KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Performa imbal hasil (
return) reksadana beragam di awal tahun ini. Indeks reksadana pendapatan tetap masih mencatatkan pertumbuhan tertinggi. Berdasarkan data Infovesta, kinerja indeks reksadana ditutup beragam selama periode 7 Februari – 14 Februari 2025. Sepekan terakhir, reksadana pendapatan tetap masih memimpin kenaikan imbal hasil yang mampu tumbuh 0,33%. Posisi kedua diikuti reksadana pasar auang dengan
return 0,11%. Sayangnya angin segar tak terjadi pada reksadana saham yang justru masuk ke area negatif dengan pertumbuhan -0,47% dan reksadana campuran tumbuh - 0,33%.
Kinerja reksada tak jauh berbeda dari awal tahun. Secara
year to date (ytd) hingga 14 Februari 2025, reksadana pendapatan tetap masih mencatatkan
return tertinggi, kemudian diikuti reksadana pasar uang yang mampu tumbuh 0,68% secara ytd. Sementara kinerja reksadana saham masih terkoreksi -4,36% ytd dan indeks reksadana campuran koreksi -1,37% ytd.
Baca Juga: IHSG Melorot Cerminan Rentannya Pasar Saham Indonesia, Butuh Regulasi & Pasokan Baru Chief Investment Officer Schroders Indonesia, Irwanti mengatakan bahwa salah satu hal yang memengaruhi industri reksadana adalah kondisi dan kinerja pasar saham dan pasar obligasi yang menjadi
underlying dari investasi. Di Januari 2025, Schroders melihat volatilitas di pasar saham dan obligasi terus meningkat menjelang pelantikan presiden AS, Donald Trump, pada 20 Januari 2025. Investor berhati-hati pada minggu-minggu pertama Trump kembali ke Gedung Putih karena kebijakannya dapat menimbulkan ketidakpastian termasuk sentimen
risk-off terhadap negara
Emerging Market (EM). Akibatnya, pasar saham Indonesia mencatatkan arus keluar asing sebesar Rp 3,7 triliun di Januari. Sementara itu, imbal hasil obligasi terus menunjukkan tren
bearish atau penurunan ketika
yield IndoGB 10 tahun mencapai level tertinggi baru di 7,3%. Pasar kemudian mulai berubah ketika Bank Indonesia (BI) secara mengejutkan melakukan pemotongan suku bunga sebesar 25 bps sebagai langkah berani untuk mengimbangi sinyal pelemahan pertumbuhan domestik. Di pasar obligasi, basis investor domestik yang kuat akan terus mendukung pasar obligasi, sehingga volatilitas akan tetap terkendali. Di beberapa minggu ke belakang, investor ritel pun mulai melirik kembali pasar obligasi terlihat dari
yield sudah naik dan sifat asetnya yang lebih memberikan pendapatan stabil dibandingkan saham.
Baca Juga: Konsekuensi Aturan Reksadana Boleh Menerima Pinjaman ‘’Memasuki tahun 2025, kami berpikir mungkin ada risiko dan gangguan di sana-sini, terutama pada paruh pertama tahun 2025. Implikasi situasi global tahun ini, baik kebijakan Trump maupun kondisi geopolitik terhadap ekonomi Indonesia perlu terus diperhatikan investor,’’ jelas Irwanti kepada Kontan.co.id, Kamis (20/2). Irwanti berujar, meskipun faktor global mungkin terus memengaruhi sentimen pasar, pelaksanaan kebijakan pemerintah Indonesia akan menjadi katalis utama bagi pasar saham. Selain itu, setiap kejutan positif dalam laba bersih emiten dapat menjadi katalis utama untuk pasar saham di tahun 2025.
‘’Kami menilai katalis yang penting untuk menstabilkan pasar kembali adalah tekanan rupiah mereda dan dolar mulai melemah,’’ imbuhnya. Irwanti menyebutkan, Schroder Indonesia akan terus mengupayakan pertumbuhan dana kelolaan yang konsisten baik melalui penambahan produk baru, distributor maupun kinerja produk. Schroder Indonesia merancang produk-produk reksadana yang sesuai dengan permintaan pasar. ‘’Peluncuran produk baru selalu mempertimbangkan permintaan investor, kondisi pasar maupun kapabilitas Schroders sendiri,’’ pungkas Irwanti. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News