KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Aneka Tambang Tbk (
ANTM) berhasil mencetak kinerja ciamik sepanjang sembilan bulan pertama 2021. ANTM membukukan pendapatan Rp 26,47 triliun, naik 46,78% dari pendapatan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 18,03 triliun. Kenaikan pendapatan ini turut mengerek bottomline ANTM. Emiten pertambangan mineral pelat merah ini membukukan laba bersih senilai Rp 1,71 triliun per akhir kuartal III-2021, melesat 104% dari laba bersih yang dibukukan pada kuartal III-2020 yang hanya Rp 835,78 miliar. Analis NH Korindo Sekuritas Indonesia Samuel Glenn Tanuwidjaja menilai, kinerja ANTM per kuartal ketiga cukup solid, dimana gross profit dan EBIT Aneka Tambang naik masing-masing 77% dan 63% secara
year-on-year (yoy). Glenn menilai, kinerja tersebut tidak terlepas dari kenaikan average selling price (ASP) atau harga jual rerata emas ANTM.
Melihat grafik gold Comex 1-year, harga emas yang tertinggi dalam lima bulan terakhir atau naik 4,95% dari bulan Juli 2021 turut mendorong kenaikan ASP emas ANTM menjadi Rp 956.000 per gram, atau naik 1,9% selama tiga bulan terakhir ini.
Baca Juga: Kuartal III-2021 laba Aneka Tambang (ANTM) melesat 104% menjadi Rp 1,71 triliun Selain itu, ANTM juga mencatatkan kenaikan dari sisi volume penjualan emas sebesar 33,2 % dibanding periode sembilan bulan pertama 2020. Hal ini didukung oleh komposisi pendapatan emas dari pasar domestik yang masih menyumbang 78% dari total pendapatan emas. Di divisi nikel, ANTM mencatat kenaikan produksi nickel ore sebanyak 8,3 juta wet metric ton (wmt) atau naik 190% secara YoY. Kenaikan ini sudah diproyeksi oleh Glenn sebelumnya, karena ANTM turut serta dalam proyek besar pemerintah untuk mendukung Indonesia Battery Company (IBC). Nikel menjadi material utama di dalam komponen baterai kendaraan listrik.
Glenn memasang sikap overweight untuk industri nikel dikarenakan banyaknya katalis positif. Pertama, secara historis, pertumbuhan permintaan untuk baja nirkarat (stainless steel) global dari China masih cukup stabil. Kedua, penggunaan nikel di pabrik-pabrik kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) di China, Eropa, dan Amerika Serikat (AS). Selain Tesla, Volkswagen, dan Toyota, dua emiten terbesar di dunia juga giat memproduksi mobil listrik. Indonesia sendiri turut menjalin kerjasama dengan LG Group dari Korea Selatan untuk segmen manufaktur electric battery, yang dilakoni oleh MIND ID (induk BUMN tambang) dan Pertamina. “Ke depan, saya memproyeksi harga nikel global cukup stabil di kisaran US$ 19.500 per ton sampai US$ 19.800 per ton,” terang Glenn kepada Kontan.co.id, Senin (15/11).
Emas yang menjadi komoditas andalan ANTM juga masih cukup stabil. Sejumlah sentiment seperti tapering yang dilakukan The Fed dan kenaikan inflasi di Negeri Paman Sam akan menjaga harga emas di level yang stabil. Secara valuasi ,tralling price to earning (PE) ratio ANTM berada di level 25,6 kali. Secara return on equity (ROE) walau lebih rendah dibanding emiten tambang lain seperti Indo Tambangraya Megah (ITMG) atau PT Vale Indonesia Tbk (INCO), Glenn melihat prospek ANTM cukup baik, dimana Debt to Asset Ratio cukup rendah di kisaran 29,8% per kuartal III-2021 dan current ratio di level 1,21 kali. Kesimpulannya, ANTM masih undervalue secara fundamental dengan forward earnings per share (EPS) 2022 di Rp 95,3 per saham. Glenn merekomendasikan beli ANTM dengan target Rp 2.860 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi