Kinerja reksadana indeks bisa terseret penurunan pasar



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pertumbuhan dana kelolaan atau asset under management (AUM) reksadana indeks yang signifikan setahun terakhir, kini menghadapi sejumlah tantangan. Kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) dan melemahnya nilai tukar rupiah bisa menyeret kinerja indeks saham. Sebagai reksadana yang mereplikasi kinerja indeks saham, hal ini tentu akan turut menekan kinerja reksadana indeks.

Berdasarkan data Infovesta Utama, per Februari lalu, AUM reksadana indeks mencapai Rp 5,52 triliun. Jumlah tersebut melonjak 495% dari periode yang sama tahun sebelumnya yaitu hanya Rp 926 miliar.

Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengungkapkan, kinerja reksadana indeks sejak awal tahun ini mulai menurun mengikuti acuannya. Menurut data Infovesta, hingga Selasa (13/3), beberapa indeks saham mencatat kinerja negatif. Di antaranya, IDX30 minus 2,4% dan indeks LQ45 minus 2,1%.


Sementara, IHSG menorehkan kinerja positif dengan kenaikan tipis yaitu 0,9% dan indeks Kompas 100 naik 0,04%. Infovesta Equity Fund Indes hanya mencatat kinerja sebesar 1,1%.

Menurut Wawan, penurunan kinerja indeks saham di awal tahun ini disebabkan oleh turunnya kinerja sebagian besar saham-saham blue chip. Buktinya, di periode yang sama, indeks seperti Pefindo 25 mencatat kinerja hingga 10%. Sebagai informasi, Pefindo 25 adalah indeks yang berisi saham-saham perusahaan kecil dan menengah dengan aset kurang dari Rp 5 triliun.

Meski begitu, Direktur Utama Sinar Asset Management Alex Setyawan Widjajakusuma meyakini, pertumbuhan kinerja reksadana indeks masih besar peluangnya pada tahun ini. "RD indeks memiliki risiko yang terukur dengan batasan investasi yang relatif ketat. Ini lebih disukai investor Indonesia saat ini," ujarnya, (14/3).

Sementara, Rudiyanto, Direktur Utama Panin Asset Management berpendapat, reksadana indeks memang ditujukan bagi investor yang punya view positif terhadap saham-saham big caps. Oleh karena itu, reksadana indeks bisa menjadi pilihan diversifikasi investasi. Kalaupun tahun ini kinerja saham berkapitalisasi besar tidak begitu cemerlang, investor masih punya pilihan untuk memanfaatkan reksadana saham konvensional.

Wawan menilai, investor akan mengamati tren pasar saham hingga akhir semester pertama tahun ini. Terutama, pasca naiknya tingkat suku bunga acuan The Federal Reserve pada pertengahan bulan nanti. Jika indeks masih terus lesu, ada kemungkinan investor akan berbalik kepada reksadana saham konvensional.

Pasalnya, saat ini saham-saham lini kedua sedang menjadi penggerak pasar saham. "Kalau tren seperti ini bertahan, kemungkinan besar reksadana saham konvensional akan unggul kinerjanya dibanding reksadana indeks," pungkas Wawan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini