Kinerja Sektor Minerba Tahun 2026 Masih Tertekan Harga Global, PNBP Diramal Stagnan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komoditas minerba masih menjadi sektor unggulan untuk menambah pemasukan tambahan bagi negara tahun depan.

Tidak dipungkiri, batubara, nikel, emas, timah, bauksit dan mineral ikutan lainnya memiliki andil besar dalam setoran pendapatan negara bukan pajak (PNBP) sektor ESDM ke kantong negara.

Sayangnya, tahun depan kinerja sektor minerba diprediksi akan bergantung banyak pada gejolak komoditas global. Khususnya pada komoditas tambang yang masih diperbolehkan melakukan ekspor.


Baca Juga: Bea Keluar Emas Berlaku Mulai Tahun Depan, Begini Efeknya Terhadap Dominasi Antam

Menurut Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bachtiar secara umum, potensi industri minerba pada 2026 masih potensial dan ada harapan, namun memang tidak menunjukkan tren peningkatan signifikan seperti periode sebelumnya.

"Pendapatan dan PNBP cenderung stagnan atau bisa tetap saja sudah bagus, bahkan berpotensi menurun apabila harga komoditas global belum pulih," ungkap Bisman kepada Kontan, Senin (29/12/2025).

Menurutnya, harapan kenaikan PNBP bisa saja berasal dari kebijakan fiskal, bisa melalui kenaikan royalti, penerapan Bea Keluar (BK), hingga denda administratif.

"Di sisi lain, kuota produksi untuk beberapa sektor misalnya batubara dan nikel katanya mau dikurangi melalui RKAB, jadi secara volume hampir pasti menurun. Jadi kecil kemungkinan PNBP bisa meningkat," tambah dia.

Jika dilihat, PNBP sektor minerba mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Di tahun 2023 misalnya, PNBP mencapai Rp 173 triliun. Lalu di tahun 2024 sebesar Rp 140,5 triliun, sedangkan target tahun 2025 turun lagi di angka Rp 124,7 triliun.

Baca Juga: Harga Sejumlah Komoditas Pangan Turun, Bapanas Catat Cabai hingga Beras Turun Harga

Soal kendala, Bisman bilang industri minerba pada 2026 akan berhadapan pada tekanan harga global yang cenderung turun beriringan dengan meningkatnya beban regulasi dan biaya kepatuhan.

"Kondisi ini berat bagi pelaku usaha karena menekan margin menjadi semakin tipis. Untuk itu pelaku usaha dituntut meningkatkan efisiensi, inisiasi diversifikasi usaha dan pasar, serta perencanaan bisnis yg lebih baik," jelasnya.

Sebagai pemegang regulasi, dukungan pemerintah tetap diperlukan, terutama dalam bentuk konsistensi kebijakan, penyederhanaan perizinan, serta insentif fiskal yang bisa dalam bentuk keringanan pajak dan PNBP.

"Tanpa dukungan tersebut, risiko perlambatan investasi akan semakin besar," ungkap dia.

Kendala tersebut akan berimplikasi langsung pada pola produksi komoditas utama minerba. Batubara cenderung akan turun produksinya seiring kebijakan pembatasan volume dan pelemahan permintaan global.

Produksi nikel menghadapi tantangan penyesuaian akibat kelebihan kapasitas smelter dan fluktuasi permintaan industri hilir. Sementara itu, bauksit masih sama dari beberapa tahun lalu, yang masih bergantung pada kesiapan fasilitas pengolahan dalam negeri yg belum memadai.

"Jadi produksi tetap jalan tetapi berat untuk ekspansif," tutupnya. 

Selanjutnya: IHSG Diproyeksi Konsolidasi pada Akhir 2025, Ini Strategi Jelang Awal 2026

Menarik Dibaca: 4 Cara Merawat Rambut yang Diwarnai agar Awet dan Tetap Sehat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News