Kinerja Perusahaan Tambang dan Energi Merosot di 2023, Cermati Pemicunya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. JAKARTA. Tahun 2023 menjadi masa yang menantang bagi sejumlah emiten di sektor pertambangan dan energi di Indonesia karena kinerja yang mengalami penurunan. 

PT Timah Tbk (TINS), misalnya, harus mencatatkan kerugian sebesar Rp 487 miliar, sedangkan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) melaporkan penurunan laba bersih hingga 51,7% menjadi Rp 6,3 triliun dari sebelumnya 12,78 triliun. 

Hal serupa terjadi pada PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang laba bersihnya turun menjadi Rp 3,077 triliun dari Rp 3,82 triliun, menandai penurunan sebesar 19,45%.


Pakar ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan penurunan ini mungkin akan berlanjut hingga tahun 2024 dan bahkan pada tahun-tahun mendatang. 

Baca Juga: Diantara Saham Tambang Logam Mineral, Berikut Saham yang Jadi Rekomendasi Analis

Penurunan ini tidak terjadi begitu saja, melainkan dipengaruhi oleh kondisi pasar ekspor yang mulai melemah. Harga komoditas tambang dan energi menurun seiring dengan penurunan permintaan.

“Saya kira memang dalam setahun terakhir ini kinerjanya (emiten-emiten tambang dan energi) masih mengalami penurunan, karena memang kondisi pasar terutama pasar ekspor ini mulai melemah,” ungkap dia saat dihubungi Kontan, Minggu (31/03). 

Pada tahun-tahun sebelumnya, Indonesia berhasil memanfaatkan kondisi tertentu, seperti konflik antara Rusia dan Ukraina, yang mengakibatkan penurunan pasokan gas ke Eropa dan meningkatkan permintaan batubara dari Indonesia. 

Namun, kondisi tersebut telah berubah, menyebabkan penjualan komoditas tambang Indonesia mengalami penurunan yang signifikan. Hal ini tentu berdampak pada kinerja perusahaan yang telah go public, termasuk yang dimiliki oleh BUMN.

Baca Juga: Emiten Ramai Menjaring Dana dari Rights Issue

Selain faktor eksternal, tren penggunaan energi terbarukan juga mulai meningkat, terutama di negara-negara seperti Amerika dan Eropa. 

Fahmy memperkirakan bahwa situasi ini akan memburuk lebih lanjut, kecuali terjadi peristiwa luar biasa. Untuk mengatasi kerugian yang semakin besar, para pelaku di sektor tambang dan energi perlu melakukan hilirisasi dan transformasi energi kotor menjadi energi bersih.

Hilirisasi menjadi langkah yang diusulkan, di mana batubara yang merupakan cadangan besar Indonesia dapat diolah menjadi produk bernilai tambah, seperti gas. 

Sebagai contoh, konsep gasifikasi batubara menjadi dimethyl ether (DME) pernah digagas oleh PTBA dalam kerjasama dengan perusahaan Amerika, Air Products and Chemicals, Inc. Namun, proyek ini terhenti karena mundurnya perusahaan tersebut pada Maret 2023.

Baca Juga: Bakal Diversifikasi Usaha, ACST Berpeluang Menggarap Tambang Nikel Milik UNTR

Fahmy memperkirakan bahwa jika tidak ada upaya adaptasi, perusahaan-perusahaan tambang dan energi di Indonesia akan terus mengalami penurunan pendapatan dan laba secara berulang. 

Oleh karena itu, transformasi dari energi kotor ke energi bersih menjadi suatu keharusan untuk menjaga kelangsungan bisnis di masa mendatang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli