KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Maraknya maskapai Low Cost Carrier (LCC) di Indonesia membuat kinerja keuangan PT Jasa Angkasa Semesta (JAS) terkena imbasnya. Efeknya, kinerja keuangan perusahaan penyedia jasa penunjang angkutan udara tersebut mampu tumbuh 10% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. "Kontribusi terbanyak datang dari layanan silver untuk LCC," terang Martha Lory Fransisca selaku Corporate Communication PT JAS kepada Kontan.co.id, Senin (23/10). Martha melanjutkan layanan silver merupakan layanan non premium yang membebaskan maskapai untuk memilih layanan apa saja yang dibutuhkankan di antara layanan-layanan yang tersedia oleh JAS seperti layanan ground handling, layanan pergudangan kargo, dan layanan premium lounge bagi penumpang maskapai. "Airlines bisa pilih full services atau hanya menginginkan 1 atau 2 layanan saja," tambah Martha. Jasa ground handling juga saat ini menjadi kontribusi utama bagi revenue bagi perseroan. Martha mengaku, jasa ground handling menyumbang setengah atau 50% dari pendapatan perseroan tanpa menyebutkan nominal rupiah yang pasti. "GH (ground handling) 50%, sisanya gabungan dari cargo, lounge, ASA, dan learning center," tambah Martha. Saat ini, pihaknya telah melayani jasa ground handling bagi 30 maskapai Indonesia maupun internasional di 12 bandara di Indonesia di mana Bandara Internasional Supadio Pontianak menjadi yang teranyar mendapatkan layanan tersebut dari perseroan. Sebenarnya, PT JAS juga telah menandatangani MoU dengan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati di Majalengka, namun Martha belum mau berkomentar lebih jauh terkait bentuk kerjasama kedua pihak. "Ini masih MOU, belum saya dengar menjadi PKS (Perjanjian Kerja Sama)," ujarnya. Saat ini pihaknya terus fokus mempertahankan target pertumbuhan yang sudah di angka 10%, walaupun tidak memungkinkan target tersebut akan berubah seiring berkembangnya bisnis angkutan udara. Maka dari itu, perusahaan penyandang gelar IATA's Safety Audit for Ground Operation (ISAGO) sejak 2010 ini akan menjaga kualitas pelayanannya melalui service exellence. "Ground handling itu kan industri padat modal dan high regulations. Jadi ya tidak mudah running bisnis model seperti ini," pungkas Martha. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Kinerja JAS terdongkrak maskapai bujet rendah
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Maraknya maskapai Low Cost Carrier (LCC) di Indonesia membuat kinerja keuangan PT Jasa Angkasa Semesta (JAS) terkena imbasnya. Efeknya, kinerja keuangan perusahaan penyedia jasa penunjang angkutan udara tersebut mampu tumbuh 10% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. "Kontribusi terbanyak datang dari layanan silver untuk LCC," terang Martha Lory Fransisca selaku Corporate Communication PT JAS kepada Kontan.co.id, Senin (23/10). Martha melanjutkan layanan silver merupakan layanan non premium yang membebaskan maskapai untuk memilih layanan apa saja yang dibutuhkankan di antara layanan-layanan yang tersedia oleh JAS seperti layanan ground handling, layanan pergudangan kargo, dan layanan premium lounge bagi penumpang maskapai. "Airlines bisa pilih full services atau hanya menginginkan 1 atau 2 layanan saja," tambah Martha. Jasa ground handling juga saat ini menjadi kontribusi utama bagi revenue bagi perseroan. Martha mengaku, jasa ground handling menyumbang setengah atau 50% dari pendapatan perseroan tanpa menyebutkan nominal rupiah yang pasti. "GH (ground handling) 50%, sisanya gabungan dari cargo, lounge, ASA, dan learning center," tambah Martha. Saat ini, pihaknya telah melayani jasa ground handling bagi 30 maskapai Indonesia maupun internasional di 12 bandara di Indonesia di mana Bandara Internasional Supadio Pontianak menjadi yang teranyar mendapatkan layanan tersebut dari perseroan. Sebenarnya, PT JAS juga telah menandatangani MoU dengan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati di Majalengka, namun Martha belum mau berkomentar lebih jauh terkait bentuk kerjasama kedua pihak. "Ini masih MOU, belum saya dengar menjadi PKS (Perjanjian Kerja Sama)," ujarnya. Saat ini pihaknya terus fokus mempertahankan target pertumbuhan yang sudah di angka 10%, walaupun tidak memungkinkan target tersebut akan berubah seiring berkembangnya bisnis angkutan udara. Maka dari itu, perusahaan penyandang gelar IATA's Safety Audit for Ground Operation (ISAGO) sejak 2010 ini akan menjaga kualitas pelayanannya melalui service exellence. "Ground handling itu kan industri padat modal dan high regulations. Jadi ya tidak mudah running bisnis model seperti ini," pungkas Martha. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News