Kinerja obligasi korporasi merekah, Analis: investor tetap harus pertimbangkan risiko



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dibanding obligasi pemerintah, kinerja obligasi korporasi di awal tahun ini terbilang ciamik. Meski begitu, sejumlah sentimen negatif masih berpotensi menahan laju kinerja obligasi sepanjang tahun ini.

Sejak awal tahun, rata-rata imbal hasil korporasi memang cenderung lebih tinggi dan stabil. Menurut data Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) per Jumat (6/4) lalu, kinerja obligasi korporasi yang tecermin dalam INDOBeX Corporate Total Return tercatat sebesar 1,5% year-to-date (ytd). Sementara, kinerja obligasi pemerintah dalam INDOBeX Government Total Return cuma 0,89% ytd.

Namun, Ifan Mohamad Ihsan berpendapat, penerbitan obligasi korporasi akan cenderung tertahan memasuki April ini. Alasannya, yield obligasi sekarang sudah kian menanjak.


Analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) ini merinci, akhir tahun lalu yield obligasi korporasi bertenor tiga tahun berada di level 7,4%. Sementara, per Jumat (6/4) lalu rata-rata yield obligasi korporasi mencapai 7,9%.

"Emiten akan menahan diri dulu karena kenaikan yield ini akan menjadi tambahan cost of fund buat mereka," ujar Ifan.

Senada, analis obligasi BNI Sekuritas Ariawan menjelaskan risiko bagi investor obligasi korporasi tetap ada. Pertama, risiko likuiditas, di mana risiko ini bisa diatasi dengan melihat outstanding obligasi yang ada.

Risiko ini juga umumnya tidak akan begitu terasa bagi investor jangka panjang yang memilih menahan instrumennya hingga jatuh tempo.

Kedua, risiko gagal bayar pun tetap membayangi. Beberapa contoh kasus sudah terlihat di awal tahun ini. Misalnya, PT Express Transindo Utama Tbk (TAXI) diganjar rating default setelah gagal membayar bunga ke-15 Obligasi I Express Transindo Utama Tahun 2014 yang harusnya jatuh tempo 26 Maret lalu.

Juga, PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) yang memperpanjang jatuh tempo pembayarannya 12 bulan lantaran kondisi keuangan perusahaan tengah tertekan.

"Investor harus jeli memilih obligasi korporasi dengan melihat peringkat utang serta prospek industri emiten penerbit," imbuh Ifan.

Terakhir, risiko pasar di mana saat ini kondisi global semakin rawan di tengah isu perang dagang. "Kalau yield global bergerak naik, akan berpengaruh ke yield SUN dan yield obligasi korporasi yang ikut naik. Harga obligasi pun berpotensi menurun," papar Ariawan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto