KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) mengaku memperoleh sejumlah manfaat dari penerapan Harga Gas Industri Tertentu (HGBT) dari pemerintah. Suhat Miyarso, Ketua Umum Inaplas mengatakan, gas bumi dalam industri petrokimia digunakan sebagai bahan bakar. Saat ini, terdapat 25 perusahaan anggota Inaplas yang ditetapkan memperoleh HGBT melalui Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 91.K/MG.01/MEM.M/2023 dengan jumlah kuota maksimum dari seluruh perusahaan anggota sebesar 100,21 BBTUD. Berkat HGBT, industri petrokimia mencatatkan peningkatan kinerja positif selama 2020-2023 yang berdampak pada penerimaan negara melalui pajak yang baik 112% serta penyerapan tenaga kerja yang tumbuh hingga 4%.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2023 sektor kimia dan farmasi memiliki tingkat penanaman modal luar negeri terbesar ketiga dari 23 sektor lainnya setelah sektor minerba dan logistik. "Besarnya nilai investasi ini diikuti dengan dampak hilirisasi industri petrokimia," ujar dia dalam siaran pers, Senin (25/3).
Baca Juga: Kemenkeu Evaluasi Program HGBT, Ini Alasannya Dikutip dari DDTC Consulting tahun 2020, pembangunan satu megaproyek petrokimia dengan kapasitas 1,1 juta ton Ethylene per tahun dapat memberikan kontribusi terhadap PDB nasional sebesar Rp 41 triliun per tahun serta menambah lapangan pekerjaan 3,2 juta orang skala nasional hingga penambahan peredaran upah sebesar Rp 8,65 triliun skala nasional. Inaplas juga menyebut, sejak ditetapkannya kebijakan HGBT pada tahun 2020 hingga 2023, realisasi penyerapan gas bumi pada sektor industri petrokimia secara tren mengalami peningkatan sebesar 8%. Seiring dengan naiknya penyerapan gas bumi pada sektor industri petrokimia sejak tahun 2020--2023, penjualan perusahaan di sektor ini mengalami trend) kenaikan sebesar 15% sehingga menyebabkan peningkatan laba bersih. "Realisasi investasi sektor industri petrokimia juga mengalami tren kenaikan hingga 42%," tutur Suhat.
Baca Juga: Datangkan Banyak Manfaat, Kemenperin Minta HGBT Tetap Dilanjutkan Hanya saja, penerapan HGBT di sektor industri petrokimia bukan tanpa masalah. Sebagai contoh, pada Februari 2024, terdapat 19 anggota Inaplas yang mengalami pembatasan kuota hingga 59% berdasarkan ketentuan PT Perusahaan Gas Negara (PGN). Pembatasan dan ketentuan tersebut sangat memberatkan industri petrokimia yang sedang berusaha bangkit. Pemberitahuan mendadak dan pemberlakuan kuota harian sangat menyulitkan anggota Inaplas yang mana hal ini sangat berdampak pada proses produksi Industri petrokimia dan membebani biaya produksi dalam jumlah yang cukup besar. Ancaman dari luar juga berpengaruh pada penggunaan gas di Industri. Contohnya adalah pembangunan 23 proyek petrokimia di China dengan kapasitas 50 juta ton Ethylene yang akan menjadi bahan baku plastik, sehingga membuat China kelebihan pasokan produk petrokimia. Akibatnya, Indonesia menjadi kebanjiran impor produk bahan baku plastik. Ditambah lagi, bahan baku produksi Industri petrokimia hulu yang 100% impor, sehingga biaya produksi bahan baku plastik kimia hulu menjadi lebih mahal dari bahan baku plastik yang diimpor. Ujung-ujungnya daya saing industri dalam negeri menurun.
Baca Juga: Kongsi Glencore dan TPIA Dikabarkan Lirik Aset Kilang Minyak dan Petrokimia Shell Lantas, pelaku industri petrokimia sebagai pengguna gas yang bernaung dalam Inaplas sangat berharap kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 121 tahun 2020 tentang Penetapan Harga Gas Bumi dapat dipertimbangkan dilanjutkan. Hal ini dimaksudkan agar pelaku Industri Petrokimia dapat menjaga daya saing Industri dan mendorong realisasi investasi. "Kebijakan HGBT sangat diharapkan karena berperan penting dalam pertumbuhan industri domestik dan mengembangkan kapasitas Industri demi memenuhi kebutuhan dalam negeri, sebagai substitusi terhadap produk impor, peningkatan ekspor untuk menambah devisa negara, serta memperluas kesempatan lapangan pekerjaan," tandas Suhat. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati