JAKARTA. Tak hanya mengubah pengalokasian dana alokasi umum (DAU) dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), pemerintah juga mengubah mekanisme penyaluran dana transfer ke daerah dan dana desa. Perubahan tersebut dilakukan melalui penyaluran dana transfer ke daerah dan dana desa dengan basis kinerja. Penyaluran dana transfer ke daerah dan dana desa tersebut dilakukan berdasarkan kinerja penyerapan anggaran hingga kinerja
output. Melalui perubahan mekanisme penyaluran ini, diharapkan manajemen kas pemerintah pusat lebih baik dan dana simpanan daerah tidak terlalu banyak mengendap di perbankan daerah. Direktur Jenderal (Dirjen) Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemkeu) Boediarso Teguh Widodo mengatakan, anggaran dana transfer ke daerah dan dana desa setiap tahunnya meningkat. Namun faktanya, pemanfaatan dana-dana itu belum optimal.
Perubahan penyaluran dana itu lanjut Boediarso merupakan bentuk perbaikan lantaran selama ini penyaluran dilakukan tanpa syarat yang dinilainya tidak mendidik daerah. Akibatnya, jumlah simpanan daerah di perbankan (dana
idle) menumpuk. "Padahal uang yang kami salurkan sebagian berasal dari utang dan utang itu kami bayar
cost of fund, bunga," kata Boediarso saat konferensi pers di Kantor Kemenkeu, Kamis (13/4). Perubahan mekanisme penyaluran tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50/PMK/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa yang berlaku sejak 4 April 2017. Perubahan penyaluran berlaku untuk penyaluran dana alokasi khusus (DAK) fisik, DAK nonfisik, dana insentif daerah (DID), dana otonomi khusus, dana tambahan infrastruktur Papua dan Papua Barat, serta dana desa. Dalam penyaluran DAK fisik misalnya, penyalurannya tetap dilakukan empat kali dalam satu tahun dengan porsi penyaluran sebesar 30% di kuartal pertama dan masing-masing di kuartal kedua dan ketiga. Berbeda dengan penyaluran kuartal keempat yang biasanya dilakukan 20% dari pagu, kini dilakukan berdasarkan total kontrak kegiatan di tahun berjalan dikurangi dengan angka penyaluran di kuartal pertama, kedua, dan ketiga. Tak hanya itu, pemerintah juga mengubah persyaratan penyaluran DAK fisik. Boediarso menjelaskan, penyaluran di tahap pertama tetap dilakukan sebesar 30% dengan memenuhi persyaratan pelaporan peraturan APBDes dan laporan APBDes tahun sebelumnya paling lambat 30 April. "Jika tak sampaikan lewat 30 April ya hangus," kata Boediarso. Sementara penyaluran tahap kedua, ketiga, dan keempat dilakukan jika daerah menyampaikan realisasi penyerapan, capaian output, dan kontak kegiatan. Adapun penyerapan anggaran minimal 75% untuk di kuartal kedua dan ketiga. Sementara capaian output minimal 30% untuk kuartal pertama dan kedua. "Untuk kuartal keempat, 90% harus sudah terserap dan minimum capaian output harus sudah 65%," tambahnya.
Sementara dalam penyaluran dana desa, tetap dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama sebesar 60% dan tahap kedua sebesar 40%. Perbedaannya, untuk penyaluran tahap kedua dilakukan jika daerah telah mentransfer 75% ke rekening desa (dari sebelumnya hanya diatur 50% dan minimal outputnya 50%. Dalam APBN tahun ini pemerintah menganggarkan dana transfer ke daerah sebesar Rp 704,9 triliun, lebih rendah dibandingkan anggaran dalam APBN 2016 yang sebesar Rp 729 triliun. Sementara, pemerintah menganggarkan dana desa dalam APBN 2017 sebesar Rp 60 triliun, lebih tinggi dibanding tahun 2016 yang hanya Rp 47 triliun. Boediarso berharap, melalui skema baru ini dana yang mendendap di perbankan daerah jau lebih kecil. Sebab, dengan diterapkannya aturan konversi penyaluran dana alokasi umum (DAU) dan dana bagi hasil (DBH) melalui surat berharga negara (SBN) saja, bisa mengurangi dana
idle menjadi Rp 83,5 triliun dari tahun sebelumnya yang lebih dari itu. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dupla Kartini