Kinerja manufaktur turun, begini kata pengusaha



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Menurunnya kinerja manufaktur Asean tentunya juga dirasakan di Indonesia. Wakil Ketua Umum Kadin bidang Hubungan Internasional Shinta W. Kamdani mengatakan, di Indonesia memang terjadi pelambatan pertumbuhan manufaktur di kuarta II 2019.

Pelambatan pertumbuhan industri manufaktur di kuartal II 2019 ini dampak dari berbagai hal. Dari sisi eksternal, masih soal efek perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China. "Lalu dari sisi internal, karena kami hampir tidak melakukan apa-apa. Hanya business as usual tanpa terobosan apapun," kata Shinta saat dihubungi Kontan.co.id, Sabtu (4/8).

Baca Juga: Meski turun, tapi secara keseluruhan bisnis manufaktur di ASEAN masih membaik


Perang dagang AS-China membuat pertumbuhan ekspor Indonesia jauh dari harapan. Perang dagang ini menyebabkan pelambatan ekonomi China yang mengakibatkan bekurangnya permintaan barang dari Indonesia.

Ini berdampak pada neraca perdagangan Indoensia. Permintaan dari China yang berkurang cukup signifikan menyebabkan defisit perdagangan Indonesia membesar. Apalagi ekspor Indonesia ke negara-negara lain juga tidak naik cukup tinggi untuk menutupi defisit dengan Cina.

Kebijakan ekonomi sejumlah negara seperti AS dan Uni Eropa juga berandil menekan ekspor Indonesia. Misal, kebijakan Uni eropa yang menyulitkan ekspor biofuel Indonesia ke Uni Eropa.

Baca Juga: Walau kinerja manufaktur ASEAN menurun, 4 negara ini justru membaik

"Untuk masalah kebijakan biofuel baru yang dikeluarkan Uni Eropa bisa mengancam 30% total ekspor kita ke sana. Selain itu kebijakan AS dan Uni Eropa itu juga menyebabkan mood yang tidak positif bagi permintaan atas produk-produk ekspor Indonesia," tambah Shinta.

Sementara dari sisi internal, Shinta mengakui pengusaha hanya menjalankan bisnis secara biasa tanpa ada terobosan, terutama saat menjelang dan sesudah pemilu lalu. Hal ini disebabkan pengusaha lebih cenderung wait and see. Itu yang menyebabkan banyak kegiatan usaha tidak menghasilkan produktivitas tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat