis. Pendapatan INTP naik 1,9% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya menjadi Rp 3,44 triliun. Namun, di periode yang sama, laba bersih perusahaan ini turun sekitar 46,2% jadi Rp 264,27 miliar.

Analis Ciptadana Sekuritas Asia Fahressi Fahalmesta menyebut, laba bersih INTP merosot lantaran tren kenaikan batubara. Produsen semen memakai batubara sebagai bahan bakar dalam proses pembuatan semen. Kenaikan harga batubara mendorong naik biaya produksi.


Ini tercermin dari harga pokok penjualan INTP yang meningkat 10,9% dari Rp 2,21 triliun di kuartal satu 2017 menjadi Rp 2,45 triliun di kuartal satu tahun ini.

Buruknya kinerja keuangan INTP membuat harga sahamnya longsor. Pada perdagangan Selasa (8/5), harga INTP ditutup di Rp 16.700 per saham, turun 23,92% bila dihitung sejak awal tahun.

Meski begitu, dari sisi penjualan, INTP sejatinya mencetak prestasi lumayan. Volume penjualan semen domestik INTP masih naik. Di kuartal satu 2018, volume penjualan semen domestik tumbuh 9,8% menjadi 4,15 juta ton. "Volume penjualan domestik INTP di kuartal I-2018 merupakan yang tertinggi dalam lima tahun terakhir untuk kuartal yang sama," tulis Fahressi dalam risetnya 2 Mei lalu.

Berkat peningkatan volume penjualan semen domestik, pangsa pasar dalam negeri INTP pun membesar. Di kuartal I-2017, pangsa pasar INTP masih 25,6% dan naik menjadi 26,4% di kuartal I-2018.

Kelebihan pasokan

Dalam riset 8 Mei, Analis Valbury Sekuritas Indonesia Budi Rustanto menilai, peningkatan penjualan semen INTP tidak lepas dari banyaknya proyek infrastruktur yang sedang berlangsung. Saat ini INTP tercatat sebagai pemasok semen untuk proyek Light Rail Transit (LRT) Jakarta, proyek di ruas tol Jakarta-Cikampek dan proyek jalan tol Ciawi-Sukabumi.

Budi meyakini volume penjualan semen INTP akan terus meningkat sejalan dengan upaya pemerintah melakukan pembangunan infrastruktur secara merata di seluruh Indonesia. Kendati begitu, peningkatan volume penjualan tidak diikuti oleh peningkatan harga jual rata-rata alias average selling price (ASP). Pada kuartal pertama tahun ini, ASP INTP turun 7% (YoY) menjadi Rp 829.000 per ton.

Penurunan ASP tersebut merupakan imbas dari kelebihan pasokan semen secara nasional. Budi memperkirakan, potensi kelebihan pasokan semen bisa mencapai 40 juta ton dari jumlah permintaan nasional pada tahun ini.

Senior Analyst Research Division Anugerah Sekuritas Indonesia Bertoni Rio menyebut, secara umum kelebihan pasokan semen terjadi lantaran sektor properti, sebagai salah satu pangsa utama emiten semen, belum pulih. Akibatnya, permintaan semen sektor tersebut masih rendah. Kondisi oversupply pada semen turut membuat pendapatan perusahaan cenderung stagnan, kata dia, Selasa (8/5).

Kondisi kelebihan pasokan pada industri ini masih bisa berlanjut akibat tren pelemahan rupiah. Tambah lagi, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih cenderung lambat. Ke depannya, hal ini akan membuat daya beli di segmen ritel turun, sehingga membuat permintaan semen dari segmen tersebut berkurang.

Selain efek dari pasokan semen yang berlebih, penurunan ASP INTP juga disebabkan beratnya tingkat persaingan di industri semen itu sendiri. Oleh karena itu, Bertoni menilai, kebijakan pemerintah lewat Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 7/2018 yang diterbitkan Januari lalu bisa berdampak negatif bagi kinerja INTP. Sekadar mengingatkan, melalui kebijakan tersebut, pemerintah membuka membuka keran impor untuk beberapa jenis semen klinker dan semen biasa ke Indonesia.

Kebijakan tersebut berpotensi mendorong produsen semen asing menjajakan produknya di Indonesia. Dus, daftar pesaing INTP bertambah. Hal ini bisa menimbulkan perang harga semen di pasar domestik.

Meski begitu, Bertoni masih merekomendasikan beli saham INTP dengan target harga Rp 21.500 per saham. Sedang Budi dan Fahressi sama-sama menyarankan hold INTP. Bertone mematok target harga di Rp 18.500 per saham, sedang Fahressi mematok target haga Rp 16.150 per saham.

Fahressi memprediksi, pendapatan INTP dapat tumbuh 1,3% jadi Rp 14,62 triliun akhir tahun nanti. Namun, masih banyaknya risiko bisnis yang dihadapi INTP membuat laba bersih emiten tersebut diprediksi turun sekitar 37,2% menjadi Rp 1,16 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia