KONTAN.CO.ID – JAKARTA. PT ESSA Industries Indonesia Tbk (
ESSA), emiten sektor barang baku dan industri barang kimia, mencatatkan kinerja yang positif didukung oleh tingginya harga amonia. Dalam jangka panjang, perusahaan ini menargetkan proyek amonia rendah karbon sebagai sumber pendapatan baru. Analis Sinarmas Sekuritas, Kenny Shan, menyebutkan bahwa hasil kinerja ESSA pada kuartal ketiga 2024 telah melampaui ekspektasi.
Peningkatan ini ditopang oleh harga amonia yang lebih tinggi, sehingga mendorong ekspansi Gross Profit Margin (GPM) menjadi 37,2%, naik dari 34,4% pada kuartal sebelumnya.
Baca Juga: Kenaikan Harga Amonia Jadi Sentimen Positif, Cek Prospek dan Rekomendasi Saham ESSA Laba bersih ESSA sepanjang Januari–September 2024 tercatat sebesar US$ 34 juta, melampaui estimasi Sinarmas Sekuritas sebesar 81% dari target setahun penuh. Produksi amonia ESSA pada kuartal ketiga mencapai 180 ton, menjadikan total produksi tahun ini sebesar 561 ton, tumbuh 10,38% secara tahunan (YoY) dengan tingkat utilisasi 106,9%. Sinarmas Sekuritas merevisi perkiraan pendapatan dan laba bersih ESSA naik masing-masing 4% dan 8%. Harga amonia diperkirakan tetap berada di atas USD 360 per ton pada kuartal IV-2024. "Kami memperkirakan harga amonia akan tetap tinggi, sebagian besar karena melonjaknya biaya gas alam yang penting untuk produksi amonia," ujar Kenny dalam riset tertanggal 31 Oktober 2024.
Baca Juga: Laba Bersih ESSA Industries Melonjak 243% Menjadi US$ 33,56 Juta Per September 2024 Kenaikan harga gas alam cair, didorong oleh ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina, turut memperketat pasokan gas yang menjadi bahan baku produksi amonia. Produksi amonia ESSA diproyeksikan mencapai 750.000 ton pada 2024, tumbuh 7% YoY, lebih tinggi dari perkiraan awal 739 ribu ton. Di sisi lain, produksi LPG diperkirakan turun 4% menjadi 70.000 ton. ESSA menargetkan komisioning proyek amonia rendah karbon skala besar pada akhir 2027 melalui inisiatif penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS). Sejak 2021, ESSA telah menjalin kerja sama dengan JOGMEC, Mitsubishi, dan ITB. Pada 2023, tahap pertama proyek ini selesai, mencakup pengumpulan data, pengukuran emisi gas rumah kaca (GRK), dan identifikasi lokasi penyimpanan CO₂. Tahap kedua proyek dijadwalkan berlangsung pada 2024-2025, mencakup validasi reservoir dan studi fasilitas permukaan. Pengeboran sumur serta konstruksi akan dimulai pada 2026. ESSA memperkirakan permintaan amonia rendah karbon akan kuat, terutama dari Jepang, yang berkomitmen membeli 2 juta ton per tahun pada 2027 dan berpotensi meningkat menjadi 3 juta ton pada 2030.
Baca Juga: Laba ESSA Industries (ESSA) Melesat Meski Pendapatan Turun ESSA diproyeksikan mencapai posisi kas bersih sebesar USD 22,7 juta pada akhir 2024. Emiten ini telah berhasil mengurangi utang jangka panjang secara signifikan dari US$ 505 juta pada 2019 menjadi US$ 86 juta pada September 2024. Penurunan utang ini mengurangi beban bunga dan memperkuat kapasitas perusahaan untuk mengejar proyek baru. “Kami terus menyukai ESSA, mengingat aliran pendapatannya yang stabil, alur proyek yang menjanjikan, dan komitmen terhadap dekarbonisasi,” ujar Kenny.
Ia merekomendasikan Buy untuk saham ESSA dengan target harga Rp 1.200 per saham. Hingga Rabu (20/11), saham ESSA ditutup pada Rp 835 per saham, turun 2,34% dari hari sebelumnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli