Kinerja sebagian saham LQ45 keteteran



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan saham berkapitalisasi pasar jumbo begitu rentan. Sejak awal tahun hingga kemarin (ytd), indeks LQ45 sudah melorot 4,84%. Di periode yang sama, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih lebih baik, yakni minus 1,08%.

Harga saham Jasa Marga (JSMR) terkoreksi paling dalam, yakni minus 27,50% (ytd), diikuti Indocement Tunggal Prakarsa (INTP), dan Telekomunikasi Indonesia (TLKM), yang menyusut masing-masing 17,54% dan 16,67% (baca Harian KONTAN, Selasa 17 April 2018).

Analis Danareksa Sekuritas, Lucky Bayu Purnomo, menilai pelemahan sebagian saham yang terbilang likuid itu lantaran indeks LQ45 sudah relatif tinggi dan mahal. "Akumulasi beli menjadi alternatif untuk menyiasati situasi ini," kata dia.


Menyinggung soal koreksi saham JSMR, analis Mirae Asset Sekuritas, Giovanni Dustin berpendapat, tantangan jangka pendek emiten operator jalan tol adalah peraturan atau intervensi pemerintah yang ingin menurunkan tarif jalan tol. Di sisi lain, investasi di sektor ini juga dinilai lebih tinggi dari perkiraan.

Selain rencana penurunan tarif jalan tol, menurut Giovanni, aturan ganjil genap juga bisa menekan kinerja keuangan JSMR.

Sebagai emiten yang bergerak di infrastruktur, bisnis jalan tol memang belum menguntungkan di tahun awal. "Tekanan pada margin EBITDA JSMR tidak dapat dihindari. Selain itu, beban bunga yang lebih tinggi juga tak terhindarkan," terang Giovanni.

Dalam jangka panjang, bisnis JSMR masih didukung proyek jalan tol dan pasar kendaraan roda empat yang terus bertumbuh. Pemerintah juga berkomitmen terhadap proyek infrastruktur. Ini berarti dalam jangka panjang JSMR masih punya prospek positif.

Giovanni memproyeksikan laba bersih JSMR pada tahun ini merosot 45% menjadi Rp 1,2 triliun. Tapi dia masih merekomendasikan buy JSMR dengan target Rp 6.100 per saham.

Seperti JSMR, harga saham TLKM juga melorot. Padahal bisnis data masih menjanjikan. Analis Henan Putihrai Sekuritas, Josscarios Jonathan, menyebutkan bisnis data telekomunikasi membutuhkan biaya cukup besar untuk ekspansi. "Bisnis data ini sangat bagus, tapi margin sangat tipis karena butuh biaya untuk ekspansi," ujar dia.

TLKM akan memperkuat jaringan dengan membangun base transceiver station (BTS) di pelosok, yakni mencapai 20.000.

Giovanni bilang bisnis data masih prospektif. "Penggunaan data per pelanggan sekitar 2,3 GB per bulan, naik 73% year-on-year (yoy)," ungkap dia.

Namun, Giovanni menilai kinerja TLKM tersandera kanibalisasi antar-produk sendiri, yakni IndiHome dan layanan fixed line. Sepanjang 2017, pelanggan IndiHome melonjak 83% menjadi 2,96 juta. Kenaikan ini mengerek pendapatan IndiHome sebesar 48% menjadi Rp 8,2 triliun. Kanibalisasi ini berimbas pada penurunan pendapatan fixed line TLKM sebesar 32% menjadi Rp 1,3 triliun.

Giovanni dan Josscarios tetap merekomendasikan buy TLKM. Target harganya masing-masing Rp 5.000 dan Rp 4.900 per saham.

Sementara analis Mirae Asset Sekuritas, Christine Natasya, menilai pelemahan harga HM Sampoerna (HMSP) dibayangi penurunan market share. "Volume penjualannya turun 4%, secara quarter-on-quarter pangsa pasarnya turun 10 bps dan 25 bps secara year-on-year," ujarnya kepada KONTAN, kemarin.

Meski begitu, Christine memprediksikan kinerja HMSP tahun ini akan membaik dibandingkan tahun lalu. "Tahun ini ada peningkatan belanja pemerintah yang dapat menopang volume penjualan HMSP," papar Christine.

Pada 2017, penjualan bersih HMSP naik 3,79% (yoy) menjadi Rp 99,09 triliun. Adapun laba bersihnya turun 0,71% menjadi Rp 12,67 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati