Kinerja keuangan produsen batubara masih redup



JAKARTA. Kinerja keuangan emiten produsen batubara semakin terpuruk. Kesimpulan itu merujuk ke laporan keuangan empat emiten batubara kelompok LQ-45 per kuartal III-2012.

Laba bersih PT Adaro Energy Tbk (ADRO) turun 7,8% year-on-year (YoY) menjadi US$ 346,48 juta per 30 September 2012. Presiden Direktur Adaro Energy, Garibaldi Thohir, Rabu (31/10), menilai penurunan kinerja tak lepas dari hasil operasional. Hingga September 2012, volume produksi batubara Adaro turun 4% (YoY) menjadi 33,87 juta ton.

Imbasnya, volume penjualan batubara Adaro terjerembab 9,5% (YoY) menjadi 34,68 juta ton. Harga jual rata-rata batubara Adaro di sembilan bulan 2012 sebenarnya naik 3,1% (YoY). Namun, jika dibandingkan dengan Juni 2012, harga jual rata-rata batubara tersebut turun 2,7%.


Kondisi serupa dialami PT Bukit Asam Tbk (PTBA). Hingga September 2012, laba bersih PTBA turun 5,5% (YoY) menjadi Rp 2,2 triliun. Pendapatan PTBA sebenarnya masih tumbuh 12,47% (YoY) menjadi Rp 8,72 triliun.

Hal itu didorong kenaikan volume penjualan 15% (YoY) menjadi 11,36 juta ton. Maklum, produksi dan pembelian batubara PTBA di akhir September 2012 naik 18% (YoY) menjadi 11,31 juta ton. Tapi kenaikan itu tergerus tertekan harga jual batubara. Hingga September 2012, PTBA hanya meraih harga jual rata-rata batubara Rp 765.934 per ton, turun 2% (YoY).

Situasi lebih buruk dialami PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU). Hingga September 2012, Berau menderita kerugian US$ 32,65 juta. Setahun lalu, Berau meraih laba bersih US$ 111,51 juta. Hal itu tak lepas dari kinerja penjualan Berau yang turun 7,12% (YoY) menjadi US$ 1,12 miliar. Maklum, harga jual rata-rata batubara Berau per September 2012, turun 5,1% (YoY) menjadi US$ 74,9 per ton.

Kinerja PT Harum Energy Tbk (HRUM) lebih baik. Per akhir September 2012, Harum mencetak kenaikan pendapatan 42,93% (YoY) menjadi US$ 835,08 juta. Tapi kenaikan laba Harum sangat tipis, cuma 0,76% (YoY), menjadi US$ 125,32 juta.

Analis Sucorinvest Central Gani, Gifar Indra Sakti, menuturkan, situasi industri batubara hingga kuartal III 2012 sangat memberatkan produsen. Ini berpangkal dari krisis yang melanda kawasan Eropa. "Permintaan batubara ikut tertekan dan memangkas harga jual," kata dia.

Di situasi seperti itu, faktor penentu daya tahan emiten adalah efektivitas manajemen biaya produksi. Soalnya, nisbah kupas (stripping ratio) setiap emiten rata-rata naik sehingga mengerek biaya produksi.

ADRO dan PTBA mulai mengakali hal itu. ADRO merekayasa kegiatan produksi batubara, dengan mengubah sistem angkut dari menggunakan truk menjadi conveyor belt. Cara ini diharapkan memenuhi target biaya produksi US$ 39-US$ 42 per ton.

Adapun efisiensi PTBA adalah mengubah jenis batubara yang ditambang. PTBA memprioritaskan batubara berkalori tinggi. "Kalori tinggi pasarnya untuk ekspor sehingga marginnya bisa lebih menarik," ujar Gifar.

Tapi efisiensi itu diprediksi baru terasa minimal di laporan keuangan kuartal IV 2012. Gifar merekomendasi buy PTBA dan ADRO dengan target harga masing-masing Rp 19.650 dan Rp 1.860 per saham. Harga PTBA dan ADRO, Kamis (1/11), ditutup tidak bergerak dari Rp 16.000 dan Rp 1.370 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sandy Baskoro