KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasokan ayam di industri unggas terjaga, kinerja PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (
JPFA) pun tumbuh signifikan. Berdasarkan laporan keuangan hingga kuartal III 2018, JPFA mencatatkan pertumbuhan laba bersih signifikan yakni naik 108% secara tahunan menjadi Rp 1,67 triliun. Pertumbuhan margin laba operasional di mayoritas segmen JPFA, menjadi pendukung laba perusahan ini bisa tumbuh signifikan. Mimi Halimin, analis PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia mengatakan, margin laba operasional pakan ternak hingga kuartal III 2018 naik 11,6% dibanding tahun lalu yang hanya tumbuh 10,4%. Segmen pakan ternak mendapat sentimen positif dari membaiknya pasokan jagung lokal. Sementara, margin laba operasional segmen peternakan dan produk konsumen juga tumbuh 9,2% hingga kuartal III 2018. Sebagai perbandingan, tahun lalu segmen tersebut hanya tumbuh 2,1%.
Kenaikan margin laba operasional JPDA dan di luar perkiraan para analis terjadi pada segmen ayam umur sehari atau
day old chicken (DOC). Hingga kuartal III 2018, segmen ini menggandakan keuntungan sebesar 22% berbanding pertumbuhan di tahun lalu yang hanya 13,6%. "Pertumbuhan keuntungan DOC didukung dari kurangnya pasokan DOC di pasar," kata Mimi dalam riset 2 November 2018. Berkurangnya pasokan tak lepas karena kebijakan Kementerian Pertanian yang membatasi produksi ayam dengan menetapkan kuota impor bibit indukan ayam atau
grand parent stok (GPS). Marlene Tanumihardja, analis Samuel Sekuritas Indonesia menambahkan, laba bersih JPFA bisa naik di atas estimasi karena beban pokok penjualan turun sejak awal hingga pertengahan tahun. "Panen raya jagung cukup berhasil di beberapa wilayah Indonesia sejak akhir kuartal I dan awal kuartal II 2018, sehingga secara tahunan harga jagung masih relatif lebih rendah jika dibandingkan periode sama tahun lalu," kata Marlene dalam riset 31 Oktober 2018. Sementara, pendapatan JPFA hingga kuartal III 2018 mampu tumbuh 16,8% secara tahunan menjadi Rp 25 triliun. Marlene menilai, perolehan pendapatan tersebut sesuai dengan ekspektasinya. Ia mencatat, pertumbuhan pendapatan didorong lebih tingginya harga penjualan rata-rata atau
average selling product (ASP) pada segmen unggas. Marlene melihat, harga DOC dan broiler naik karena terpengaruh campur tangan pemerintah dalam menyeimbangkan suplai dan permintaan di pasar. Selain itu kebijakan pemerintah yang melarang penggunaan
antibiotic growth promoters (AGP) sejak awal 2018 turut menyebabkan tertekannya suplai ayam di pasar. Selain itu, Marlene juga melihat ada perbaikan operasional bisnis breeding dengan kondisi pertenakan dan kualitas DOC yang lebih baik. Sementara, secara kuartalan pendapatan JPFA turun karena faktor jelang Lebaran dan datangnya bulan Suro di kuartal III yang membuat harga ayam cenderung lemah. Michael W. Setjoadi Analis PT RHB Sekuritas Indonesia mengatakan kepada Kontan.co.id, Selasa (6/11), secara historis kinerja kuartal IV sektor unggas akan lebih baik dibanding kuartal III. Penyebabkan, di kuartal III ada hari besar Idul Adha yang menyebabkan konsumsi protein diisi dengan daging kambing atau sapi. Hingga akhir tahun, Michael juga optimistis kinerja JPFA bisa kembali meningkat karena di tengah perang dagang AS dan China membuat harga kedelai turun dan menjadi sentimen positif bagi kinerja sektor unggas ke depannya.
Secara valuasi, Michael mengatakan, harga JPFA cukup murah dengan PE 9 kali. Valuasi tersebut lebih murah dibanding PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN) yang memiliki valuasi PE 18 kali. Mimi memproyeksikan pendapatan JPFA di akhir tahun bisa mencapai Rp 34 triliun dengan laba bersih mencapai Rp 2,15 triliun. Melihat kinerja hingga kuartal III 2018 yang baik, Michael merekomendasikan
buy saham JPFA di target harga Rp 3.000 per saham. Marlene juga merekomendasikan
buy JPFA di target harga Rp 2.750 per saham. Kompak, Mimi pun menyarankan
buy di target harga Rp 2.370 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat