JAKARTA. Kinerja reksadana saham belum mampu memancarkan kilaunya. Infovesta Utama mencatat rata-rata reksadana saham minus 17,56% secara year to date (YTD) Agustus 2015. Koreksi tersebut lebih dalam ketimbang indeks harga saham gabungan (IHSG) yang minus 13,72% pada periode yang sama. Sementara itu, rata-rata kinerja reksadana campuran menunjukkan minus 9,17%. Analis Infovesta Utama Viliawati mengatakan tertekannya kinerja reksadana saham disebabkan oleh sentimen negatif dari regional yaitu anjloknya bursa Tiongkok dan devaluasi mata uang Yuan oleh pemerintah Tiongkok.
Menurut dia, kinerja reksadana saham tertekan lebih dalam dibandingkan IHSG lantaran terakumulasi dari bulan-bulan sebelumnya. Karakteristik reksadana saham yang lebih agresif ketimbang IHSG memicu produk tersebut terkoreksi lebih dalam ketika bursa saham berfluktuasi. "Sebab jumlah saham pada portofolio reksadana saham lebih sedikit dari IHSG, sehingga dampak pergerakan suatu saham lebih terasa pada reksadana saham," kata Vilia, Selasa (1/9). Selain itu, dia memprediksi koreksi reksadana saham juga disebabkan oleh penempatan portfolio yang cukup signifikan pada sektor saham berkinerja buruk. Menghadapi kondisi tersebut, Sucorinvest Asset Management justru agresif menambah bobot saham dalam portfolio investasi reksadana dengan memanfaatkan tekanan pasar saham. Investment Director Sucorinvest Asset Management Jemmy Paul Wawointana mengatakan pihaknya masuk ke sektor properti seperti semen dan konstruksi. Selain itu, perusahaan juga menambah saham sektor keuangan karena valuasi perbankan sudah murah. "Namun, kami tidak masuk ke properti," ujar Jemmy. Head of Operation and Business Development Panin Asset Management Rudiyanto mengatakan perusahaan menerapkan strategi value investing yang memilih saham perusahaan dengan fundamental baik. "Sehingga, saat ini kami belum mengubah strategi investasi. Pemilihan saham baru diubah apabila terdapat fundamental secara signifikan," tutur dia. Sedangkan Presiden Direktur Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Legowo Kusumonegoro mengatakan pihaknya masuk ke saham-saham yang diuntungkan oleh pelemahan rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, seperti perusahaan berbasis eksport. "Mini krisis ini banyak disebabkan oleh faktor global dibandingkan internal. Kami optimistis pasar saham akan kembali
bullish," ujar dia. Sementara itu, rata-rata kinerja reksadana lainnya seperti reksadana campuran juga tercatat minus 9,17%. Sedangkan rata-rata kinerja reksadana pendapatan tetap tercatat 0,82%. Vilia memprediksi kinerja reksadana saham akan membaik di akhir tahun. Namun, masih akan mencatat minus sekitar 9% hingga minus 6% secara year on year (YoY) akhir tahun ini. Demikian juga dengan rata-rata reksadana campuran yang diprediksi minus 5% hingga 2%. "Sebab belum ada sentimen positif dari sisi fundamental yang dapat menggerakkan bursa saham," terang Vilia. Sedangkan kinerja reksadana pendapatan tetap diperkirakan akan lebih baik. Prediksi Vilia, rata-rata reksadana pendapatan tetap akan berkinerja 2% hingga 4%. Adapun rata-rata reksadana pasar uang diperkirakan berkinerja 6% hingga 7%.
Demikian juga dengan Jemmy yang memprediksi reksadana saham akan minus 12%. Untuk kinerja reksadana campuran dan pendapatan tetap masing-masing diperkirakan minus 6% dan positif 3%. Analisis Jemmy, reksadana saham akan membaik tahun depan dengan asumsi return mencapai 20%. Sedangkan reksadana campuran sekitar 12% dan reksadana pendapatan tetap sekitar 8%. "Kinerja tahun depan akan ditopang oleh infrastruktur spending yang sudah berjalan serta ekspektasi penurunan suku bunga akan memicu pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat," kata Jemmy. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto