Kinerja reksadana pasar uang tumbuh paling kencang



JAKARTA. Tahun ini, imbal hasil reksadana pasar uang tumbuh lebih stabil dibandingkan reksadana jenis lain. Kinerja reksadana ini juga berpotensi naik lebih tinggi seiring potensi kenaikan suku bunga Bank Indonesia (BI rate) tahun ini.

Mengutip laman resmi Infovesta Utama, indeks imbal hasil reksadana pasar uang sejak akhir tahun 2014 (year to date/ytd) dan 1 bulan terakhir masing-masing sebesar 2,74% dan 0,51% per 27 Mei 2015. Kinerjanya lebih baik dibandingkan dengan jenis reksadana lain seperti reksadana pendapatan tetap yang tumbuh 1,91%, campuran minus 0,15% dan saham minus 2,05% secara ytd.

Analis Infovesta Utama Edbert Suryajaya mengatakan, imbal hasil reksadana pasar uang terbilang wajar. Jika dikalkulasi, pencapaian setahun ini sekitar 7%. "Jadi, 2,74% dalam 5 bulan, kita hitung-hitungan kasar, 1 tahun dapat 7%. Tapi kita juga masih cukup mudah mencari bunga deposito 7%," papar Edbert.


Namun investor masih lebih untung jika memilih reksadana pasar uang lantaran pajaknya lebih rendah dibanding pajak deposito, yang 20%. Pajak reksadana hanya 5%. Ia menambahkan, pada sisa tahun ini imbal hasil reksadana pasar uang berpotensi melaju lebih kencang karena potensi kenaikan BI rate merespons kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat.

"Kenaikan BI rate tentu akan meningkatkan suku bunga deposito yang positif untuk kinerja reksadana pasar uang," tambah Edbert. Ia mewanti-wanti, reksadana pasar uang bukan tanpa risiko. Aset dasar obligasi dengan tenor di bawah setahun berpotensi memicu kinerja reksadana ini jeblok. Meski jatuh tempo obligasi tersebut tinggal hitungan bulan, bukan berarti surat utang ini bebas dari risiko gagal bayar.

"Pernah kejadian, kinerja reksadana pasar uang jeblok akibat salah satu aset dasar obligasinya ternyata gagal bayar," terang Edbert. Ia menyarankan, preferensi investor dalam reksadana pasar uang sebaiknya bukan mengejar imbal hasil, melainkan hanya mengamankan nilai dana.

"Imbal hasil reksadana pasar uang rata-rata 5%-7%. Kinerja produk yang pernah mendapat imbal hasil lebih tinggi dari itu biasanya tidak konsisten pada tahun depan," tambah Edbert.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie