Kinerja INKP Terhalang Utang



JAKARTA. Laju bisnis PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP) masih terhalang utang. Sebab, restrukturisasi utang Asia Pulp and Paper Ltd (APP), induk usaha INKP, ternyata belum sepenuhnya beres.

Hingga sekarang, salah satu pemegang obligasi APP belum menyetujui skema restrukturisasi obligasi senilai US$ 30 juta. Nilai obligasi ini setara dengan sekitar 6% dari total utang APP yang mencapai US$ 500 juta.

Dua dari tiga pemegang terbesar obligasi tersebut, yakni Gramercy dan Oaktree, telah menandatangani kesepakatan restrukturisasi alias Master Restructuring Agreement (MRA) dengan APP pada 2003.


Gramercy dan Oaktree memiliki US$ 318 juta dari total obligasi APP. Adapun, US Exim Bank menguasai US$ 104 juta. Korporasi lain dan investor individual memiliki sisanya. Sekitar 10 tahun lalu, APP mengalami gagal bayar akibat krisis moneter pada 1998 menghantam bisnisnya.

Nah, berdasarkan MRA tadi, restrukturisasi sebenarnya bisa berjalan pada 2005. Masalahnya, satu pemegang obligasi belum sepakat.

"Hingga saat ini US Exim Bank masih memperkarakan masalah utang piutang ini di pengadilan," ungkap Gandi Sulistiyanto Soeherman, Wakil Komisaris Utama INKP sekaligus Direktur Grup Sinar Mas, kemarin (25/6). Dia tidak menjelaskan penyebab US Exim Bank menolak perjanjian restrukturisasi.

Namun, INKP berharap, dalam masa krisis finansial global ini, US Exim Bank sudi mencabut gugatan hukumnya. "Secepatnya, kami harap sisa utang obligasi itu bisa juga direstrukturisasi," kata Yan Partawidjaja, Sekretaris Perusahaan INKP.

Keringanan pembayaran

Bagaimana pun, kelompok usaha milik taipan Eka Tjipta Widjaja tersebut pantas bersyukur. Sebab, para kreditur telah menyetujui skema restrukturisasi sebagian besar utangnya yang bernilai sekitar US$ 470 juta atau 94% dari total utang.

APP berikut anak usahanya, termasuk INKP, harus melunasi obligasi tersebut yang dibagi dalam tiga kelompok atau tranche. Tranche A mewajibkan pelunasan utang dalam tempo delapan tahun sejak penandatangan kesepakatan. Tranche B bertenor 12 tahun dan tranche C bertenor 20 tahun. "Perjanjian ini sudah melewati enam kali perbaikan restrukturisasi," jelas Sulistiyanto.

Kesepakatan tersebut mewajibkan APP membayar bunga obligasi setiap tiga bulan dan mencicil pokok obligasi setiap enam bulan hingga lunas. APP juga mendapatkan keringanan pembayaran bunga dan pokok obligasi jika harga jual bubur kertas di bawah US$ 400 per ton.

Jika harga bubur kertas di atas US$ 400, APP harus membayar US$ 30 juta per bulan. "Jika harga di bawah itu, kami hanya membayar US$ 25 juta per bulan," hitung Sulistiyanto.

Pada kuartal keempat 2008, APP sempat menikmati keringanan tersebut lantaran harga bubur kertas turun di bawah US$ 400 per ton. "Namun saat ini harga jual sudah berada di harga US$ 420 per ton," imbuh Baharudin, Direktur INKP.

Menurut Analis Bhakti Capital Securities Reza Nugraha, jalan terbaik bagi INKP dan induk usahanya adalah segera merestrukturisasi sisa kewajiban obligasi tersebut. Sebab, selama belum ada kesepakatan restrukturisasi, bisnis INKP akan sulit berkembang. Apalagi, permintaan kertas kini makin turun sementara harga bubur kertas juga tidak setinggi tahun lalu.

Reza memperkirakan, harga bubur kertas tahun ini rata-rata hanya US$ 420 per ton. Merujuk kondisi tersebut, Reza merekomendasikan jual saham INKP. Ia menghitung, harga wajar saham INKP hanya Rp 1.650 per saham. Kemarin, saham INKP seharga Rp 1.750 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie