KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja dari emiten telekomunikasi masih berdering hingga September 2020. Hal itu terlihat dari laporan keuangan kuartal III 2020 yang dikeluarkan masing-masing pemain. PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) membukukan pendapatan konsolidasi sebesar Rp 99,94 triliun pada sembilan bulan pertama tahun 2020 atau turun 2,6% dibandingkan periode sama tahun lalu Rp102,63 triliun. Andalan Telkom di bisnis seluler, Telkomsel, sepanjang sembilan bulan pertama 2020 meraih pendapatan sebesar Rp 65,134 triliun atau turun 4,6% dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar Rp 68,308 triliun.
Baca Juga: Elang Mahkota Teknologi (EMTK) menyiapkan Rp 500 miliar untuk buyback saham Sementara PT Axiata Tbk (XL Axiata) memiliki pendapatan layanan (
service revenue) sebesar Rp 18,3 triliun atau meningkat 8% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (YoY). Sedangkan Indosat Ooredoo (ISAT) meraih pendapatan sebesar Rp20,6 triliun hingga kuartal ketiga 2020 atau naik 9,2% dibanding tahun sebelumnya sebesar Rp 18,85 triliun. Bahkan di sektor seluler, pendapatan anak usaha Ooredoo ini sebesar Rp 17,03 triliun, meningkat 12,9% dari periode sama sebelumnya Rp 15,08 triliun. "Kalau bicara sisi topline, Indosat bisa dikatakan mengalami pertumbuhan paling tinggi dibandingkan Telkom dan XL. Bahkan jika dipotret hanya di sisi layanan seluler, pendapatan Indosat bisa tumbuh
dobel digit di tengah pandemi. Hal ini berbanding terbalik dengan XL yang tumbuh
single digit atau Telkomsel malah terkikis pertumbuhan pendapatannya," ungkap Direktur Indonesia ICT Institute Heru Sutadi dalam kajiannya, Senin (9/11). Menurutnya, kinerja pendapatan dari Indosat dan XL bisa menunjukkan pertumbuhan tak bisa dilepaskan dari
size yang dimiliki keduanya dan situasi layanan
legacy (suara dan SMS) yang sudah pelan-pelan bisa di-
offset dengan data. "Ini beda dengan situasi di Telkomsel, operator ini memiliki beban
legacy yang besar. Belum lagi ada penurunan di pendapatan interkoneksi dan
roaming. Bagi pemain sekelas Telkomsel, tiga
item itu memiliki kontribusi signifikan kalau minus
growth, jadi terdampak ke total
revenue-nya," ulasnya.
Baca Juga: Bisnis penerbangan tertekan, AirAsia Indonesia (CMPP) rugi Rp 1,7 triliun Heru mengingatkan, seiring resminya Indonesia masuk ke situasi resesi, operator harus mewaspadai daya beli dari masyarakat. "Situasi resesi bisa berubah menjadi krisis. Kalau dilihat operator masih jalankan perang harga, itu harus mulai ditahan, seandainya krisis ekonomi benar terjadi, bukan perang harga yang menyelamatkan perusahaan, tetapi siapa yang paling efisien dan efektif operasionalnya," tukasnya. Sementara
Founder Aplikasi Teman Trader Luke Syamlan menjelaskan, jika bicara sisi
topline tentu melihat tingkat agresifitas pemain di lapangan. "Bicara pendapatan, apalagi di pasar seluler tak jauh dari keberanian agresif di lapangan. Bisa jadi Indosat dan XL masih tancap gas terus jualannya walau ada pandemi, sementara Telkomsel milih jalan hati-hati agar bisa menjaga beban operasional," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi