Kinerja Sejumlah Emiten LQ45 Tumbuh Subur, Masih Mampu Berlanjut Tahun Ini?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten LQ45 telah merilis kinerja keuangan tahun 2022. Hasilnya, mayoritas emiten mencetak pertumbuhan positif, bahkan mencapai rekornya sepanjang masa.

Contohnya PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA). Sementara lainnya, seperti big bank dan Grup Astra cenderung mencetak pertumbuhan laba double digit.

Equity Research Analyst Phintraco Sekuritas Rio Febrian melihat bahwa peningkatan kinerja, khususnya pada emiten komoditas salah satunya didorong dari peningkatan permintaan batubara dan minyak di sejumlah negara dari awal 2022. Permintaan meningkat dipicu oleh konflik Rusia-Ukraina sehingga rata-rata harga komoditas cenderung meningkat di sepanjang 2022.


"Rata-rata harga batubara sempat berada di atas level US$ 357 per ton di 2022 dan rata-rata harga minyak sempat berada di atas level US$ 95 per barel di 2022," kata Rio kepada Kontan.co.id, Senin (6/3).

Baca Juga: Saham Gojek Tokopedia (GOTO) Ditutup Menguat 3,2%, Ini Kata Analis

Lalu peningkatan kinerja big bank didorong dari kenaikan suku bunga acuan sepanjang 2022 sebagai akibat kenaikan inflasi lantaran peningkatan harga komoditas. Kenaikan suku bunga acuan memicu kenaikan bunga pinjaman.

"Selain itu, restrukturisasi pinjaman Covid-19 menekan penurunan biaya bagi emiten perbankan sehingga laba yang diperoleh cenderung meningkat," imbuh Rio.

Kinerja Grup Astra turut terangkat pemulihan aktivitas masyarakat yang sejalan dengan pelonggaran PPKM di 2022. Pemulihan mobilitas masyarakat mendorong penjualan ASII di 2022. Juga kontribusi dari anak usaha ASII seperti PT United Tractors Tbk (UNTR).

Untuk tahun ini, Rio berpendapat bahwa pertumbuhan emiten komoditas tidak akan se-signifikan di 2022. Salah satu faktornya dari penurunan harga komoditas dari awal 2023 dan diperkirakan akan termoderasi hingga akhir 2023.

Per Jumat (3/3), harga batubara berada di US$ 187,15 per ton atau turun 53,69% sejak awal tahun (ytd). Sedangkan, harga minyak mentah berada di US$ 79,68 per barel atau turun 0,98% ytd. Sementara, harga minyak mentah Brent berada di US$ 85,83 per barel atau turun 0,09% ytd.

Baca Juga: Rekomendasi Teknikal Saham BBTN, TINS, TKIM untuk Perdagangan Selasa (7/3)

Permintaan komoditas diperkirakan masih meningkat pada semester pertama 2023. Hal ini dipicu dari pemulihan kondisi ekonomi di Tiongkok hingga Februari 2023. Selain itu, Kawasan Eropa diperkirakan akan lebih panas di musim panas 2023. Hal ini berpotensi mengerek kebutuhan listrik untuk pendingin ruangan sehingga kebutuhan akan komoditas hingga semester pertama 2023.

Emiten di luar komoditas secara umum masih diperkirakan dapat mencatatkan pertumbuhan menyusul pemulihan konsumsi domestik dan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan positif di 2023. Hal ini ditunjukkan dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) per Januari 2023 berada di 123 dibanding rata-rata IKK pra-pandemi yakni 124,5.

"Hal ini menunjukkan pemulihan konsumsi masyarakat ke level pra-pandemi dan berpotensi menjaga permintaan atau konsumsi masyarakat karena pemulihan ekonomi pasca Covid-19," paparnya.

Kemudian, Indeks PMI Manufaktur Indonesia naik ke 51,3 per Januari 2023. Level tersebut relatif di atas level ekspansif yakni 50.

Meskipun memang, pertumbuhan penjualan ritel menunjukkan perlambatan sebesar 0,7% yoy di Desember 2022 dari 1,3% yoy di November 2022. Hal itu menunjukkan bahwa pemulihan konsumsi domestik masih berlanjut meski ada perlambatan di Desember 2022.

"Pemulihan IKK di Januari 2023 diperkirakan diikuti dengan percepatan pertumbuhan penjualan ritel di periode tersebut," katanya.

Baca Juga: Turun di Awal Pekan, IHSG Masih Cenderung Bearish Esok (7/3)

Di sisi lain, sejumlah emiten LQ45 juga mencetak penurunan kinerja. Contohnya, UNVR, JPFA, EXCL, SIDO yang laba bersihnya terkoreksi dan BBTN yang penurunan pendapatan.

Rio mengatakan bahwa penurunan kinerja dari emiten-emiten tersebut, salah satunya disebabkan dari harga komoditas seperti jagung dan tepung yang cenderung meningkat di 2022. Peningkatan harga komoditas terutama bahan baku tersebut juga disebabkan dari kenaikan harga komoditas energi dan konflik Rusia-Ukraina di 2022 yang mengakibatkan peningkatan biaya dan menekan margin.

Namun dengan data ekonomi yang masih positif, ditambah dengan penurunan harga bahan baku seperti tepung, jagung dan ayam beberapa bulan terakhir dapat menjadi angin segar, khususnya untuk emiten barang konsumsi. Selain itu potensi peningkatan permintaan yang secara historis terjadi menjelang libur dan hari raya termasuk Hari Raya Idul Fitri juga dapat dioptimalkan oleh emiten sektor food & beverage untuk meningkatkan pendapatan.

Dari berbagai hal tersebut, Rio melihat beberapa emiten yang masih menarik diamati antara lain ITMG, PTBA, ASII, BBNI, BMRI, dan UNTR. Menurutnya, selain dari prospek, harga sahamnya berada di bawah dari PER dan PBV sektoralnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati