KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pergerakan saham PT Kimia Farma Tbk (
KAEF) longsor dari waktu ke waktu. Tren pelemahan ini dapat terlihat sejak tahun 2022. Per Kamis (27/6) harga saham KEF turun 2,54% menjadi Rp 575 per saham akibat terkena
special notation berupa keterlambatan dalam menyampaikan laporan keuangan. Adapun kinerja saham KAEF sepanjang tahun 2024 melemah sejalan dengan rilis kinerja pada kuartal I-2024. Kinerja keuangan emiten farmasi BUMN tersebut semakin memprihatinkan. Betapa tidak, sepanjang tahun 2023 emiten pelat merah ini mencatatkan rugi bersih sebesar Rp 1,48 triliun atau naik 677,19% dari sebelumnya sebesar Rp 190,4 miliar di tahun 2022.
Yang terbaru, KAEF masih merugi dengan torehan
Rp 141,84 miliar pada kuartal I-2024. Meski demikian, penjualan neto justru meningkat 10% menjadi Rp 2,54 triliun dibandingkan dengan kuartal pertama tahun lalu sebesar Rp 2,30 triliun. Sementara beban pokok penjualan naik 17,93% dari Rp 1,45 triliun menjadi Rp 1,71 triliun.
Baca Juga: Produsen Bahan Baku Farmasi Dalam Negeri Minta Pengetatan Impor Dalam catatan Kontan.co.id, rugi KAEF yang membengkak diakibatkan tiga hal.
Pertama, persolan operasional berupa inefisiensi pabrik.
Kedua, komposisi produk yang terjual lebih banyak berasal dari produk yang bermargin rendah.
Ketiga, dugaan integritas penyediaan data di Kimia Farma Apotek (KFA). KAEF menargetkan akan melakukan reorientasi bisnis dan restrukturisasi keuangan dalam rangka menjaga kinerja tumbuh positif dan berkelanjutan. Rencana transformasi ini bertujuan untuk penguatan operasional dan peningkatan profitabilitas dilakukan bersama–sama dengan
Project Management Office (PMO) Restrukturisasi Keuangan dan Reorientasi Bisnis yang dibentuk Kementerian BUMN (KBUMN). Senior Investment Information Mirae Aset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta menilai, KAEF harus berinovasi dan berekspansi supaya produk diterima secara optimal oleh pelaku pasar. “Apabila masih belum memungkinkan, efisiensi bisnis harus diterapkan supaya meminimalisir kerugian yang dialami oleh KAEF,” kata Nafan kepada Kontan, Kamis (27/6).
Baca Juga: Usai Rugi, KAEF Berharap Bisa Cetak Laba Menurut Nafan, sejauh ini PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) berhasil meningkatkan kinerjanya baik dari segi
top line maupun
bottom line di antara emiten kesehatan farmasi. Adapun dari sektor kesehatan secara umum, rumah sakit memiliki prospek bagus selaras dengan faktor distribusi rumah sakit yang kurang merata akibat hanya terkonsentrasi di kota-kota saja. Di samping itu, kebutuhan akan layanan kesehatan meningkat tiap tahun. Hal ini terbukti banyaknya masyarakat Indonesia yang berobat ke negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Menurut Nafan, perlu ada pembenahan pada layanan kesehatan dengan berorientasi pada kepentingan pelayanan pada pasien, pelaku pasar, atau
customer. Hal ini dinilai juga turut mendongkrak sektor farmasi. “Apabila berobat ke luar negeri maka obatnya dari luar negeri, sedangkan apabila di Indonesia maka akan memberikan katalis positif terhadap sektor farmasi serta mempengaruhi peningkatan permintaan,” imbuh Nafan.
Baca Juga: Rugi Hingga Rp 1,48 Triliun Tahun 2023, Kimia Farma (KAEF) Ungkap Penyebab Sebenarnya Equity Research Analyst Kiwoom Sekuritas, Abdul Azis melihat, beberapa perusahaan farmasi mengalami peningkatan beban bahan baku yang mengakibatkan adanya penurunan laba. Secara prospek, emiten farmasi memiliki banyak tantangan. Adanya kasus pada perusahaan BUMN farmasi menjadi sentimen negatif tersendiri bagi emiten farmasi. Hal tersebut menyusul terdapat indikasi
fraud yang dilakukan anak usaha dan masih dalam penyelidikan oleh internal perusahaan. Kendati demikian, menurut Azis, KAEF harus mengembalikan rasa kepercayaan investor melalui perbaikan kinerja keuangan dengan meningkatkan kinerja
top line. Di sisi lain, adanya tren pelemahan rupiah turut membayangi kinerja keuangan. “Hal ini dapat menyebabkan investor akan lebih berhati-hati,” kata Azis kepada Kontan.co.id, Kamis (27/6).
Baca Juga: Meski Mencatatkan Rugi di 2023, Kimia Farma (KAEF) Optimistis Bisa Cetak Laba di 2024 Investment Consultant Reliance Sekuritas Indonesia Reza Priyambada menjelaskan, penurunan kinerja merupakan akibat dari permintaan yang turun. Lalu, faktor lainnya terlebih dari eksternal erat dengan pergerakan nilai tukar rupiah. “Hal ini karena berimbas pada bahan baku obat-obatan,” kata Reza kepada Kontan.co.id, Kamis (27/6). Menurut Reza, perusahaan dapat meningkatkan penjualan atau melakukan pemangkasan biaya. Dua solusi tersebut memiliki konsekuensinya masing-masing. Dalam rangka meningkatkan pendapatan, KAEF dapat bekerja sama dengan rumah sakit swasta maupun pemerintah dalam penyaluran obat. Selain itu, perusahaan dapat menciptakan produk baru dengan mengurangi produk-produk yang tidak memiliki banyak peminat.
Baca Juga: Selain Bakal Menutup 5 Pabrik, Kimia Farma (KAEF) Evaluasi Kinerja Apotek Sementara itu, pemangkasan biaya dapat dalam bentuk pengurangan biaya kepegawaian, penyesuaian biaya komisi, maupun pengurangan
overcost lainnya.
“Kembali lagi seperti apa strategi manajemen ke depannya. Apakah ada
revenue enhancement maupun kreativitas lainnya,” jelasnya. Lebih lanjut, pada dasarnya KAEF menyimpan prospek melalui berbagai lini usahanya terlebih layanan Apotek. Apotek bisa saja tidak hanya menjual obat namun dapat menyediakan layanan lain seperti pemeriksaan gula atau tensi serta lainnya sehingga terdapat penerimaan tambahan. Dalam hal ini, Azis cenderung “wait and see” terhadap saham KAEF. Sedangkan Reza menargetkan harga KAEF di angka Rp 590. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati