Kinerja Industri Alat Berat Diyakini Kembali Membaik



KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pelaku industri alat berat Indonesia berharap mampu mencetak kinerja yang lebih baik selepas kuartal I-2024.

Sepanjang tiga bulan pertama tahun 2024, produksi alat berat mengalami penurunan. Data Himpunan Industri Alat Berat Indonesia (Hinabi) memperlihatkan, produksi alat berat nasional turun 23% year on year (YoY) menjadi 1.668 unit per kuartal I-2024.

Hydraulic excavator menjadi alat berat yang paling banyak diproduksi yakni mencapai 1.427 unit. Setelah itu disusul oleh dump truck sebanyak 141 unit dan bulldozer sebanyak 120 unit.


Baca Juga: Pebisnis Alat Berat Dapat Angin Segar Pasca Terbitnya Aturan Teknis Impor Ban

Ketua Umum Himpunan Industri Alat Berat Indonesia Giri Kus Anggoro mengatakan, lesunya produksi alat berat pada kuartal I-2024 tidak lepas oleh penurunan permintaan terutama dari sektor pertambangan seiring pelemahan harga komoditas barang tambang seperti batubara dan nikel.

Di samping itu, sektor konstruksi dengan sederet proyek pembangunan infrastruktur ternyata belum dapat menyerap alat berat secara maksimal. Ini mengingat adanya kegiatan Pemilu pada awal 2024 membuat beberapa pelaku usaha bersikap wait and see terhadap hasil dan kebijakan pemerintah berikutnya di sektor konstruksi.

Terlepas dari itu, Hinabi meyakini permintaan alat berat, khususnya di sektor tambang nikel akan segera melonjak. Adanya percepatan pembangunan IKN Nusantara juga dapat memicu peningkatan alat berat di sektor konstruksi.

Hinabi tetap pada memproyeksikan produksi alat berat nasional berada di level 8.000 unit sampai akhir tahun nanti. “Prediksi kami produksi alat berat mencapai 2.100 unit pada kuartal II-2024,” kata Giri, Rabu (22/5).

Baca Juga: BFI Finance Catat Piutang Pembiayaan Alat Berat Rp 2,8 Triliun pada Kuartal I-2024

Dia menambahkan, kebijakan relaksasi impor beberapa komponen atau bahan baku alat berat melalui perubahan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 36/2023 dan aturan teknisnya memang dapat membantu kinerja industri alat berat nasional.

Namun, efek relaksasi ini masih perlu dilihat perkembangannya dalam beberapa waktu ke depan. Apalagi, saat ini kandungan lokal produk alat berat Indonesia rata-rata masih di kisaran 40%-60%.

Hinabi juga menilai persaingan pasar alat berat semakin ketat seiring maraknya kehadiran produk alat berat asal China, terutama di kawasan pertambangan nikel. “Banyak proyek terutama di pertambangan nikel yang menggunakan skema turnkey, sehingga makin sulit untuk industri dalam negeri ikut berperan di dalamnya,” tukas Giri.

Lantas, Hinabi berharap pemerintah dapat memberi dukungan lebih terhadap kelangsungan industri alat berat nasional yang notabene merupakan salah satu industri strategis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .