KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten anggota holding industri pertambangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Mind Id, telah merilis laporan keuangan sembilan bulan 2024. Tekanan dari sisi harga komoditas masih membayangi mayoritas emiten tambang plat merah. Tengok saja PT Bukit Asam Tbk (
PTBA) yang meraup pendapatan senilai Rp 30,65 triliun hingga September 2024. Tumbuh 10,53% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year on year/yoy) yang kala itu sebesar Rp 27,73 triliun. Namun, laju
bottom line tidak sejalan dengan top line. Laba bersih PTBA merosot 14,32% (yoy) dari Rp 3,77 triliun menjadi Rp 3,23 triliun. Sekretaris Perusahaan Bukit Asam, Niko Chandra mengatakan PTBA menghadapi tantangan dari sisi koreksi harga batubara dan fluktuasi pasar.
Niko menerangkan, rata-rata indeks harga batubara ICI-3 merosot sekitar 14% (yoy) dari US$ 86,32 per ton menjadi US$ 74,59 per ton hingga kuartal III-2024. Sedangkan rata-rata indeks harga batubara Newcastle terkoreksi sekitar 28% dari US$ 185,45 menjadi US$ 133,89 per ton. Kondisi ini memengaruhi performa keuangan meski PTBA mampu mendongkrak volume penjualan batubara sekitar 16% (yoy) menjadi 31,28 juta ton. "PTBA terus berupaya memaksimalkan potensi pasar di dalam negeri serta peluang ekspor untuk mempertahankan kinerja. Juga mengedepankan
cost leadership di setiap lini," kata Niko.
Baca Juga: Emiten Batubara Optimistis Capai Target Produksi Tahun Ini Nasib serupa dialami oleh PT Aneka Tambang Tbk alias Antam. Emiten bersandi saham
ANTM di Bursa Efek Indonesia ini mengalami kenaikan penjualan setinggi 39,85% (yoy) dari Rp 30,89 triliun ke level Rp 43,20 triliun. Namun laba bersih ANTM menukik 22,53% (yoy) dari Rp 2,84 triliun menjadi Rp 2,20 triliun. Direktur Utama Antam Nico Kanter membeberkan kinerja sembilan bulan 2024 ANTM masih dihadapkan pada tantangan operasional yang disebabkan oleh kendala perizinan. Di sisi lain, peningkatan permintaan dalam negeri telah mendorong kinerja penjualan komoditas emas yang signifikan. "Strategi kami untuk memperkuat basis pelanggan domestik telah memberikan dampak signifikan. Juga membangun ketahanan bisnis dari tantangan geopolitik dan ekonomi global," ujar Nico dalam keterbukaan informasi Rabu (30/10). Berlanjut ke PT Vale Indonesia Tbk (
INCO), kinerja emiten nikel ini lebih lemas lagi dengan penurunan top line maupun bottom line. Pendapatan INCO anjlok 24,45% (yoy) dari US$ 937,89 juta ke posisi US$ 708,56 juta. Laba bersih INCO ambles lebih dalam, sebesar 78,55% (yoy) dari US$ 238,27 juta menjadi US$ 51,10 juta. Chief Financial Officer Vale Indonesia Rizky Putra mengungkapkan tantangan yang dihadapi INCO terutama dari sisi penurunan harga. Harga realisasi rata-rata berada di level US$ 12.948 untuk kuartal III-2024 dan US$ 13.262 per ton untuk sembilan bulan 2024. Mencerminkan penurunan masing-masing sekitar 9% secara kuartalan dan 29% secara tahunan.
Baca Juga: Rekomendasi Saham Teknikal MEDC, UNTR, ADRO untuk Perdagangan Selasa (5/11) Berbeda dengan tiga saudara se-holding, PT Timah Tbk (
TINS) membukukan kinerja menterang sepanjang sembilan bulan 2024. Pendapatan TINS meningkat 29,51% (yoy) dari Rp 6,37 triliun menjadi Rp 8,25 triliun. TINS mampu membalikkan kerugian Rp 87,45 miliar menjadi laba bersih sebesar Rp 908,78. Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Timah, Fina Eliani mengatakan perbaikan kinerja TINS seiring dengan upaya peningkatan kinerja operasi produksi serta perbaikan tata kelola pertambangan timah, sehingga berdampak positif terhadap fundamental keuangan. Rekomendasi Saham Sejalan dengan lonjakan kinerja, pergerakan harga saham TINS juga paling apik di antara emiten tambang BUMN yang lain. Sampai dengan perdagangan Senin (4/11), harga saham TINS telah mengakumulasi lonjakan setinggi 111,63% secara
year to date. PTBA menyusul dengan akumulasi kenaikan harga 17,62%. Sedangkan ANTM dan INCO masih tertinggal (laggard) dengan akumulasi penurunan 10,56% dan 11,04%. Saat ini, TINS diperdagangkan pada harga Rp 1.365, PTBA di Rp 2.870, ANTM di Rp 1.525, dan INCO pada level Rp 3.770 per saham.
Equity Research Analyst Panin Sekuritas Rizal Nur Rafly menilai kinerja PTBA, ANTM dan INCO di bawah ekspektasi. Dengan mempertimbangkan tren penurunan harga jual rata-rata alias Average Selling Price (ASP), Rizal memprediksi kinerja bottom line PTBA bakal menyusut 8,8% (yoy) sampai tutup tahun 2024. Rizal melanjutkan, kinerja ANTM tertahan oleh segmen nikel yang tidak sesuai ekspektasi akibat terganjal perizinan pada periode awal tahun. Dia pun memproyeksikan kinerja bottom line ANTM akan tertekan hingga 28,9%. "Namun kami perkirakan kinerja ANTM akan membaik pada tahun 2025 seiring dengan harga emas yang diperkirakan masih berada di level tinggi," ungkap Rizal kepada Kontan.co.id, Senin (4/11). Sementara itu, kinerja INCO tertekan oleh penurunan ASP nikel dan pembengkakan pada biaya bahan bakar. Rizal melihat bottom line INCO berpeluang mengalami kontraksi hingga 56,9% hingga akhir tahun 2024. Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Rizkia Darmawan sepakat, kinerja PTBA dan INCO cenderung di bawah ekspektasi konsensus. Di samping harga komoditas, pemberatnya adalah faktor biaya produksi. Sementara itu, Rizkia melihat kinerja ANTM cenderung lebih baik dari ekspektasi konsensus. Terutama ditopang oleh volume penjualan emas yang lebih baik serta harga jual emas yang meningkat. "Khusus untuk ANTM, saya rasa kinerja di kuartal IV-2024 masih cenderung lebih baik. Didukung oleh perbaikan kinerja segmen nikal dan masih kuatnya segmen emas," terang Rizkia. Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas melihat outlook kinerja emiten tambang anggota Mind Id berpotensi membaik di sisa tahun ini. Terutama bagi emiten yang telah mengalami penurunan kinerja hingga kuartal ketiga. "Peluang kenaikan harga masing-masing komoditas berpotensi mendatangkan kinerja yang lebih baik," kata Sukarno.
Baca Juga: Intip Top Gainers LQ45 saat IHSG Melemah pada Senin (4/11), Cek BBNI, ADRO, dan INDF Sukarno menyarankan wait and see terhadap ANTM dan INCO. Begitu juga untuk PTBA, tapi bisa mencermati peluang trading buy jika harga menunjukkan adanya teknikal rebound. Kemudian, trading buy TINS memperhatikan support di Rp 1.295 untuk target harga Rp 1.410. Research Analyst Stocknow.id Emil Fajrizki memprediksi kinerja emiten tambang Mind Id masih akan bervariasi hingga akhir tahun ini. PTBA dan TINS berpeluang mendapat momentum positif dengan adanya potensi permintaan yang kuat. Sementara ANTM dan INCO masih berpeluang mengalami tekanan karena harga nikel belum pulih signifikan. Emil pun menyodorkan saham PTBA, TINS dan ANTM dengan target harga masing-masing di Rp 3.050, Rp 1.410, dan Rp 1.690. Secara teknikal, Equity Analyst Kanaka Hita Solvera William Wibowo menyarankan wait and see untuk saham ANTM dan INCO. Tunggu peluang buy on weakness pada TINS, serta speculative buy PTBA dengan support di Rp 2.710 dan resistance pada Rp 2.970.
Sedangkan Rizal menyarankan hold saham INCO, PTBA dan ANTM. Dengan target harga masing-masing di level Rp 4.000, Rp 2.900 dan Rp 1.700 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari