Kinerja Kuartal I Solid, Begini Rekomendasi Saham SMRA dari Analis



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) mencetak kinerja solid di kuartal pertama 2024. Analis memperkirakan raihan positif SMRA tersebut bakal berlanjut terutama didorong moncernya penjualan properti.

Analis Indo Premier Sekuritas Ryan Dimitry mengatakan, SMRA melaporkan serangkaian hasil yang kuat pada kuartal pertama 2024. Emiten properti ini mencatat laba bersih kuartal I-2024 sebesar Rp 441 miliar yang bertumbuh 62% year on year (YoY) dan 291% quarter on quarter (QoQ).

Sehingga, capaian laba itu membentuk sekitar 49% capaian untuk setahun penuh dari estimasi Indo Premier Sekuritas. Dalam tiga tahun terakhir, rata-rata run rate laba bersih SMRA pada kuartal pertama hanya sebesar 24% pada 2019, 2022, 2023. Tidak termasuk tahun terjadinya covid-19 pada 2020 dan 2021.


Ryan melihat, pencapaian yang kuat ini didorong oleh pendapatan yang cukup besar dari semua segmen pendapatan tidak berulang (non-recurring). Segmen ini telah berkinerja baik yang mendorong peningkatan laba kotor.

Baca Juga: Kinerja Indika Energy (INDY) Masih Tertekan Harga Batubara, Cek Rekomendasi Sahamnya

Laba kotor SMRA mencapai Rp1,1 triliun yang meningkat sekitar 42% YoY dan 40% QoQ pada kuartal I 2024. Margin kotor (GPM) datar sebesar 52% YoY dengan margin non recurring sebesar 55% telah meningkat 12 bps YoY dan 222 bps QoQ, mampu mengimbangi penurunan margin pendapatan berulang sebesar 45% (-201 bps YoY dan -91 bps QoQ).

Adapun pendapatan SMRA meningkat 42% YoY dan 35% QoQ menjadi Rp2,1 triliun pada kuartal I-2024. Pertumbuhan ini disokong oleh pendapatan non-recurring yang melonjak 58% YoY dan 67% QoQ.

Ryan memaparkan, segmen perumahan menjadi kontributor terbesar pendapatan non recurring tersebut dengan capaian Rp 1,1 triliun atau meningkat 54% YoY dan 88% QoQ di triwulan pertama 2024. Dimana, penjualan di wilayah Bekasi dan Serpong merupakan pendorong utama pendapatan yang kuat pada kuartal pertama 2024.

Kemudian diikuti pendapatan segmen ruko sebesar Rp 165 miliar (12% YoY dan 49% QoQ), segmen kavling senilai Rp 83 miliar (348%YoY dan -43% QoQ), serta segmen Apartemen sekitar RP 76 miliar (348% YoY dan 431 QoQ).

“Tingginya pengakuan pendapatan disebabkan oleh dampak pembebasan PPN dari klaster Bekasi dan Serpong,” ungkap Ryan dalam riset 2 Mei 2024.

Equity Research Analyst Kiwoom Sekuritas Vicky Rosalinda mencermati, pendorong kinerja SMRA di kuartal pertama tahun ini adalah pertumbuhan marketing sales atau pendapatan prapenjualan. SMRA sukses mengantongi marketing sales sebesar Rp 809 miliar di triwulan pertama 2024.

Marketing sales SMRA dikontribusikan oleh penjualan rumah di wilayah Serpong dan Bekasi. Adanya insentif pemerintah mengenai Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) turut membantu penjualan properti SMRA.

Di sisi lain, Vicky melihat segmen pendapatan berulang (recurring income) akan menjadi pendorong pertumbuhan SMRA untuk jangka panjang. Dengan demikian, SRMA diperkirakan terus berpotensi mencetak kinerja positif lewat pendapatan berulang dari mal ataupun ritel.

 
SMRA Chart by TradingView

Baca Juga: Deretan Emiten Ini Tebar Dividen pada Bulan Juni 2024, Cek Rekomendasi Analis

“Prospek kinerja SMRA di tahun 2024 ini cukup bagus, melihat dari kinerja kuartal pertama yang solid,” ujar Vicky kepada Kontan.co.id, Senin (3/6).

Namun, Vicky berujar, arah suku bunga masih belum pasti menjadi kekhawatiran sektor properti. Demikian pula, rencana penerapan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) masih terlalu dini diperhitungkan dampaknya bagi emiten properti seperti SMRA.

Selain itu, rencana penerbitan obligasi SMRA merupakan langkah yang bagus untuk menunjang strategi bisnis, tetapi ada risiko yang perlu diwaspadai. Seperti diketahui, SMRA tengah merancang penerbitan Obligasi Berkelanjutan IV Summarecon Agung Tahap III Tahun 2024 dengan nilai pokok Rp 1,3 triliun.

Menurut Vicky, penerbitan obligasi tersebut akan mendukung modal bisnis SMRA. Akan tetapi, risiko gagal bayar membayangi karena saat ini suku bunga Bank Indonesia (BI) masih tinggi, serta ekonomi yang masih diselimuti ketidakpastian.

“Jadi menurut kami harus tetap diwaspadai dan menilai perkembangan ekonomi saat ini untuk mengambil langkah penerbitan obligasi,” imbuh Vicky.

Editor: Tendi Mahadi