Kinerja saham konstruksi dan semen melempem



JAKARTA. Sejak memimpin pemerintahan akhir tahun lalu, Presiden Joko Widodo berjanji mempercepat proyek infrastruktur. Sejumlah siasat ditempuh, mulai dari melipatgandakan belanja hingga mengundang banyak investor dari luar negeri. Nyatanya, realisasi proyek infrastruktur tak sesuai harapan.

Menjelang akhir semester pertama tahun ini, realisasi anggaran infrastruktur masih minim, inflasi tinggi dan pertumbuhan ekonomi tak mampu menembus 5%. Macetnya proyek infrastruktur pemerintah turut berefek ke pasar modal.

Maklumlah, di akhir 2014 dan awal 2015, saham emiten konstruksi dan infrastruktur sudah naik. Kondisi itu terkerek spekulasi gencarnya proyek infrastruktur sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun kenyataannya bertolak belakang. Alhasil, sebagian besar saham konstruksi dan infrastruktur berguguran.


Kinerja sejumlah emiten infrastruktur seperti konstruksi dan semen juga loyo. PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), misalnya, baru mencatatkan kontrak baru senilai Rp 7,1 triliun per akhir Mei 2015. Jumlah ini setara 23,2% dari target kontrak akhir 2015 senilai Rp 30,59 triliun. Sementara penjualan semen masih melorot dari tahun lalu.

Hingga lima bulan pertama tahun ini, industri semen mencatatkan penjualan 22,9 juta ton atau turun 3,8% dibandingkan periode sama tahun lalu 23,8 juta ton. Liliana S. Bambang, analis Mandiri Sekuritas memprediksi penjualan semen hingga akhir 2015 turun 2% year-on-year (yoy) menjadi 58,7 juta ton. "Kami berharap penjualan semen di semester II lebih baik, dengan pertumbuhan 3% (yoy)," papar Liliana dalam riset akhir pekan lalu.

Awalnya, Liliana optimistis terhadap penjualan semen tahun ini. Tapi dengan banyaknya tantangan sektor properti ditambah risiko program infrastruktur, Liliana cemas target pertumbuhan sektor semen tak tercapai. Kepala Riset NH Korindo Securities Reza Priyambada menilai, program infastruktur pemerintah belum ada yang bisa diharapkan.

Dia memprediksi kontrak baru konstruksi tahun ini lebih banyak dari pihak swasta. Laju bisnis konstruksi akan mempengaruhi sektor semen. Dus, Reza merekomendasikan neutral saham konstruksi dan semen. Adapun Liliana melihat proyek infrastruktur akan lebih kencang di tahun depan. Meski demikian, dia masih merekomendasikan underweight untuk sektor semen, mengingat tahun ini ada ancaman kelebihan pasokan.

Dengan perlambatan ekonomi, Liliana khawatir kelebihan pasokan memicu persaingan agresif diantara produsen semen. "Kami memperkirakan tingkat utilisasi industri menurun dari 88% di 2014 menjadi 73% pada 2016. Oleh karena itu, kami berpikir pertumbuhan rata-rata harga semen akan terbatas karena kelebihan pasokan," tutur Liliana.

Namun demikian, Managing Partner Investa Saran Mandiri Kiswoyo Adi Joe tetap optimistis pemerintah mampu menggenjot proyek infrastruktur di semester kedua tahun ini. Proyek infrastruktur akan lebih efektif digarap usai Idul Fitri.

Dia menerka penjualan semen tahun ini tumbuh 5%-10%. Adapun kontrak emiten konstruksi bisa tumbuh 10%-20%. Namun, saham emiten semen akan naik lebih tinggi. Ini lantaran saham konstruksi sudah melompat sejak tahun lalu, meski saat ini kembali terpuruk.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa