JAKARTA. Kinerja reksadana saham kurang cemerlang. Data Infovesta Utama menunjukkan rata-rata return reksadana saham hanya sekitar 2,47% atau masih kalah dibandingkan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang sebesar 5,58% sepanjang tahun. Pada periode
year to date hingga akhir Maret 2015, reksadana pendapatan tetap memimpin dengan rata-rata kinerja 3,11%. Sedangkan untuk rata-rata return reksadana campuran sebesar 2,22%. Rudiyanto,
Head of Operation and Business Development PT Panin Asset Management memperkirakan kurang agresifnya kinerja reksadana saham lantaran banyaknya investasi pada saham yang tengah turun. "Sehingga secara rata-rata kinerja reksadana menjadi lebih rendah," ujar Rudiyanto.
Salah satunya, saham sektor properti yang terkena imbas wacana pajak. Selain itu, perusahaan dengan utang dollar Amerika Serikat (AS) juga mengalami penurunan karena imbas pelemahan rupiah. Direktur Panin Asset Management Ridwan Soetedja mengatakan rata-rata saham yang mengalami kenaikan secara YTD merupakan saham berkapitalisasi besar. Penyebabnya, masuknya dana asing atau capital inflow yang banyak parkir ke saham berkapitalisasi besar. "Sedangkan untuk portfolio reksadana saham tidak semua memiliki saham berkapitalisasi besar dalam portfolionya," ujar Ridwan. Data Infovesta, reksadana Panin berkinerja di bawah IHSG. Seperti, Panin Dana Maksima yang sebesar 5,57%, Panin Dana Prima sebesar 1,73%, Panin Dana Syariah Saham sebesar 1,55% dan Panin Daan Ultima sebesar 3,64%. "Kinerja Panin Dana Maksima kami hanya sedikit di bawah IHSG," ujar dia. Hingga kini, perusahaan belum berencana mengubah portfolio. Dia optimistis, saham lain akan mengikuti kenaikan saham berkapitalisasi besar. "Sedangkan sektornya kami masih besar di sektor banking dan consumer goods," ujar dia. Analis Infovesta Utama Viliawati mengatakan return reksadana saham dipengaruhi oleh kinerja underlying asset. Sepanjang tahun ini hingga bulan Maret lalu, kinerja pasar modal domestik dipengaruhi oleh rilis data ekonomi baik domestik maupun global, pergerakan dana asing, penurunan suku bunga acuan (BI Rate) di bulan Februari, serta sentimen global salah satunya adalah pernyataan dari the Fed yang belum akan menaikan suku bunga. Di bulan Maret sendiri, beberapa sentimen yang diduga turut berkontribusi pada pergerakan bursa saham dan obligasi selain dari rilis data ekonomi global dan domestik juga adanya rilis data laporan keuangan. "Serta paket kebijakan ekonomi pemerintah terkait dengan upaya menstabilkan nilai tukar Rupiah," tutur dia. Kendati demikian, sejumlah produk masih berkinerja moncer mengalahkan IHSG. Produk-produk Schroder Investment Management Indonesia, misalnya yang memborong posisi teratas di jajaran reksadana saham. Reksadana saham Schroder Dana Prestasi Plus menempati posisi pertama dengan return 9,59% secara YTD. Menilik fund factsheet Februari 2015, produk ini memiliki aset dasar 92,91% di saham dan sisanya 7,09% di pasar uang. Adapun saham-saham yang menjadi pilihan merupakan saham berkapitalisasi besar seperti, saham Astra International Tbk (
ASII), Bank Mandiri (
BMRI), Bank Central Asia (
BBCA), Bank Negara Indonesia (
BBNI), dan saham Bank Rakyat Indonesia (
BBRI).
Di posisi kedua ditempati oleh reksadana Pacific Equity Fund dengan return 9,03%. Serta diikuti oleh tiga produk Schroder, yakni Schroder 90 Plus Equity Fund, Schroder Indo Equity Fund serta Schroder Dana Prestasi masing-masing sebesar 8,93%, 8,21% serta 7,91%. Sementara itu, rata-rata kinerja reksadana saham pada Maret secara
month on month (MoM) tercatat minus 0,77% atau kalah dibandingkan IHSG yang 1,25%. Sedangkan rata-rata return reksadana campuran minus 0,55% dan rata-rata return reksadana pendapatan tetap minus 0,97%. Vilia memperkirakan rata-rata return reksadana saham hingga akhir tahun akan berkisar 11% hingga 14%, reksadana campuran sekitar 9% hingga 11% dan reksadana pendapatan tetap sekitar 7% hingga 8%. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Uji Agung Santosa