Kinerja reksadana saham terendah sejak 2008



JAKARTA. Return reksadana saham terus merosot. Bahkan rata-rata kinerja reksadana saham secara year to date (YTD) September 2015 tercatat terendah sejak tahun 2008 atau minus 23,03%.

Tahun 2008 lalu, rata--rata kinerja reksadana saham tercatat minus 51,7%. Kinerja kemudian membaik di 2009 dan 2010 yang masing-masing menjadi 106,6% dan 37,44%. Namun, pada 2011 dan 2013 tertekan masing-masing minus 0,08% dan minus 4,92%. Sedangkan di 2012 dan 2014 masing-masing sebesar 9,71% dan 27,86%.

Direktur Investasi PT Sucorinvest Asset Management Jemmy Paul Wawointana mengatakan tertekannya industri reksadana saham tahun ini mirip tahun 2013 lalu. Di mana, saat itu pasar saham domestik mengalami koreksi akibat sentimen global dari Amerika Serikat (AS).


"Tahun 2013 pasar turun karena ketidakpastian tapering (pengurangan stimulus) AS. Kondisi mirip 2013, namun sedikit lebih buruk," tutur Jemmy, Kamis (1/10).

Kendati demikian, dia memperkirakan pasar reksadana tidak akan mendekati kondisi 2008. Menurut dia, pasar saham berpotensi menguat akibat membaiknya ekonomi di kuartal IV. Selain itu, stimulus serta paket kebijakan yang dijalankan pemerintah juga akan membawa sentimen positif di pasar saham.

"Apalagi apabila nilai tukar rupiah menguat akibat perbaikan ekonomi dan kepastian the Fed (suku bunga AS)," ujar Jemmy.

Dia memperkirakan reksadana saham akan berkinerja minus 10% hingga minus 15% di akhir tahun. Kinerja tersebut akan lebih baik apabila nilai tukar rupiah bisa menguat ke level Rp 14.000 per dollar AS. "Maka, return reksadana saham bisa hanya minus 5% hingga minus 10% di akhir tahun," tutur dia.

Direktur Utama Danareksa Investment Management (DIM) Prihatmo Hari optimistis tekanan industri reksadana saham tahun ini bisa berkurang. Dia memperkirakan investor asing akan masuk ke pasar modal seiring sudah murahnya harga saham dan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS).

"Namun kondisi pasar saat ini susah dipukul rata. Kinerja reksadana sangat tergantung kepiawaian fund manager-nya," tutur dia.

Dia mengaku menerapkan strategi defensif sejak kuartal II lalu. Perusahaan memaksimalkan porsi kas dan memilih sektor saham seperti infrastruktur, konsumsi dan keuangan.

Hans Kwee, Vice President Quant Kapital Investama juga yakin kinerja reksadana saham membaik seiring naiknya IHSG. "Saat ini pasar menanti kepastian kenaikan Fed rate. Setelah kenaikan Fed rate, maka IHSG akan membaik," kata Hans.

Sedangkan Head of Operation dan Business Development Panin Asset Management Rudiyanto yakin IHSG tidak akan beranjak terlalu jauh dari level 4300. Kamis (1/10), IHSG ditutup menguat 0,733% ke level 4.254. "Kalau dibandingkan dengan penurunan laba bersih perusahaan, harga wajar IHSG sekitar 4.300," tutur Rudiyanto.

Selain itu, pasar saham di akhir tahun akan menguat ditopang oleh sentimen positif seperti window dressing dan penyerapan anggaran pemerintah. Dia memperkirakan adanya kepastian suku bunga the Fed juga berpotensi mendorong kenaikan IHSG.

Panin sendiri mengaku memperbesar porsi kas. "Begitu ada saham yang fundamental baik turun dalam, maka kami akan masuk," ujar Rudiyanto.

Analis Infovesta Utama Viliawati memperkirakan rata-rata return reksadana saham masih minus tahun ini. Dia memprediksi secara year on year (YoY) reksadana saham rata-rata akan berkinerja minus 9% hingga minus 6%. Sedangkan reksadana campuran minus 5% hingga 2%.

Untuk reksadana pendapatan tetap diperkirakan akan berkinerja 2% hingga 4%. Serta reksadana pasar uang sekitar 6% hingga 7%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto