KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT TBS Energi Utama Tbk (
TOBA) mencatatkan kinerja yang cukup baik sepanjang tahun ini. Di mana, dalam sembilan bulan pertama tahun 2021, pendapatan TOBA mencapai US$ 286,8 juta atau naik 4,1%
year on year (yoy). Kenaikan pendapatan TOBA ini masih didominasi oleh bisnis pertambangan dan perdagangan batubara. Padahal, TBS Energi Utama sudah bertransformasi menjadi perusahaan energi terintegrasi. Sebagai informasi, TBS Energi Utama memiliki tiga perusahaan tambang batubara yakni PT Adimitra Baratama Nusantara, PT Trisensa Coal, dan PT Indomining yang berlokasi di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Adapun total produksinya sekitar 3 juta sampai 4 juta metrik ton per tahun (MMtpa).
Direktur TBS Energi Utama Alvin Firman Sunanda memaparkan, pasca-pandemi Covid-19, terjadi pemulihan ekonomi baik secara global maupun di Indonesia. Alvin melihat, ekonomi Indonesia mulai pulih tercermin dari indeks manufaktur yang meningkat dan perkiraan peningkatan produk domestik bruto yang cukup sehat. Dengan adanya pemulihan ekonomi, permintaan batubara juga ikut menanjak dan berdampak pada harga komoditasnya yang sempat mencapai US$ 254 per ton.
Baca Juga: TOBA siap benamkan US$ 500 juta untuk tekan emisi nol bersih atau net zero emission "Sentimen positif ini berpotensi meningkatkan permintaan yang kuat dan berkelanjutan di sektor pertambangan dan listrik," jelasnya dalam paparan publik secara virtual, Rabu (17/11). Terkereknya industri batubara di tahun ini, tercermin pada kinerja keuangan TBS Energi Utama yang masih didominasi dari segmen pertambangan batubara dan perdagangan batubara hingga kuartal III-2021 ini. Alvin memaparkan, pada September 2021, penjualan dari pertambangan batubara mencapai US$ 124 juta. Disusul perdagangan batubara sebesar US$ 106 juta, dan lain-lain/ketenagalistrikan senilai US$ 52 juta. "Pendapatan pertambangan dan perdagangan batubara yang meningkat seiring dengan meningkatkan harga global batubara. Kenaikan ini cukup meng-
cover penurunan dari pendapatan di pembangkit listrik yang disebabkan proyek PLTU Sulbagut 1 dan Sulut 3 dalam tahap penyelesaian proyek," jelasnya. Pada periode Januari-September 2021, Alvin memaparkan, terjadi pemulihan harga jual rata-rata (ASP) menjadi US$ 56,8 per ton dari sebelumnya di 2020 US$ 54,1 per ton. Seiring dengan itu, terjadi peningkatan EBITDA per ton meskipun volume batubara yang dijual lebih rendah. Volume produksi TOBA turun 24% yoy menjadi 1,9 juta ton dari sebelumnya 2,5 juta ton di periode yang sama tahun sebelumnya. Adapun volume penjualan juga mengalami koreksi sampai 22,2% yoy menjadi 2,1 juta ton. Turunnya volume penjualan pertambangan sejalan dengan penurunan produksi karena curah hujan yang tinggi di kuartal III 2021 dan penyesuaian
mine plan. Selama 9 bulan tahun ini, Alvin bilang, strategi pemasaran TOBA mengutamakan penjualan ke basis tujuan ekspor yang lebih terdiversifikasi.
Tercatat, penjualan ke China sebesar 52% naik dari sebelumnya 25% di sembilan bulan pertama 2020. Disusul, porsi penjualan ke Hongkong 26% atau melonjak dari sebelumnya hanya 4% di periode yang sama tahun lalu. Lalu sisanya, TOBA menjual batubara ke India, Thailand, Bangladesh, Vietnam, dan Filipina. Seiring dengan naiknya harga jual rata-rata, laba operasi TOBA tumbuh 5,5% yoy menjadi US$ 69,3 juta. Adapun EBITDA Adjusted selama 9 bulan 2021 tercatat US$ 75 juta meningkat 5% yoy. TOBA juga mencatatkan marjin EBITDA sebesar 15,2% menunjukkan adanya pengelolaan biaya yang lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Sampai dengan September 2021, TOBA telah menyerap belanja modal senilai US$ 36 juta untuk proyek PLTU Sulbagut 1 dan PLTU Sulut 3.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari