Kinerja reksadana saham diproyeksikan bangkit pada sisa tahun ini



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Reksadana pasar uang berhasil menjadi reksadana dengan kinerja paling apik pada paruh pertama tahun ini. Hal ini tercermin dari kinerja Infovesta 90 Money Market Fund Index yang mencatat pertumbuhan 1,68%. Kinerja tersebut jauh lebih buruk dibanding reksadana pendapatan tetap (0,63%), kinerja reksadana campuran (-3,74%), dan reksadana saham (-9,27%).

Investment Specialist Sucorinvest Asset Management Toufan Yamin mengungkapkan, reksadana pasar uang berhasil mencatatkan kinerja paling baik tidak terlepas dari terpuruknya kinerja reksadana lain. Hal ini lah yang pada akhirnya banyak membuat melakukan investor melakukan switching ke reksadana pasar uang.

“Apalagi pemerintah kembali memperketat pembatasan sosial, setidaknya sebulan ke depan aksi switching masih akan berlanjut. Saat ini banyak investor yang mengedepankan likuiditas terlebih dahulu,” kata Toufan kepada Kontan.co.id, Jumat (2/7).


Terkait terpuruknya kinerja reksadana saham, Toufan menjelaskan hal ini tidak terlepas dari penurunan nilai aktiva bersih. Dia menilai, saham-saham blue chips yang dijadikan portofolio reksadana kinerjanya justru tertekan dan banyak dijual walaupun IHSG menguat. Asal tahu saja, IHSG tercatat berhasil menguat 0,11%, sementara indeks LQ45 justru melemah 9,63% sepanjang semester pertama 2021.

Baca Juga: Kinerja reksadana saham paling tertekan sepanjang semester pertama 2021

Walau begitu, Toufan percaya kinerja reksadana saham akan membaik pada paruh kedua tahun ini. Dia bilang, dengan asumsi lonjakan kasus Covid-19 saat ini hanya berlangsung satu hingga dua bulan, pergerakan saham akan memulai rally pada akhir kuartal ketiga 2021. Apalagi akan ada IPO perusahaan besar yang pada akhirnya bisa menarik investor domestik maupun asing untuk masuk ke pasar saham.

“Jadi kondisinya akan mirip tahun lalu, akan terjadi rally jelang akhir tahun, kami masih optimistis IHSG ke 6.700. Apalagi kondisi tahun ini jauh lebih baik, dilihat dari data ekonomi yang lebih bagus, penjualan perusahaan sudah lebih baik dari tahun lalu, hingga adanya vaksinasi,” imbuh Toufan.

Lebih lanjut, untuk pengelolaan reksadana saham milik Sucorinvest, Toufan mengaku pihaknya saat ini overweight ke saham komoditas. Dia percaya, harga komoditas yang tinggi akan bertahan sampai 2022. Hal ini lantaran adanya gap pada supply-demand saat ini seiring negara penghasil komoditas masih banyak yang berjibaku menghadapi Covid-19, sementara demand dari negara yang berhasil menangani Covid-19 terus naik. 

Baca Juga: Kinerja Obligasi Pemerintah Mulai Membaik di Kuartal II

Selain itu, sektor perbankan juga dinilai masih menarik seiring menjadi salah satu sektor yang diuntungkan dengan proses pemulihan ekonomi. Toufan juga menyebut, pihaknya juga menanti IPO perusahaan berbasis digital seperti Bukalapak maupun GoTo dan melihat peluang untuk masuk ke sana. 

Sementara untuk reksadana pendapatan tetap, Toufan melihat potensinya relatif terbatas. Yield SBN 10 tahun tidak akan banyak mengalami penguatan berarti. Walaupun ada sentimen tapering, pasar saat ini sudah priced-in. Selain itu, dampak tapering juga tidak akan sedalam 2013 silam. Proyeksi dia, yield SBN 10 tahun akan berada di 6,3%-6,4% pada akhir tahun.

Seiring dengan pergerakan yield yang relatif terbatas, Toufan bilang strategi pengelolaan Sucorinvest akan lebih fokus pada trading obligasi. Setiap ada perubahan harga, akan mengganti durasi guna memanfaatkan potensi imbal hasil.

“Untuk saat ini, kondisi pasar yang sedang tertekan jadi momen yang pas bagi investor agresif untuk masuk secara bertahap. Untuk jangka pendek, bisa masuk ke 30% reksadana saham. 20% obligasi, dan 50% pasar uang. Kalau untuk jangka panjang, 50% di reksadana saham, sisanya kombinasi pendapatan tetap dan pasar uang,” tutup Toufan.

Baca Juga: Berikut kinerja terbaik reksadana sepanjang paruh pertama tahun ini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati