KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja keuangan para emiten properti menunjukkan pertumbuhan signifikan pada tahun 2022. Akan tetapi, performa sahamnya masih berada di zona merah. Sebagai contoh, pendapatan PT Ciputra Development Tbk (
CTRA) naik 9% secara tahunan atawa
year on year (YoY) menjadi Rp 7,22 triliun hingga kuartal III-2022, dengan laba bersih melonjak 50% YoY menjadi Rp 1,52 triliun. Selanjutnya, pendapatan PT Summarecon Agung Tbk (
SMRA) tumbuh 11% YoY menjadi Rp 4,21 triliun dengan laba bersih melesat 82% YoY menjadi Rp 310 miliar.
Akan tetapi, secara
year to date (YtD) sampai dengan Jumat (4/11), saham CTRA terkoreksi 5,15% ke level Rp 920 per saham. Sementara itu, saham SMRA merosot 32,34% secara YtD ke level Rp 565 per saham. Analis Sucor Sekuritas Benyamin Mikael menilai, performa negatif yang terjadi pada saham properti disebabkan oleh adanya katalis negatif seperti kenaikan suku bunga dan prediksi perlambatan ekonomi ke depannya. Selain itu, sektor lainnya juga lebih menarik pada tahun ini, misalnya sektor komoditas yang mencatatkan kenaikan harga signifikan pada 2022.
Baca Juga: Kinerja Emiten Properti Mendaki, Saham Pilihan Berikut ini Bisa Dicermati Menurut Benyamin, valuasi saham-saham properti saat ini masih cukup murah meski diskonnya tidak sedalam awal tahun 2020. "Potensi kenaikan harganya masih cukup menarik sehingga bisa menjadi pilihan jika investor ingin melakukan diversifikasi," kata Benyamin saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (6/11). Untuk ke depannya, Benyamin melihat sentimen negatif masih akan membayangi sektor properti hingga akhir tahun ini. Akan tetapi, pada tahun 2023, sentimen negatif diprediksi akan selesai. Kemudian, sentimen positif lain berupa pertumbuhan
marketing sales akan mulai menghiasi pergerakan sektor properti. Di sisi lain, J.P Morgan Sekuritas Indonesia justru lebih waspada terhadap sektor properti Indonesia seiring dengan adanya potensi kenaikan suku bunga ke 5,75% pada kuartal I-2023 dari 3,5% pada pertengahan 2022. Hal ini sejalan dengan sikap The Fed yang masih
hawkish dan berpotensi menaikkan suku bunganya ke 4,75% pada awal tahun depan. "Ini kemungkinan akan mengarah ke suku bunga hipotek yang lebih tinggi yang akan mempengaruhi permintaan untuk membeli properti dan pada saat yang sama meningkatkan biaya pinjaman untuk pengembang properti," kata
Head of Indonesia Research & Strategy J.P. Morgan Henry Wibowo dan sejumlah analis J.P. Morgan lainnya dalam riset tanggal 1 November 2022.
Baca Juga: Return IDX Growth30 Kalah Moncer Dibanding Dua Indeks Lain, Cek Prospek Penghuninya Nilai tukar dolar Amerika Serikat terhadap rupiah yang masih menguat juga akan menjadi sentimen pemberat lainnya. Terlebih lagi, insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk sektor properti sudah berakhir pada September 2022. Marketing sales properti dalam waktu dekat masih akan didukung oleh kenaikan harga komoditas yang memberikan keuntungan pada pelaku usaha yang bergerak di sektor ini. Akan tetapi, sentimen positif tersebut akan diimbangi sentimen yang tidak pasti memasuki tahun politik 2023-2024. Di tahun politik, masyarakat kemungkinan akan menunda pembelian
big-ticket item seperti properti. Prospek tahun 2023 juga akan lebih ketat seiring potensi perlambatan ekonomi global dan normalisasi harga komoditas mulai pertengahan 2023 dan seterusnya.
Dalam riset tanggal 2 November 2022, Analis BRI Danareksa Sekuritas Victor Stefano melihat prospek positif untuk saham-saham sektor properti khususnya CTRA, SMRA, dan PT Bumi Serpong Damai Tbk (
BSDE). CTRA disukai karena mencatatkan
marketing sales yang kuat di proyek unggulannya di Jakarta, Surabaya, dan Medan. Untuk SMRA, meskipun ada kasus suap yang melibatkan anak perusahaan dan petinggi perusahaan, kinerja operasional SMRA diyakini tidak berubah. BSDE juga disukai karena berdasarkan realisasi
marketing sales dan laba bersih BSDE, Victor melihat prospek positif pada
marketing sales dan pemulihan bisnis properti investasi ke depannya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari