KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sektor infrastruktur diproyeksi mendukung ketahanan ekonomi Indonesia pada 2023. Salah satunya adalah industri semen. Rully Arya Wisnubroto, Senior Economist Mirae Asset, mengatakan pemerintah menaikkan anggaran untuk pembangunan infrastruktur pada tahun ini menjadi Rp 392 triliun, dari Rp 365,8 triliun pada 2022. Anggaran itu akan difokuskan untuk pelayanan dasar, seperti pembangunan rumah, sekolah, hingga penyediaan air minum, serta konektivitas termasuk jalan dan jalan tol. Namun, realisasi belanja infrastruktur baru Rp 59,7 triliun hingga April, atau setara 15,2% dari total anggaran 2023.
Rully melanjutkan, realisasi belanja infrastruktur itu perlu dipercepat untuk mendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Baca Juga: 6 Cara Mudah Mendaur Ulang Sampah Plastik dan Jenis Plastik yang Bisa Didaur Ulang “Dengan akselerasi pembangunan infrastruktur, tingkat permintaan semen juga akan mengalami kenaikan,” ujarnya dalam Media Day: June 2023 - Cementing Positive Pathway for Indonesia: Cement Industry Outlook di Jakarta, Kamis (8/6). Rully menuturkan bahwa akselerasi pembangunan infrastruktur diharapkan akan menopang perekonomian dari kemungkinan terjadinya perlambatan. Sampai saat ini, kata Rully, kebijakan fiskal masih tetap difokuskan untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi. “Sementara itu kebijakan moneter masih tetap difokuskan untuk menjaga stabilitas ekonomi, termasuk inflasi dan volatilitas nilai tukar,” ungkapnya. Research Analyst Mirae Asset Emma Almira Fauni mengatakan, kinerja dua produsen semen raksasa yang tercatat di bursa, yaitu PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) menunjukkan pencapaian positif sejak awal tahun, terutama untuk periode kuartal I 2023. Meskipun secara tren mengalami penurunan dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter on quarter/QoQ), kinerja kuartal I 2023 kedua produsen semen itu menunjukkan pertumbuhan signifikan dibanding kuartal yang sama tahun lalu (year on year/YoY).
Baca Juga: Pertahankan Kinerja Positif 3 Tahun Berturut-turut, SIG Raih Bisnis Indonesia Awards Menurut Emma, dua alasan mengapa hal tersebut terjadi. Pertama, SMGR unggul dibanding INTP karena penurunan kinerja kuartal I-2023 secara kuartalan, SMGR lebih terkendali daripada INTP, sehingga tekanan harga di pasar untuk SMGR dapat lebih melunak. “Kedua, INTP mampu memperbesar pangsa pasarnya di luar Jawa dan dapat lebih diuntungkan karena dua faktor tahun ini, yaitu penurunan harga batubara dan ekspansi porsi domestic market obligation (DMO) INTP,” ujarnya dalam kesempatan yang sama. Secara umum, lanjutnya, ada empat faktor yang dapat mendukung premis bahwa prospek industri semen akan lebih baik tahun ini dibanding tahun lalu. Pertama, normalisasi harga energi dan kompetisi yang semakin kondusif setelah konsolidasi industri, setelah rampungnya akuisisi SMCB dan SMBR oleh SMGR. Kedua, perjanjian sewa dan penggunaan aset Semen Bosowa oleh INTP. Ketiga, utilisasi pabrik yang sudah sangat rendah sehingga kemungkinan akan membaik. Keempat, potensi pemangkasan suku bunga acuan dapat mendorong permintaan properti oleh publik. Tahun ini, Emma memprediksi pertumbuhan kinerja penjualan semen, akan tetap tumbuh, meskipun tidak besar alias single digit, yaitu di kisaran 0%-5%. Dibanding tahun 2022, kinerja penjalan semen turun (-3%). “Pertumbuhan penjualan semen itu, ditambah masih menjanjikannya konsumsi rumah tangga nasional, diprediksi akan turut menopang ketahanan perekonomian nasional,” paparnya.
Baca Juga: Semen Tonasa Berkomitmen Melindungi Warisan Budaya Dunia di Bulu Sipong Emma mengakui, harga saham perusahaan-perusahaan di pasar, seperti halnya produsen semen, masih tertekan. Saat ini, harga INTP masih berada di kisaran Rp 5.500-Rp 5.900 (-2% YTD) dan SMGR di kisaran Rp 9.500-Rp 10.000 (-11% YTD). Namun, Emma optimistis saham semen masih sangat menarik untuk investor asing, mengingat kinerja keuangannya memiliki profitabilitas tinggi, yaitu margin laba kotor (GPM) sekitar 30%, dibanding industri semen global, terutama China dan negara Asia lain.
Kinerja itu, tutur Emma, berbalik dari valuasi harga sahamnya di pasar di mana valuasi produsen semen lokal masih lebih murah (sekitar 20x PE ratio) dibanding negara Asia lain (sekitar 35x PE ratio). “Saat ini di pasar saham, pelaku pasar sedang beradaptasi dengan proses normalisasi batas maksimal penurunan harga saham di pasar (auto reject bawah/ARB),” ungkapnya. Emma merekomendasikan Buy untuk saham SMGR dan INTP dengan target harga masing-masing Rp 8.500 dan Rp 14.000 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli